Pria yang selalu menemukan kegagalan dalam hal percintaan,kesulitan dalam sesuatu yang disebut hubungan,hampa yang selalu menerpa diri,sepi yang selalu melanda hati.
Duduk diantara tumpukan batu besar yang berjejer rapi ditepi laut,rambutnya bergerak kesana kemari diiringi dengan angin laut yang berhembus.
Langit yang terlihat mendung,tetapi tak kunjung hujan,andaikan ombak dapat berbicara,pasti ia akan meminta tolong kepada ombak untuk mengantarnya menemui gadisnya. Air matanya dia biarkan mengalir diwajah tampannya,semua yang pernah terjadi,semua yang dia inginkan,semua yang telah mereka lalui,hanya tinggal sebuah kenangan.
Sebuah tangan putih nan mulus memegang bahunya,tapi dia tidak bergeming sekali pun,matanya tetap fokus menatap hempasan ombak dibibir pantai,dengan wajah yang sembab,gadis yang tadi memegang bahunya ikut duduk disebelah pria tersebut.
"Kamu yang sabar ya"kata gadis tersebut dengan menggenggam dengan erat tangan pria yang dulu pernah menghiasi harinya.
Gadis itu Alya,dia menatap wajah Rava dari samping tanpa beralih sedikit pun,rasa tak tega terbesit dihatinya,melihat pria yang sangat dia sayangi tertekan seperti ini.
Alya memegang kedua pipi Rava,yang membuat Rava beralih menatapnya,mata Alya dapat melihat dengan jelas kesedihan yang tengah dirasakan Rava.
"Kamu tau?sahabat itu harus saling berbagi,jika salah satu dari mereka sedih,maka satunya lagi harus mampu membuatnya tenang,dengan melepaskan semua keluh kesah yang dia rasakan,begitu juga sebaliknya"Alya mengusap air mata Rava yang baru saja menetes menggunakan ibu jarinya.
Rava menahan tangan Alya yang sedang menghapus air matanya,sebentar menatap Alya, Rava langsung memeluknya dengan sesegukan.
Tangannya bergetar,detak jantungnya tak beraturan,dan tubuh yang gemetar, Alya dapat merasakannya,ia membalas dekapan Rava dengan mengelus lembut punggung Rava.
"Kenapa kamu nggak benci sama aku"lirih Rava yang dapat didengar oleh Alya.
"Untuk apa aku benci?aku nggak berhak sama sekali buat ngebenci sahabat aku sendiri"balas Alya dan melepas dekapannya.
"Seharusnya kamu nggak datang,dan ngebiarin aku sendiri,biar aku bisa ngerasain yang namanya kehilangan yang sebenarnya"kata Rava.
"Kenapa pikiran kamu terlalu singkat hah?bangun"suruh Alya yang berdiri duluan dan mengulurkan tangannya ke Rava.
Rava menyambut tangan itu,dan keduanya berjalan dibibir pantai,yang sebentar lagi akan memperlihatkan indahnya sunset.
*-*-*
Langkahnya ia ayunkan menuju sebuah ruangan yang berada dilantai 30,dengan membawa sebuah paspor pribadinya,dengan tangan dinginnya ia mengetok pintu yang ada didepannya,dan dia pun dipersilahkan masuk.
Ternyata wanita yang hendak ia temui itu tidak sendiri,melainkan dia tengah bersama suaminya.
"Apa kabar?"tanya pria dengan nama Vandi yang baru masuk itu.
"Kurang baik,kayaknya kamu udah lama menghilang ya"balas Raka yang hanya dibalas dengan senyuman.
"Kamu bawa apa?"tanya Syifa yang menangkap sesuatu ditangan Vandi.
"Paspor,hari ini aku berangkat ke Belgia,jadi aku tidak bisa ikut meeting untuk beberapa hari"jelas Vandi yang membuat Syifa seketika terdiam.
"Ada urusan apa kamu kesana?"tanya Raka.
"Aku akan mencarinya,pikiranku sangat meyakinkan kalau dia baik-baik saja, karena aku juga menemukan banyak kejanggalan atas kejadian ini"kata Vandi.
"Sia-sia,semua yang kamu inginkan tidak akan terwujud, Sasya udah ga ada,sudah jelas dia hilang hanya karena alasan yang bodoh"balas Syifa yang sedikit menyinggung Rava, karena disini Sasya pergi gara-gara Rava.
"Tidak ada yang sia-sia,kalau aku berhasil menemuinya apa imbalan yang akan aku dapat?"tanya Vandi dengan mengangkat satu alis khasnya.
"Cinta bisa membuat siapapun menjadi bodoh"sambung Raka.
"Bagaimana dengan kamu,kamu sendiri juga bodoh kan?"Vandi menunjuk Raka,yang alhasil keduanya tertawa karena mengingat kebucinan mereka.
"Kalau apa yang kamu pikirkan itu benar,dan kamu bisa ngebawa dia pulang kembali,kamu bisa dan direstui seratus persen oleh keluarga kita untuk menjadi suaminya"tambah Syifa.
"Oke,aku akan berusahha,demi Sasya"kata Vandi dengan senyum kemenangannya.
Syifa berdiri dan berjalan hendak keluar dari ruangannya,tapi langkahnya ia hentikan kembali,mengingat Rava yang hanya diam sedari tadi.
"Ouh ya,tidak ada untungnya kamu menyesali Sasya, karena itu terjadi karena diri kamu sendiri,kamu yang ngebuat dia pergi"setelah melontarkan katanya Syifa keluar dan menghempaskan pintu,yang suara nya sangat nyaring ditelinga.
Raka menggelengkan kepalanya,sebelum pada akhirnya ia mendekati Rava dan memegang pundak pria tersebut.
"Jangan terlalu masuk hati,kamu tau sendiri kalau wanita hamil itu perasaannya sensitif"kata Raka agar Rava tidak terlalu memikirkan kata istrinya yang hanya dibalas senyum oleh Rava.
Maaf guys kelamaan upnya.
Gimana?
Bagus nggak?
Sampai jumpa dipart berikutnya
See u❤️