Tuan, Jangan Sakiti Aku!

By mariondrossi

117K 3.3K 83

[Pindah ke Fizzo] Tuanku Mahawira, orang yang sangat dingin dan cuek. Padahal, aku ini pelayannya yang sangat... More

Tuan Tampanku
Bermalam dengan Tuan Mahawira
Pelukan Hangat Tuanku
Aku Butuh Tuan Tampanku
Pangeran Kalandra
Tuan Mahawira atau Tuan Kalandra?
Birendra Prakarsa Candrakumara
Menjadi Tawanan
Memberi Kehangatan
Kehidupan yang Diidamkan
Cornelia Aksita Chandini Minara
Gelisah
Dua Konflik Berbeda
Apa yang Terjadi?
Mutiara
Kebenaran
Perjalanan Ke Batalia
Kedatangan yang Dirindukan
Bukan Sebuah Akhir
Sebuah Kenikmatan
Takdir Terindah
Dia Bukan Tuan Mahawira
Jati Diri Tuan Mahawira
Mekarnya Cinta Sebelum Bertemu
Tiba di Istana Rosalia
Hidup Berdua
Tuan Mahawira yang Baru
Artefak
Pertarungan Sengit dengan Naga Merah
Janji?
Tidak Lagi Suci?
Entah Apa yang Merasuki Tuan Mahawira
Pengorbanan
Pertarungan Pedang
Menyelesaikan Masalah dengan Pertarungan
Tipu Daya Camelia
Desa Kaswari

Kemesraan Sesaat

2.3K 91 1
By mariondrossi

"Tuan Mahawira?" tukasku.

"Kau selalu mengetahuiku lebih dari siapa pun," jawabnya sambil melepaskan tangan yang tadinya menutupi kedua mataku.

"Kau ini seperti anak kecil saja." Aku melenguh setelah berbalik badan.

"Ya, sebaiknya kita kembali ke masa kanak-kanak. Karena banyak hal yang bisa kulakukan denganmu."

"Kenapa harus kembali ke masa kanak-kanak? Bukankah lebih baik kita jalani hari-hari ini dan melakukan hal seperti yang kita lakukan dulu?"

"Ide yang bagus!"

Begitu lugas Tuan Mahawira menarik tanganku, lalu membawa diriku berkeliling ke beberapa sudut negeri ini.

"Kau mau bunga? Akan kubelikan untukmu."

Tanpa menunggu persetujuanku, pria itu langsung ke penjual bunga yang beberapa waktu menawarkan bunga-bunga dagangannya padaku.

"He, Pak Tua. Aku beli bunga yang paling cantik di tokomu," ucap Tuan Mahawira sambil menyunggingkan senyuman.

Aneh sekali. Pria itu sama sekali tidak menunjukkan raut sedih setelah kembali dari istana. Apakah pernikahannya dengan tuan putri sombong itu telah resmi dibatalkan? Atau mungkin sesuatu yang lain telah terjadi?

"Cornelia! Kemarilah!" Tuan Mahawira sedikit berteriak. Aku pun segera melangkah masuk ke toko.

"Ini sangat cocok untukmu, Cornelia." Pria itu memberikanku setangkai bunga berwarna biru yang tentu tak kuketahui namanya.

"Memangnya ini bunga apa, Tuan?"

Tuan Mahawira berpikir sejenak.

"Oh, itu Bunga Anemone. Sangat indah seperti kau, Tuan Putri," timpal pak tua penjual bunga.

Aku mengernyitkan dahi segera.

Tidak salah? Dia menyebutku tuan putri? Apa dia sengaja ingin membuatku tertawa? Dasar orang tua!

"Jangan heran, Cornelia. Kau memang tuan putri yang amat cantik. Benar, kan, Pak Tua?"

Pria paruh baya menatapku penuh selidik. "Tidak diragukan lagi."

Tak berselang lama, Tuan Mahawira menyumpingkan bunga berwarna biru itu di telingaku. Setelah melakukannya, sang pria menatap mataku lamat. Ia menatapnya terlalu dalam sehingga membuat diriku begitu gugup. Kontan saja kualihkan pandangan dengan wajah tersipu malu.

"Kau begitu cantik. Sekarang aku percaya kau adalah tuan putri kerajaan yang sesungguhnya."

"Jangan bicara seperti itu!" kataku, lugas.

"Kenapa?"

"Pokoknya jangan bicara seperti itu lagi." Kubalikkan badan demi menyembunyikan wajah yang sepertinya telah merah.

"He, Anak Muda. Sepertinya kekasihmu itu malu karena kau terlalu memujinya." Pak tua menimpali.

"Oh, begitukah? Tapi, aku sangat suka dengan tingkahnya yang malu-malu itu, Pak Tua."

Apa mereka tidak sadar orang yang mereka bicarakan ada di sini? Dasar, Mahawira tengik menyebalkan! Awas saja kau!

Aku melangkah keluar dari toko.

"Cornelia, kau mau ke mana?!" Tuan Mahawira mengejar dan menarik lenganku dengan cukup keras sehingga tidak dapat aku tahan. Maka, aku terjatuh ke dalam pelukannya. Kepalaku terbaring lemah di dada bidang sang pria.

Ya, Tuhan. Aku yakin semua ini hanya mimpi. Bukankah Tuan Mahawira pernah mengatakan, kalau aku rindu padanya, aku hanya perlu membayangkan dirinya, lalu ia akan datang melalui mimpi? Kalau begitu, aku sekarang sedang berada di alam mimpi.

"Kenapa kau diam?" tanya sang pria. Sedangkan aku masih berada dalam pelukannya.

"Aku ... apakah kita sedang berada di dalam mimpi, Tuan?" tanyaku, lirih.

"Enak saja. Ini dunia nyata, Cornelia."

"Apa?!" Segera aku menjauh dari pria itu. Lidahku kelu tiba-tiba. Aku pikir semua ini hanya mimpi, ternyata memang benar kenyataan. Aku menyadarinya setelah mencubit pipi sendiri.

"Ayo, kita ke tempat lain."

Kuanggukkan kepala, lalu Tuan Mahawira kembali meraih tanganku dan menggandengnya sambil berjalan. Betapa romantis tuanku itu.

Di saat-saat kebahagiaan yang terjadi dalam diri ini, aku berpikir bahwa Tuan Mahawira suatu saat akan mengkhianati cinta yang ia tegaskan padaku. Bagaimana jika itu terjadi? Lalu, aku akan mengalami nasib yang sama seperti ibuku.

"Apa yang sedang kau pikirkan?"

"Tidak ada, Tuan."

"Sudahlah, jangan terlalu banyak berpikir. Jika kau terlalu banyak berpikir, kau tidak akan punya waktu untuk bahagia. Nikmati saja semuanya, biarkan mengalir seperti sungai. Pilihan ada di tangan kita sendiri." Tuan Mahawira menghentikan langkahnya.

"Sekarang, aku ingin tanya padamu. Apa kau ingin berjalan mengikuti arus? Ataukah sebaliknya?"

"Memangnya apa perbedaan di antara dua pilihan itu?"

"Jika kau berjalan mengikuti arus, kau akan menuju sebuah muara. Namun, muara itu tidak mutlak suatu yang indah. Bisa saja itu sesuatu yang buruk. Jika kau berjalan melawan arus, juga tidak ada yang menjamin kau akan menemukan sesuatu yang indah.

"Semua begitu relatif, Cornelia. Kau harus paham bagaimana dunia ini bekerja. Tentukan pilihanmu."

"Harus sekarang?"

"Harus!"

"Hmm ... apa, ya? Aku begitu bingung, Tuan."

"Apa yang membuatmu bingung?"

"Aku hanya takut kisah kelam yang dialami oleh Ibu akan terjadi lagi padaku—"

"Oh, kau takut aku mengkhianatimu? Dasar bodoh! Sudah berapa lama kau mengenalku?" potong sang pria sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Berapa, ya. Puluhan tahunlah, aku tidak bisa menghitungnya."

"Apakah tidak cukup waktu puluhan tahun itu menjadi bukti bahwa kita ini sebenarnya ditakdirkan bersama?"

"T-tapi, Tuan. Aku, kan, belum pasti seorang putri raja. Apalagi saat mendengar cerita Ibu—"

"Bodoh! Meskipun kau telah dibuang dari istana, kau tetaplah seorang putri. Benar, kan? Dugaanku selama ini benar, Cornelia. Aku tidak yakin gadis se ... can ... tik dirimu bukanlah seorang putri raja."

"Apa yang Tuan katakan? Aku tidak terlalu mendengarnya. Kalimat terakhir Tuan barusan."

"Jangan memancingku untuk mengulang perkataanku." Tuan Mahawira mengembuskan napas panjang. "Baiklah. Gadis secantik dirimu!" ulangnya penuh penekanan.

Aku pun mengembangkan senyuman. Sepertinya aku begitu gila dengan kata pujian yang keluar dari mulut tuan tampan itu. Namun, tak apa-apa. Untung saja dia Tuan Mahawira.

"Baiklah. Kalau begitu, ayo kita lanjutkan perjalanan."

Aku mengangguk dan berjalan di samping Tuan Mahawira.

-II-

"Ibu! Aku pulang!" teriakku dari kejauhan.

Memasuki rumah kecil yang terbuat dari sekumpulan bambu itu, sang ibu tak kutemukan. Aneh.

"Kau kenapa?" tanya Tuan Mahawira.

"Aneh. Ke mana perginya Ibu, ya," jawabku sambil berpikir.

"Mungkin ada keperluan?"

"Tidak mungkin. Ibu bilang tidak pernah keluar dari pekarangan ini. Bahkan untuk mencari makanan saja, Ibu selalu memetik buah-buahan dari beberapa pohon di sekitar sini."

"Coba kuperiksa." Tuan Mahawira masuk ke rumah. Aku mengikutinya dari belakang.

Di sebelah ranjang bambu, Tuan Mahawira menemukan sebilah pedang. "Apa kau tahu ini milik siapa?" Diperlihatkannya benda tajam itu padaku.

Kuanggukkan kepala, pelan.

"Kalau begitu, ada yang masuk ke rumah ini sebelum kita datang. Aku yakin pernah melihat pedang lurus dengan dua mata ini. Kalau tidak salah ini milik para pengawal kerajaan Negeri Angin."

"Kerajaan? Tapi ... kerajaan mana? Bukankah banyak kerajaan di sini?"

"Kau benar." Dahi Tuan Mahawira mengernyit, sepertinya ia menyadari sesuatu. "Sebentar, sebentar. Sebelum aku datang, sepertinya kau bertemu dengan seseorang. Siapa orang yang bertemu denganmu?"

"Entahlah. Tapi, yang kutahu orang itu masuk ke pintu raksasa di sebelah barat kota. Dan pakaiannya seperti orang-orang penting kerajaan."

"Sudah dipastikan!"

"Dipastikan?"

"Benar. Ibumu pasti diculik orang-orang dari kerajaan itu."

"Diculik? Untuk apa mereka menculik Ibu? Memangnya apa yang mereka inginkan?"

"Tentu saja, Cornelia. Kau tahu? Orang kerajaan yang kau maksud itu adalah Kerajaan Batalia."

Mataku seketika membelalak mendengar penjelasan Tuan Mahawira.

"Ya, benar. Kerajaan milik ayahmu. Dan aku yakin orang yang bertemu denganmu itu adalah ayahmu, Raja Abirama." Tatapan Tuan Mahawira menajam. Aku bergeming.

Semua pun jadi cukup jelas. Apa yang dimaksud pria itu dengan "jagalah dirimu" merupakan sebuah peringatan untukku dan Ibu.

"Tidak bisa dibiarkan! Kita harus ke Kerajaan Batalia!"

Tuan Mahawira melangkah keluar dan menarik tanganku.

Beberapa meter berjalan dari rumah, tiba-tiba Tuan Mahawira memekik kesakitan. Kulihat sebuah anak panah menancap di bahunya.

"Tuan?! Tuan?! Kau tidak apa-apa?!" tanyaku panik sambil menahan tubuh tuanku yang hampir saja roboh.

Sementara itu, Tuan Mahawira mencabut anak panah itu sehingga mengalirlah darah dari bekas lukanya.

"Siapa yang memanah?!" Aku kebingungan sambil meneliti sekitar.

"Siapa yang memanah?!" teriakku kemudian sambil melangkah beberapa meter dari tempat Tuan Mahawira berdiri dan menahan pendarahan lukanya.

"AWAS!"

Sebuah anak panah kulihat melesat di depan mata, membuatku terkesiap dan bergeming tanpa bisa menghindar. Akan tetapi, seonggok tubuh menghalangi benda itu seolah menjadi perisai untukku.

Tuan Mahawira.

Lagi-lagi anak panah menancap di bahu kanannya. Ia roboh tak berdaya.

"TUAN!" Segera kuraih tubuh Tuan Mahawira yang begitu lunglai.

-II-

Continue Reading

You'll Also Like

140K 5.1K 11
⚠️⚠️ Mature Content! Sesuaikan dengan usia kalian! Kebangkrutannya membawa berkah, seorang gadis cantik meminta tolong kepadanya untuk bersandiwara m...
681K 11.4K 45
21++ baik tentu tidak. jahat tidak juga. dia hanya gadis yang tertutup setelah kekecewaannya pada sebuah janji ....
2.4K 191 13
cara mereka mengungkapkan cinta dalam enam babak 100% fiksi! bxb mpreg ageswitch a hoonsuk fanfiction a junshiho fanfiction start: 25 jan 2024 finis...
120K 4.1K 12
Kathleen tidak pernah menyangka keperawanan nya direnggut pada malam penuh gairah oleh Eric Grant. Seorang CEO dingin yang dikenal setiap pegawai seb...