.
.
.
21 Agustus 2019
Kicauan burung dan terangnya sinar matahari di pagi hari mengiringi tidur lelapnya seorang gadis cantik yang masih betah berjelajah dialam mimpinya. Tak ada niat untuk bangun dari mimpinya, tetapi seseorang datang dan mendekatinya.
“Bangun, bangun… dasar anak malas! Cepat bangun atau kamu akan terlambat sekolah” teriaknya
Gadis itu tidak bereaksi apapun. Dia hanya membalasnya dengan bergumam,
“Hm… 5 menit lagi bun”.
Mendengar jawaban anaknya, sang ibu pun melancarkan ancaman agar anak gadisnya itu bangun dan bersiap-siap untuk pergi sekolah.
“Baiklah, 5 menit lagi dan kamu berangkat dengan bus”.
Seketika kedua mata gadis itu terbelalak dan terlonjak kaget atas apa yang diucapkan oleh ibunya. Dengan cepat dia bangun dan beranjak dari ranjangnya untuk pergi ke kamar mandi dan bersiap-siap. Selesai mandi, Sana langsung menghampiri ibunya untuk sarapan dan berpamitan.
Minatozaki Sana, itulah namanku. Aku seorang mahasiswi tahun ke-3 di salah satu perguruan tinggi negri Bandung. Meskipun masuk perguruan tinggi negri bukanlah keinginanku, tetapi aku tidak ada pilihan untuk menolak kehendak bunda.
Pergi jalan-jalan dan bermain bersama teman adalah hal yang selalu ku inginkan, tetapi selalu dilarang oleh ayah. Hingga suatu malam, aku nekat untuk pergi bermain bersama teman-teman tanpa sepengetahuan ayah. Alhasil, aku dihukum oleh ayah untuk tinggal bersama nenek di desa.
Dan lebih parahnya lagi, bunda menyetujui hal itu. Habislah aku, tinggal di desa bukanlah yang ku harapkan. Oh tuhan tolonglah hamba-Mu ini…
“Besok kamu akan berangkat pagi-pagi sekali dan diantar oleh Pak Galuh. Pastikan barang-barangmu sudah siap dan tidak ada yang tertinggal!” kata ayah sambil memandangku dengan tatapan yang tajam dan suara yang tegas.
Aku hanya bisa menganggukan kepala sebagai jawaban. Setelah itu, aku langsung pergi menuju kamarku yang berada dilantai dua. Sudah ada dua koper berukuran besar yang berwarna hitam tergeletak diatas kasur. Sepulang kuliah tadi, aku sudah membereskan barang-barang yang akan dibawa untuk besok pagi. Aku berjalan menuju kasur dan menurunkan koper-koper tersebut dan disimpan di sebelahnya. Lalu aku bersiap untuk tidur, karena waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam.
“Sejujurnya aku tidak ingin malam cepat berlalu. Aku tidak ingin meninggalkan rumah ini dan teman-temanku, semoga aku tidak akan lama berada di rumah nenek”.
Keesokan harinya, Sana sudah siap dan akan segera berangkat ke desa.
“Sana, jaga diri kamu ya. Jangan nakal dan jangan membuat nenek repot. Turuti semua keinginan nenek dan menurutlah. Kamu mengerti, Sayang?” ucap sang bunda kepada anaknya.
Sana mengangguk dan memeluk bundanya sebagai ucapan perpisahan.
“Iya, bundaku sayang. Oh, ayah dimana bun? Kok dari tadi Sana tidak melihat ayah” Tanya Sana kepada bundanya.
“Ayah sudah berangkat kerja sayang. Ada rapat yang harus dihadirinya” jawab bunda.
Sana terlihat sedih karena tidak berpamitan dengan ayahnya. Melihat raut wajah sang anak, Bunda menenangkannya dengan menyampaikan pesan dari ayahnya.
“Tadi ayah titip pesan sama bunda, tolong sampaikan ke Sana ‘maaf ayah tidak bisa berpamitan dengan Sana, tapi sungguh ayah sangat sayang Sana. Jadi, berubahlah menjadi anak yang baik dan bisa membanggakan orang tua. Ayah sayang Sana, jaga diri kamu baik-baik disana’’.
Mendengar penjelasan bundanya, Sana tidak bisa menahan tangisnya. Ia terharu atas pesan yang diberikan oleh ayah untuk dirinya. Namun, ia langsung mengusap air matanya dan tersenyum.
“Terima kasih, tolong sampaikan kepada ayah, aku juga sangat sayang sama ayah. Beri aku waktu untuk berubah.”. pesan Sana kepada ibundanya.
Tak lama kemudian, pak Galuh sudah selesai memasukan semua barang-barang milik Sana.
“Permisi non Sana, semua sudah siap. Ayo kita berangkat sebelum jalanannya macet” ujar pak Galuh.
Sebelum masuk kedalam mobil, Sana mencium tangan dan pipi bundanya dengan lembut.
“Bun, Sana pergi dulu. Assalamu’alaikum”.
“iya sayang, pak galuh tolong hati-hati bawa mobilnya. Waalaikumsalam”.
Setelah masuk mobil, Sana membuka kaca mobil sambil melambaikan tangan kepada sang bunda.
.
.
.
.
.
.
.
Dan sekarang sudah sampai di rumah nenek ku tercinta. Setelah menghabiskan waktu selama 5 jam perjalanan yang panjang. Tidak seperti yang ku bayangkan, rumah nenek ini justru sangat… sangat… nyaman. Udara yang segar, pemandangan yang indah dan masih terdapat pohon-pohon besar yang menambah suasana sejuk hingga rasa lelah selama perjalanan terbayar oleh keindahan desa ini. Tak lama kemudian, nenek menyambut kedatangan kami.
“Akhirnya cucu nenek sudah tiba” kata nenek sambil memeluk aku erat. Aku membalas pelukan nenek yang hangat itu.
“Nenek, sudah lama aku tidak datang kesini. Aku rindu nenek”
“Terakhir kamu ke sini saat kelas 5 SD. Kamu sibuk dengan kegiatanmu di kota sana” kata nenek sambil mencubit pipiku.
Aku tersenyum mendengar celotehan nenek yang sangat antusias.
“Dan kamu bisa datang ke sini karena sedang dihukum oleh ayahmu”
Aku hanya bisa menunduk tanpa menatap wajah nenek saat ini.
“Sudahlah, sebaiknya kamu istirahat dan bawa koper-kopermu kedalam kamar” lanjut nenek.
“Baik, nek. Terima kasih. Sana masuk dulu”.
Keesokan harinya, Sana terpaksa bangun jam 5 pagi. Mengapa? Karena nenek meminta untuk ditemani pergi ke pasar. Pertama kalinya Sana pergi ke pasar tradisional, ia selalu menolak apabila bundanya meminta untuk ditemani. Bau amis daging dan ikan, ramai, dan ya suasana pasar pada umumnya membuat Sana ingin segera pergi dari sana. Saat hendak melarikan diri, Nenek menyadarinya dan segera menoleh kearahnya.
“Kamu kenapa? Mau kabur? Silahkan cucuku yang manis. Sampai bertemu dirumah” kata Nenek dengan nada mengejek.
Mendengar perkataan neneknya itu, Sana langsung cemberut dan mempautkan bibirnya.
“Maafkan aku, Nek” sesalnya. Dan merekapun melanjutkan kegiatan belanjanya.
•
•
•
•
Sesampai dirumah, Sana disuruh oleh Nenek untuk memeriksa sapi-sapi di peternakan. Mau tidak mau akhirnya Sana pergi ke peternakan sapi milik neneknya itu. Bau khas kandang sapi kini terhirup oleh Sana. Bahkan ia menahan nafasnya untuk sesaat.
“Uh, kalau bukan karena hukuman, aku tidak mau masuk ke kandang sapi ini. Membuat moodku buruk” gerutu Sana.
Saat hendak mengambil rumput, kaki Sana tersandung batu dan terjatuh. Tetapi Sana merasa aneh, karena tidak merasakan sakit ditubuhnya. Saat membuka matanya, Sana melihat seseorang yang sedang memeluknya. Sana pun tersadar dan langsung melepaskan diri dari pelukan orang itu.
“Apa kamu baik-baik saja?”
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Selamat pagi....
HSY