.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Yunhyeong masih terpaku melihat Ong yang beberapa waktu lalu masih berbicara dengannya itu kini sudah berubah menjadi mayat.
Ia menatap sekitarnya dengan awas. Siapa pun yang membunuh Ong pasti dia adalah orang yang sudah mengintainya sejak mereka berada di luar tadi, dan orang itu pasti mengikuti mereka hingga ke gudang ini.
Yunhyeong mengusap wajahnya frustasi. Bagaimana mungkin kejadian ini tidak ia sadari? Maksudnya, ia benar-benar tidak merasakan kalau di gudang itu mereka tidak hanya berdua. Pergerakannya benar-benar rapi dan apik sehingga ia tidak menyadarinya.
“Aku harus waspada, mustahil kalau orang itu hanya mengincar Ong.”
Yunhyeong mengambil sebuah garpu taman dan mulai berjalan keluar dari gudang itu, meninggalkan mayat Ong begitu saja dengan genangan darah di mana-mana.
Sesampainya di luar keadaan masih sama, masih sepi. Tapi bukan berarti itu baik-baik saja. Bahaya bisa ada di mana saja, bukan?
Sret!
Yunhyeong mematung saat ia merasakan ada sesuatu yang dingin menyentuh kulit lehernya. Dengan nafas yang sudah memburu ia melirik ke bawah, dan alangkah terkejutnya ia saat tahu ternyata ternyata itu adalah sebuah celurit yang kini melingkari lehernya.
“Ada kata-kata terakhir sebelum lehermu putus, hmm?”
Yunhyeong mengernyit. Suara ini? Dengan pelan ia pun menoleh ke belakang, dan matanya sukses membola saat menemukan orang itu kini sedang menyeringai berbahaya kepadanya.
“Jennie?! Kau?!” Yunhyeong tidak bisa menahan amarahnya. Oh astaga, ia tidak percaya ini.
Jennie terkikik. “Nyawa harus dibayar dengan nyawa, bukan?” desisnya tepat di kuping Yunhyeong yang membuat lelaki itu merinding seketika.
Ditambah celurit itu yang kini semakin menempel pada kulit lehernya, sekali tarik saja bisa dipastikan lehernya akan putus begitu saja.
“Apa maksudmu?!”
Yunhyeong menyentak tajam yang mana malah membuat Jennie tertawa mengerikan. Semakin mengerikan karena terdengar jelas di keheningan malam.
“Jangan pura-pura bodoh, Song Yunhyeong! Kau yang membunuh Ong, bukan? Astaga, kenapa aku harus bertanya seperti itu?! Ck! Mana ada pembunuh yang akan mengakui perbuatannya.”
Tunggu dulu! Sepertinya ada kesalah pahaman di sini!
Yunhyeong melemparkan tatapan tajamnya kepada wanita yang menjadi partner grupnya tersebut. “Jadi kau menuduhku membunuh Ong?!” teriaknya tak terima.
Jennie mengedikkan kedua bahunya dengan acuh. “Aku melihatmu dan Ong memasuki gudang ini dan setelahnya Ong meregang nyawa. Jadi, siapa lagi yang membunuhnya kalau bukan kau? Mustahil Ong bunuh diri begitu saja!”
“Oh, jadi ternyata kau yang mengintai kami, huh?! Untuk apa kau mengintaiku dan Ong? Oh, atau jangan-jangan kaulah yang membunuh Ong?!”
Jennie menatap Yunhyeong tak percaya. Kenapa sekarang malah dirinya yang dituduh sebagai pembunuh?
“Ong terbunuh karena ada seseorang yang melemparkan golok dan tepat menancap di belakang kepalanya, sedangkan posisiku sedang bersisian tak jauh darinya waktu itu!” tegas Yunhyeong.
“Kalaupun aku pelakunya, kenapa aku harus repot-repot menyerang belakang kepalanya, padahal jelas-jelas aku bisa menyerang jantung ataupun membacok wajahnya dari depan kalau aku mau!” lanjutnya berapi-api.
Yunhyeong mengusap wajahnya frustasi. Ia heran, kenapa ia harus menjelaskan semua ini kepada Jennie? Padahal ia tahu itu semua sia-sia karena Jennie pasti tidak akan mempercayainya.
Jennie mendecih. “Terus saja mengelak sesukamu. Seharusnya aku langsung membunuhmu saja tadi agar tidak perlu repot seperti ini. Membuang waktu saja!”
Yunhyeong yang sudah tersulut emosi dengan sigap mengarahkan garpu taman yang masih dipegangnya ke arah perut Jennie.
“Jangan coba-coba menarik celurit itu atau isi perutmu akan terburai. Aku tidak main-main dengan ucapanku.” ancamnya sadis.
Jadi posisinya sekarang mereka berdua berhadapan. Jennie masih melingkarkan celurit itu di leher Yunhyeong dan Yunhyeong yang sudah siap menancapkan besi tajam itu di perut Jennie. Tinggal menunggu saja siapa yang paling cepat.
“Jennie! Apa yang kau lakukan?!” tiba-tiba mereka berdua dikejutkan dengan kedatangan Junhui dari arah jalan kecil tak jauh dari gudang tersebut.
Melihat kedatangan temannya itu, Jennie lantas sedikit menjauhkan celuritnya dari kulit leher Yunhyeong.
“Kenapa? Dia yang membunuh Ong!” ujarnya enteng membuat Yunhyeong semakin geram.
Entah kenapa Jennie sangat yakin kalau Yunhyeong adalah sosok yang berbahaya di sini. Ia merasa harus melenyapkan lelaki ini sesegera mungkin.
“Jaga ucapanmu, Kim!” gertak Yunhyeong yang hampir saja menusuk perut Jennie dengan garpu tamannya itu. Namun beruntung sekali Junhui masih bisa menahannya.
”Jennie, aku mohon jangan gegabah seperti ini. Bisa saja bukan Yunhyeong yang melakukannya!” ujar Junhui membuat Jennie menatapnya tak suka.
“Oh, kau membelanya sekarang, Jun?!”
“Bukan seperti itu!”
“Lantas apa?”
“Ada orang lain selain kita bertiga di sini!”
“Apa?!” Yunhyeong dan Jennie menyahut bersamaan, dan Junhui pun mengangguk membenarkan.
“Aku melihat ada pergerakan di sekitar gudang ini. Waspadalah, aku yakin dia bersenjata.” lanjut Junhui mencoba memperingati.
Yunhyeong menatap Junhui penuh selidik. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang kini berseliweran di kepalanya. Mengenai siapa Jennie dan Junhui, juga kenapa tiba-tiba Junhui hadir di sana lalu dengan mudahnya membuat Jennie menuruti perkataannya begitu saja.
Yunhyeong menduga kalau Junhui dan Jennie memiliki peran yang sama, dan mereka berdua telah mengetahuinya satu sama lain sehingga kini bersekutu. Yang menjadi pertanyaannya adalah, peran apa yang orang berdua itu mainkan di sini?
Namun entah kenapa Yunhyeong sangat yakin jika keduanya adalah orang yang berbahaya, mengingat Jennie yang sangat ingin membunuhnya tadi. Ia juga tidak dapat membohongi dirinya sendiri kalau ia sangat ingin membunuh Jennie di sini.
Seakan menuruti instingnya itu, Yunhyeong mengeratkan genggamannya pada garpu tamannya. Menunggu Jennie lengah dan ia akan menghabisi wanita itu dengan sekali koyak.
Namun rupanya Jennie juga menyadari gerak-gerik Yunhyeong, kecurigaannya itu rupanya sama besarnya.
Brak!
Dengan gerakan sepersekian detik, Jennie menendang garpu taman yang digenggam Yunhyeong hingga terlempar.
Yunhyeong yang terkejut tak dapat menghindar saat Jennie dengan cepat memiting lehernya, menekannya dengan kuat hingga rasanya ia akan segera kehilangan nafasnya.
“Arrrrggghhh!!!”
Namun di detik-detik terakhir hidupnya, Yunhyeong mampu melepaskan diri. Ia mencakar lengan Jennie dengan kuat membuat cengkraman wanita itu sedikit melemah.
Bugh!
Di saat itulah ia membanting Jennie ke tanah tanpa ampun.
Junhui yang juga berada di sana hanya mematung. Entah apa yang sedang ia pikirkan namun nyatanya ia tidak membantu Yunhyeong juga tidak membantu Jennie.
Ia hanya menyaksikan bagaimana beringasnya kedua orang itu yang seakan sudah kehilangan akal sehatnya, dan ia hanya mampu memalingkan wajahnya saat Jennie berhasil mengunci pergerakan Yunhyeong lalu dengan sadis menggorok lehernya begitu saja.
Sengaja tidak sampai putus agar Yunhyeong mati secara perlahan dan merasakan bagaimana sakitnya.
Belum sampai di situ, Jennie mengambil garpu taman yang tergeletak di tanah dan menancapkannya pada perut Yunhyeong yang masih sekarat.
Bisa dibayangkan bagaimana Yunhyeong yang masih belum meregang nyawa merasakan sakitnya besi tajam itu mengoyak isi perutnya.
“AAAAAARRRRRGGGGHHHHKKK!!!”
Jeritan serak yang terdengar mengerikan itu membuat Junhui tidak tahan, terlebih Yunhyeong adalah orang yang memiliki hubungan baik-baik saja dengannya. Maka dengan cepat ia langsung menarik Jennie, menjauhkannya dari Yunhyeong yang sekarang sudah tidak bergerak lagi.
“Song Yunhyeong. Detective. 03.13. Dead.”
.
.
.
TBC
Tumbal keenam ternyata seorang detective!
☠️☠️☠️