Hatinya berbunga-bunga.
Wajahnya tampak cerah tak kala berjumpa dengan sang pujaan hati yang sudah lama tak ia temui. Keinginan untuk bersama-sama dengan Zefa, sudah berada di depan mata. Zefa telah membuat dirinya ingin sekali merengkuh tubuh mungil yang selalu ia rindukan. Ah.... Padahal baru saja mereka berpisah.
Awalnya Fabian tak ingin Zefa pergi. Ya, akhirnya dia memaklumi jika kesayangannya itu masih terikat di dalam pernikahan konyol itu. Ya! Pernikahan konyol itu pasti akan Fabian rubah menjadi 'Pernikahan Impian' jika dia dan Zefa terus memperjuangkannya. Berjuang bersama-sama untuk mendapatkan laksana cinta yang telah berada di depan mata.
Meraih kunci motornya, Fabian berlalu meninggalkan kafe yang menjadi saksi bisu pertemuan indah yang tak akan pernah Fabian lupakan.
Fabian tidak memikirkan bahwa akan ada hati yang terluka karena perbuatannya yang terkesan egois itu. Yang dia tahu, dia dan Zefa masih sangat mencintai satu sama lain. Dan keinginan bersatu pun sudah ada. Berjuanglah jalan keluarnya. Walaupun harus menyakitkan hati banyak orang. Tetapi Fabian tak memperdulikan hal itu.
Tiga puluh menit perjalanan yang dia tempuh menuju rumahnya. Itu pun sudah termasuk terjebak kemacetan, karena bertepatan dengan jam-jam nya orang-orang pulang dari kantor. Keruwetan kota Jakarta tak akan pernah berhenti sampai malam, walaupun semua orang sudah lelap dalam tidurnya. Ya, begitulah. Jakarta adalah kota yang tak pernah tidur. Selalu saja ada orang-orang yang masih berkeliaran di malam hari, entah apa yang mereka lakukan. Dan itu, tak Fabian perduli kan. Mau mati sekalipun orang-orang itu, Fabian tak akan pernah memperdulikan hal itu.
Memasuki perkarangan rumah yang terlihat sederhana. Fabian disambut dengan pemandangan rumahnya yang selalu sunyi dari luar. Tumbuh di tengah-tengah orang tua yang keras dan tak pernah memperdulikan sekitar, membuat karakternya terbentuk menjadi pria yang cuek, tak mempedulikan apapun.
"Dari mana aja kamu, Chris?" Fabian menghentikan langkahnya tak kala dia ingin memasuki kamarnya. Menghadap seorang perempuan yang tak dia inginkan kehadirannya berada dirumahnya.
"Jangan panggil gue Chris dengan mulut busuk dan licik Lo itu!" Perempuan itu terkekeh. Bangkit dari duduknya dan menatap adik bungsunya sengit. Ya, perempuan itu adalah kakaknya Fabian.
"Kenapa emangnya? Aku ingin memanggil adik kecil ku dengan panggilan kesayangan ku. Emangnya aku tak boleh?"
"Lo gak boleh, dan gak ada hak!" Fabian melihat kakak sulungnya itu dari ujung kepala sampai ujung kaki. Fabian terkekeh. Penampilan kakaknya ini sangat cocok dengan pekerjaannya. Seorang jalang!!
"Chirs, Bella!!" Keduanya menoleh kepada sang ibu yang sedari tadi diam bersama ayah mereka. "Kalian jangan bertengkar seperti ini, nak. Kehidupan kita sudah ruwet, kalian malah mempermasalahkan hal yang tidak penting!"
Fabian melirik kakaknya yang sedang menatap kedua orang mereka dengan perasaan menyesal. Bella Anjani Orlando, nama perempuan itu. Ya, fakta sebenarnya yang terungkap. Jalang satu ini adalah kakak kandungnya.
"Ayah dan ibu yang membuat semuanya jadi ruwet!" Sindir Fabian tak tertahankan. "Kalau saja ayah tak mengkorupsi pemasukan uang perusahaan bos ayah itu, pasti kehidupan kita tidak seruwet ini!"
"FABIAN CHRIST ORLANDO!!AYAH TIDAK PERNAH MENGAJARI MU MEMBANGKANG ORANG TUA!!" Bentak Rio, ayahnya.
Fabian memutar bola matanya malas. "Ayah memang tidak mengajari ku membangkang orang tua, tetapi ayah mengajari ku untuk membalaskan dendam!!"
Rio, Jihan, dan Bella terdiam. Sindiran si bungsu Orlando tadi menepati sasaran yang tepat. Sindiran itu bagaikan sebuah busur panah, dan merekalah si sasarannya.
"Ayah membalaskan dendam ayah itu karena sudah dipermalukan sebegitu besarnya oleh keluarga itu!" Rio memperjelas maksudnya dengan suara parau. Walaupun putra bungsunya itu sudah tahu, tetapi Fabian adalah anak yang keras, dan watak anaknya turun langsung dari dirinya.
"Kamu tahu kan Chris, kalau ayah kamu itu melakukannya karena dirimu! Kalau saja kamu tidak mengidap tumor otak, ayah tak akan melakukan itu nak. Kita butuh uang untuk operasi mu saat itu. Dan sialnya, waktu itu uang tabungan kita tak cukup. Dan ayah terpaksa melakukannya. Semua karena demi menyelamatkan nyawa kamu....." Jihan menghampiri dirinya dengan wajah yang sudah dibanjiri air mata.
"Tapi ayah tak perlu korupsi bukan? Ayah bisa saja meminjam uang kepada bos ayah, dan tidak mengkorupsi pemasukan dana perusahaannya!!" Bantah Fabian tak memperdulikan penjelasan Jihan tadi.
"Ayah sudah bilang, ayah melakukan itu karena dirimu. Ayah kalut, tak bisa berpikir jernih. Sementara dirimu sudah berada diambang pintu kematian."
"Kami tak ingin kehilangan dirimu, Chirs!!"
Bella berdecak kesal. "Mau sekeras apapun kita menjelaskannya, anak ini pasti tidak akan pernah mengerti, ayah!"
"Karena perbuatan kalian itu salah! Dan aku tidak akan pernah ingin bergabung!" Setelah mengatakan itu, Fabian berlalu begitu saja masuk ke kamarnya.
"Bukan tidak akan pernah, tetapi belum! kamu pasti akan bergabung setelah mengetahui semuanya, Chris!" Jihan dan Rio saling berpandangan. Mereka tidak mengerti perkataan dari putri sulung mereka.
"Apa maksudmu, Bella?"
Bella menyeringai sangat mengerihkan. "Dia akan bergabung dengan kita, Bu. Dan aku yakin setelah dia mengetahui bahwa kekasihnya telah menikah dengan Arga, semua bantahannya selama ini, akan ia balikan menjadi sebaliknya."
"Maksudmu, wanita yang menikah dengan Arga adalah Zefa?" Bella mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Jihan.
Rio dan Jihan menyeringai. "Baiklah, mari kita susun rencana kita kembali untuk menghancurkan Keluarga Benedict!"
💐💐💐
"Gimana? Enak?"
Arga menyicipinya, mengunyah, dan setelah itu menelannya.
Tunggu-tunggu.... Rasanya......
Arga melirik Zefa yang menanti jawabannya. "Gimana? Gak enak ya? Gak usah di makan deh!"
Wajah perempuan itu tampak murung. Tak mendapatkan respon dari Arga, sehingga dia ingin membuang makanannya. Namun sepersekian detik kemudian, tawa Arga mengalun bagaikan irama yang terdengar sangat indah di telinganya.
"Kenapa ketawa?!" Zefa mendelik tajam. Membuat Arga mengarahkan salam perdamaian kepadanya. Jari telunjuk dan jari tengah nya pun sudah berbentuk huruf V, meminta permohonan ampun kepada sang ratu hatinya.
Zefa terus saja mendelik tajam, sampai-sampai Arga meringis sambil menggaruk kepalanya. "Iya iya. Maafin aku ya Ze...."
Nyengir. Memperlihatkan giginya yang putih dan rapi. Zefa memandangnya dengan kesal. "Jadi gimana? Enak?"
"Kamu cobain aja sendiri. Nanti juga tahu." Zefa mengangguk-anggukan kepalanya sembari meraih garpu untuk menyicipi masakannya.
"Kok enak ya?"
"Karena kamu masaknya enak, Ze... Kalo kamu nanya kayak gitu, jangan sama aku. Tanyakan saja kepada rumput yang nge-dance..."
Zefa berdecak sebal. "Siapa yang nanya kamu coba?"
"Gak asik ah kamu!"
"Aku memang gak asik, jadi kalo mau asik jangan sama aku!"
Bini gue kenapa dah? Sensian amat kayaknya hari ini? Batin Arga mengkerutkan dahinya. Dia heran kepada istrinya ini. Kenapa sejak pulang berbelanja banyak sekali perubahan yang terjadi. Tadi pandangannya terlihat sendu, sekarang sensian. Ada apa dengan Zefa?
"Kenapa lihatin aku?!" Arga tersentak tak kala mata lentik Zefa kembali mendelik tajam kepadanya.
"Ze... Kamu kenapa sih? Kok sekarang jadi kamu yang aneh gitu? Kamu kenapa Ze?"
Tak ada jawaban. Zefa hanya diam menikmati makanan yang dimasak langsung oleh tangannya sendiri.
Arga yang merasa tak dipedulikan berlalu meninggalkan Zefa. Nafsu makannya tiba-tiba lenyap begitu saja karena mood Zefa yang juga tertular kepadanya. Tadinya dia pulang ke rumah karena merasakan mual-mual yang luar biasa. Dan satu hal yang membuatnya ingin cepat-cepat pulang adalah karena Zefa sudah menjanjikan bahwa wanita itu akan memasakkan rendang ayam kesukaannya. Tetapi kenapa sekarang malah Zefa yang makan? Rasa-rasanya tadi dia masih menginginkan rendang itu. Namun tiba-tiba ia merasa mual ketika melihat rendang ayam itu. Seperti dia itu sangat anti terhadap makanan itu.
"Ga, aku mau tanya sesuatu sama kamu!" Suara lembut Zefa mengalun memasuki telinganya. Arga membalikkan tubuhnya menghadap Zefa yang masih setia duduk di kursi makan sembari menyantap makanan yang tampak tak menggodanya lagi.
"Apa?"
Dari jarak jauh, Arga bisa melihat wanita itu mengigit bibir bawahnya.
"Kalau bintang meninggalkan bulannya, akan menjadi apakah sang bulan? Apakah dia akan tetap sama seperti pada saat sang bintang menemaninya? Apakah cahayanya tak akan redup jika sang bintang memilih pergi?"
"Dan apakah sang bintang mampu meninggalkan sang bulan sendirian? Bisa kah sang rembulan dan bintang berpisah?"
💐💐💐
TBC!!!
Don't forget to vote, if you like it. Because, itu sangat berarti bagi ku🙂
Share kepada teman2 kalian, jika menurut kalian cerita ini bagus dibaca.
Kritik dan saran diterima😉