MIDDLEMIST | SooKai

By Ixora_kim

99.2K 9.8K 2.4K

[TAMAT] Untuk mewarisi gelar Count dan menyelamatkan nasib keluarganya, Kai Kamal Huening harus menikah! More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Extra : Teaser
PO Batch Agustus 2022

25

4.3K 317 110
By Ixora_kim

M RATED! 18+

Beware and be wise.

.

.

.

"Aku? Bagaimana denganku?"

Hoseok memasang wajah paling menyedihkan yang ia punya. Pasalnya, setelah Kai dan Soobin resmi pindah ke Arkas, yang dipilih oleh Kai untuk menjadi Kepala Pelayan mansion Duke Choi adalah Han Woo. Kai sudah menjelaskan dengan sangat lembut dan hati-hati—takut menyinggung perasaan Hoseok—kalau ia lebih nyaman berkomunikasi dengan Han Woo yang sudah Kai kenal lebih lama daripada Hoseok. 

Hoseok tidak marah, sungguh. Hanya saja setelah 'pemecatan sepihak' ini, ia seolah terombang-ambing, merasa menjadi seorang pengangguran yang tidak berguna.

Soobin merotasikan bola mata sambil menggeleng kecil. Saat ini Hoseok ada di ruangannya, mengadu pasca Kai berbicara empat mata dengannya.

Soobin tahu Kai pasti sudah memikirkan matang-matang keputusan yang ia ambil. Hoseok memang salah satu orang kepercayaan Soobin, dan juga sudah bersama Soobin sejak lama. Walau Soobin punya kuasa lebih atas Kai untuk tidak menyingkirkan Hoseok, tapi ia ingin Kai bekerja dengan orang yang benar-benar memahaminya. Lagi pula segala macam urusan mansion—termasuk Kepala Pelayan di dalamnya—adalah wewenang dari orang Nyonya Rumah—Kai paling benci disebut Nyonya. Jadi intinya, Soobin tidak bisa membantu Hoseok.

"Bagaimana kalau bergabung kembali dengan Arkas? Kau kan dulu partner Jackson yang paling setia."

Hoseok melotot mendengar kalimat super horor yang ia dengar dari mulut Soobin. "Kau gila? Jackson si gila bertarung itu memaksaku untuk selalu berduel dengannya! Karena itu aku memutuskan untuk mengikutimu ke ibukota dan membangun Hexagon daripada harus berduel dengannya seumur hidup."

Soobin tidak bisa menahan tawanya, begitu pula Jeon yang berdiri di dekat jendela. Semua orang tahu bagaimana dulu Jackson akan menyeret Hoseok untuk berduel dengannya setiap hari. Begitu Soobin mengutarakan keinginannya untuk pergi ke ibukota, Hoseok-lah orang yang paling bersemangat untuk ikut—alibi untuk melepaskan diri dari Jackson.

"Untunglah sekarang dia bertemu dengan Tuan Muda Kai."

Ya, kehadiran Kai adalah tameng terbaik bagi semua kesatria Arkas yang was-was kalau diajak berduel dengan Jackson. Dan selama Kai mau meladeni Jackson, dam-diam kesatria Arkas mengelus dada—senang akhirnya ada tumbal untuk Jackson.

Wajah Hoseok berubah menjadi murung kembali. Ia sudah sangat nyaman dengan pekerjaannya sebagai Kepala Pelayan, dan tidak memikirkan bahwa ada ribuan jenis pekerjaan lainnya di luar sana.

"Ah, bagaimana kalau menjadi Kepala Pelayan untuk Jeon?"

Hoseok dengan cepat mengalihkan matanya ke arah Jeon. Jeon juga tampak terkejut dengan usulan Soobin. Telunjuk Jeon menunjuk dirinya sendiri, "Aku?"

Soobin mengangguk, "Ya. Bukankah dalam waktu dekat ini kau akan pindah ke daerah kekuasaanmu? Pasti kau akan membutuhkan Kepala Pelayan bukan?"

Wajah Hoseok langsung berbinar-binar menatap Jeon. Seperti anak anjing. Jeon melipat bibirnya ke dalam, "Aku tidak yakin. Aku bahkan belum tahu daerah itu seperti apa."

Bahu Hoseok  menjadi lesu. Ia seolah kehilangan harapan.

"Tapi mungkin aku memang membutuhkan bantuan Hoseok hyung."

"Nah, nah, itu dia!" Hoseok menepuk tangannya di udara. Langsung menjadi ceria. Ekspresinya yang berubah cepat dari satu suasana ke suasana lain patut dipertanyakan. Dengan wajah cerah, Hoseok meninggalkan sofa empuk Soobin dan menghampiri Jeon, menepuk punggungnya bangga.

"Memang hanya Jeon yang mengerti, dan bersikap sopan padaku dengan memanggil hyung, tidak seperti seseorang," ujar Hoseok menyindir Soobin. Soobin memeletkan lidahnya tak peduli.

"Selamat Hoseok HYUNG, akhirnya kau tidak pengangguran lagi," ucap Soobin dengan menekankan kata hyung. Hoseok mendecakkan lidahnya.

"Hei! Anak ini memang," Hoseok terlihat kehilangan kata-kata, "Hanya jinak di depan Tuan Muda Kai saja."

Untuk yang satu itu, Jeon mengangguk setuju. Soobin hanya lembek di depan Kai saja. Kalau berhadapan dengan prajurit Arkas, Soobin tidak punya ampun. Para kesatria bahkan mengeluh karena frekuensi latihan mereka lebih padat dari pada saat dipimpin oleh Duke Choi sebelumnya. Tapi tidak ada yang berani berkutik.

Kenapa?

Karena Kai akan memelototi mereka semua kalau berani bertingkah aneh. Betapa pun menakutkannya Soobin, tetap Kai lebih menakutkan karena bisa menjinakkan Duke Choi muda itu.

___

"Hei, Kai. Sudah tidur?"

Soobin berbisik, menunggu reaksi dari laki-laki yang kini memunggunginya. Ia memperhatikan bagaimana napas Kai yang terdengar teratur, juga tidak ada jawaban apapun.

Yakin kalau Kai sudah terlelap, Soobin menatap langit-langit kamar. Di malam-malam yang sunyi seperti ini, biasanya Soobin memikirkan banyak hal yang tidak pernah ia bagi pada siapapun, bahkan pada Kai.

"Aku takut, Kai."

Soobin menggigit bibir bawahnya. Ia berujar lirih yang mungkin tak sampai di telinga Kai.

"Aku sangat takut kalau suatu pagi aku terbangun dan kau tidak ada di sisiku. Tidak ada dimanapun. Aku benar-benar takut."

Soobin berhenti, menarik napas panjang. Dadanya terasa sesak hanya dengan membayangkan kalau Kai akan pergi darinya suatu saat. Ia tidak ingin itu. Sama sekali tidak. Soobin tidak akan pernah bisa hidup tanpa Kai. Ia butuh Kai.

"Aku masih sering melihat wajah Count Eugene dan Countess Miya dalam mimpiku. Dan aku akan terbangun tanpa bisa tidur lagi. Aku selalu memimpikan hal-hal buruk yang terjadi sebelum aku bertemu denganmu Kai."

"Rasa bersalah karena telah melepaskan Count dan Countess Huening selalu ada, dan aku tidak akan pernah bisa lepas dari rasa bersalah yang menghantui itu. Aku sangat takut kalau kau akan menyalahkanku atas semuanya dan pergi."

Soobin menoleh ke kiri saat ia merasakan pergerakan halus dari Kai. "Kai? Kau terbangun?"

Kedua kelopak mata yang indah itu terbuka, bertatapan dengan netra Soobin yang terlihat berkaca-kaca.

"Kau mendengar semuanya, Kai?" tanya Soobin dengan suara parau. Kai mengangguk. Ia mendengar semuanya, tentang keluh kesah Soobin yang tak pernah ia tahu. Dibalik sifat kerasnya, Soobin mempunyai sisi lembut yang jarang sekali ia tampakkan di depan orang lain. 

"Kau menangis, Soobin-ah?"

Soobin cepat-cepat mengedipkan matanya sambil menggeleng. "Tidak," bohongnya. Mana mungkin ia memperlihatkan sisi lemahnya ini pada Kai?

"Kau menangis." Kai mengulurkan tangannya, mengusap pipi Soobin. Meski hanya diterangi cahaya bulan yang menyusup lewat celah jendela, Kai masih dapat melihat wajah Soobin dengan jelas. Bagaimana mata itu menatapnya dengan tatapan teduh.

Hati Kai menghangat.

"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Soobin-ah. Jadi jangan menangis."

Kai menghapus jarak di antara mereka. Ia memeluk pinggang Soobin, mengecup pipi Soobin dan tersenyum lembut.

Soobin mengerang, "Jangan menggodaku, Kai." Seketika tatapan Kai berubah nakal, "Menggoda seperti apa hm?"

Soobin mengumpat pelan saat tangan Kai yang tadinya berada di pinggang kini menyusup ke balik celana tidur Soobin, membelai bokongnya. Mereka berbaring menyamping dan saling bertatapan. Kai benar-benar... menggodanya dengan tangannya itu.

Melihat ekspresi Soobin, Kai tersenyum mengejek. Ia mendekatkan wajahnya dan berbisik di telinga Soobin, "Soobin payah," dan diakhiri dengan meniup telinga Soobin pelan. Reaksi yang Kai inginkan terjadi. Soobin mendesah tertahan saat telinganya ditiup pelan. Rahasia kecil ini Kai temukan di salah satu 'aktivitas' mereka.

Telinga Soobin adalah kelemahannya.

"Suara Soobin seksi," gumam Kai dengan suara lucu. Digoda demikian, mana mungkin Soobin diam saja. Ia menarik tangan Kai yang masih bergerilya di bawah sana, mencekal pergelangan tangannya.

"Kau yang menggodaku lebih dulu, Hyuka. Ayo tanggung jawab."

Kai terkekeh. Kantuk yang tadi menyerangnya sirna. Kai dengan cepat menduduki perut Soobin dan meletakkan kedua tangannya di dada Soobin. Tak hanya itu, Kai mulai menggesekkan bokongnya di antara paha Soobin. Mau tak mau laki-laki yang digoda Kai tampak mulai terbakar nafsu.

Soobin mengulurkan tangannya, membelai bibir bawah Kai dengan ibu jari. Alih-alih diam saja, Kai malah mengeluarkan lidahnya dan menjilat ibu jari Soobin dengan tatapan seduktif.

"Siapa yang mengajarimu seperti ini, Kai?"

Awal-awal hubungan, Kai biasanya pasif dan lebih banyak menerima perlakuan Soobin kalau mereka melakukan itu. karena itu Soobin heran Kai lebih banyak memulai akhir-akhir ini.

"Soobin yang mengajariku. Ingat?"

Kadang Kai dengan sengaja datang ke ruang kerja Soobin hanya untuk mengatakan, "Aku rindu Soobin. Boleh minta peluk?"

Dan kelakuan menggemaskan Kai yang lainnya. Soobin kadang bertanya-tanya apa mungkin perlakuan ini Kai lakukan untuk menghibur karena Soobin masih berkabung atas kepergian ayahnya? Ternyata walau tiga bulan telah berlalu, Kai masih sering melakukannya.

"Ah... anak pintar."

Ada serangan nikmat di antara paha Soobin saat Kai memajumundurkan bokongnya di sana. Meski terhalang pakaian, tubuh lembut Kai sudah membuat Soobin menggila.

Soobin menelan ludah susah payah saat Kai kini merebahkan diri di atas dadanya, mengendusi leher Soobin. Tidak, bukan hanya mengendus. Kai juga menjilat kulit lehernya.

Soobin menarikan tangannya di sepanjang tulang punggung Kai dan berlabuh di kedua bongkahan bokongnya yang sintal dan padat. Kai mendesah tertahan saat Soobin meremas keduanya.

"Enak, Hyuka?"

Kai mengangkat kepalanya, menatap Soobin dari jarak yang sangat dekat. Hembusan napas mereka saling beradu, berlomba-lomba untuk saling mendahului.

Bibir Kai yang belum Soobin sentuh basah oleh salivanya sendiri saat menjilat leher Soobin, mata sayu yang indah itu menatap matanya tanpa ekspresi, namun terlihat rapuh. Ah, betapa Soobin ingin mengacak-acak tubuh Kai, meluluhlantakkan laki-laki cantik itu dalam dekapannya.

"Sentuh aku, Soobin-ah."

Apa? Kai barusan mengantakan apa?

"Akhir-akhir ini aku selalu merindukan Soobin, entah kenapa. Kapanpun, yang ada di dalam pikiranku adalah Soobin. Setiap aku melihat orang-orang, aku teringat Soobin. Rasanya aku tidak bisa berpisah lagi dengan Soobin. Bagaimana ini?"

Soobin menggigit bibir bawahnya gemas. Kai yang ada di hadapannya ini... benar-benar menggemaskan. Ia tidak sadar kalau berbicara dengan nada lucu seperti itu hanya akan membuat Soobin semakin terbakar gairah.

"Ah!"

Kai berjengit kaget saat Soobin tiba-tiba menampar bokongnya gemas. Walau Kai menumpukan tubuhnya di atas dada Soobin, dengan mudah Soobin mendudukkan dirinya, menahan tubuh Kai agar berada di pangkuannya.

"Keluarkan milikmu, Kai."

Wajah Kai langsung memerah saat Soobin berkata demikian. Menurut, Kai menarik celana tidurnya ke batas lutut,  langsung menampilkan miliknya yang setengah menegang.

Tak membiarkan Kai menahan malu sendirian, Soobin melakukan hal yang sama pada dirinya. Ia kemudian menarik pinggang Kai, mempertemukan milik mereka berdua dalam genggaman tangan Soobin.

"S-Soobin-ah..."

Kai merasakan sensasi aneh saat miliknya dibelai bersamaan dengan milik Soobin. Aneh, tapi nikmat. Kai melingkarkan kedua tangannya di leher Soobin dan mempertemukan dahi mereka berdua.

Kai memejamkan mata, napasnya mulai tersengal karena rasa nikmat dari sentuhan tangan Soobin.

"Enak, Kai?"

Kai menjawab dengan anggukan kecil. Soobin yang melihat ekspresi Kai tersenyum kecil sembari mempercepat gerakan tangannya. Kini ia sendiri mulai terengah-engah.

Kai yang masih berpakaian, Kai yang menutup mata, Kai yang menggigit bibir bawahnya, dan ekspresi Kai yang kepayahan, semuanya membuat Soobin menggila.

"A-ah... Soobihnn... A-aku—"

Kai meremas bahu Soobin saat gelombang kenikmatan datang padanya. Seiring gerakan tangan Soobin yang semakin cepat, kepala Kai terlempar ke belakang, memamerkan leher jenjangnya yang indah, sementara ia sudah keluar lebih dulu.

Soobin yang masih mengejar pelepasannya mengendusi leher Kai, mencari kepuasannya sendiri di antara aroma tubuh Kai yang memabukkan. Tak lama, desahan panjang Soobin terdengar di antara ceruk leher Kai. Ia menghisap kulit leher Kai kuat-kuat saat memuntahkan cairan miliknya yang kini bercampur dengan milik Kai.

Keduanya terengah-engah, menikmati pelepasan singkat yang baru saja datang.

Soobin mengecup ringan bibir Kai, berkali-kali. Kai tersenyum lebar di tengah-tengah kecupan romantis itu.

"Siap untuk menu utama?"

Kai tahu apa arti dari ucapan Soobin itu. Ia mengangguk kecil dengan wajah memerah, pasrah 'diterkam' Soobin malam ini.

Soobin selalu menunggunya. Tidak membiarkan Kai kepayahan seorang diri, tidak bermain kasar dan selalu membisikkan kata-kata manis di telinga Kai saat mereka meraih puncak kenikmatan bersama.

"A-aku mencintaimu.. ah, S-Soobin-ah..."

"Aku juga, Kai. Selalu."

___

Musim dingin berlalu. Meskipun demikian, hawa sejuk udara di luar masih terasa. Di tengah-tengah perubahan musim itu, sebuah surat dengan emblem kerajaan tiba di mansion Duke Choi.

Isinya adalah berita duka mengenai Raja Seok Han yang wafat. Kesehatannya memang mulai terganggu karena ternyata selama ini Marquess Kim Namjoon selalu menyeludupkan racun di dalam makanan Raja. Jumlahnya sangat sedikit sehingga tidak pernah terdeteksi.

Saat racun-racun itu menumpuk di dalam tubuh, barulah ia bereaksi. Dokter terbaik pun tidak bisa menyelamatkan Sang Raja dari kematian. Racun itu sudah menyebar di seluruh jaringan tubuh selama bertahun-tahun.

Soobin sama sekali tidak merasa simpati mendengar berita duka tersebut. Baginya, dunia ini adalah abu-abu. Namjoon memang melakukan hal buruk dengan berusaha mengudeta Seok Han, tapi ia melakukannya atas dasar dendam karena Seok Han telah membunuh ayahnya.

Seok Han menemui karmanya sendiri.

"Dasar Namjoon, bahkan di dalam tanah pun ia masih berusaha membunuh orang."

Soobin menggelengkan kepalanya saat membaca surat formal tersebut. Ia juga tahu kalau Seok Jin sekarang sudah didaulat menjadi Raja, menggantikan Seok Han. Bersamaan dengan surat itu, Seok Jin juga mengundang Soobin dan Kai untuk datang ke perayaan pengangkatannya yang akan dilakukan minggu depan.

"Apa kita akan pergi?" tanya Kai dengan mata berbinar-binar. Soobin mengangguk kecil. Mana mungkin ia melewatkan hari penting hyungnya, orang yang ia dukung hingga naik tahta seperti sekarang ini.

"Apa Jeon dan Hoseok ada di sana? Taehyun juga?"

"Iya, mereka semua pasti ada di sana."

Jackson yang membawa surat itu ke ruang kerja Soobin melangkah mendekat.

"Sebenarnya... utusan pengirim surat ini memberi sebuah informasi yang tidak tertulis di dalam surat."

Soobin mengerutkan dahinya, "Apa itu?"

"Mengenai pemberontakan yang dilakukan Marquess Kim Namjoon, semua pengikutnya sudah mendapatkan hukuman dan juga denda yang setimpal. Tapi ada satu orang yang menghilang dan belum ditemukan sampai sekarang."

Kai menatap Jackson penasaran. Bagaimanapun ia juga ada disana saat Namjoon berusaha melakukan kudeta, meskipun gagal.

"Siapa?" tanya Soobin dan Kai bersamaan.

"Adik tiri Namjoon, Kim Taehyung."

_

_

_

YAK. TAMAT SAMPAI DISINI.

Nah, sekarang giliran kalian, wahai pembaca yang baik dan budiman, keluarkan semua uneg-uneg kalian selama membaca Middlemist. Disini, sekarang juga, sepanjang apapun itu, KELUARKAAAAN~

Berlaku juga untuk pembaca yang engga pernah nongol sekalipun ya, keluarkan semua yang ada di pikiran kalian. S e m u a.

Oke thank you untuk segala macam support kalian selama kurang lebih 50 hari sejak awal terbit Middlemist di tanggal 2 Desember 2019 sampe 18 Januari 2020.

Tapi... Middlemist jangan dihapus dulu dari library, mana tau ada extra part yang nongol, hehe.

Sampai jumpa di work lainnya!

Love.

Continue Reading

You'll Also Like

28.6K 3.4K 27
[END] Seharusnya dia mati di tangannya, bukan malah diajak berumah tangga. *** Dari masa depan ke masa lalu. Demi dendamnya, Haruto rela pergi dari...
152K 11.5K 38
Kwon Soonyoung, remaja 16 tahun yang sangat membenci paman-nya sendiri, Lee Seokmin. Pria 35 tahun yang menjalani hidup dengan berhura-hura, tidur de...
43K 6.7K 25
Watanabe Haruto, salah seorang aktor senior yang terpaksa mengikuti keinginan agensi untuk menutupi skandal yang tengah terjadi. Hingga dia tidak men...