• AUTHOR POV •
Ketidaksengajaan Feira bertemu dengan Mervin hingga beberapa kejadian menyeramkan membuatnya percaya pada mahkluk mitologi jaman dulu.
Terlepas dari itu, Feira sama sekali tidak merasa takut saat bersama Mervin. Bahkan ia merasa sangat aman bila bersamanya. Mungkin saja karena Mervin adalah seseorang yang pertama kali Feira temui.
Feira merasakan hari-harinya begitu berwarna setelah kehadiran Mervin di kehidupannya. Kehidupan yang dulu begitu monoton tapi tetap Feira nikmati tanpa penolakan sama sekali.
"Waaah... Ini sangat menakjubkan, Mervin"
Feira menikmati pemandangan yang Mervin sajikan padanya dari atas pegunungan yang terletak di dalam hutan. Sebuah tempat yang sulit untuk di jangkau oleh manusia.
Mervin hanya tersenyum menatap Feira yang terlihat senang.
Feira dapat melihat semua isi Kolombia dari atas pegunungan dengan angin yang berhembus begitu menyejukkan.
Feira menyandarkan kepalanya di pundak Mervin menikmati keindahan alam yang begitu sempurna di hadapannya.
Mervin lagi-lagi dapat merasakan kehangatan dari tubuh Feira.
"Terima kasih, Mer---" Ucapan Feira menggantung saat ia tidak sengaja menatap Mervin yang juga menatapnya sejak tadi.
Dag...
Dig...
Dug...
Jantung Feira kembali terpacu begitu kencang membuat Mervin dapat mendengar suara detak jantungnya. Keahlian Mervin membuat ia mendapat keberuntungannya.
Wajah Feira memerah dengan jantung yang semakin tidak karuan.
Hembusan nafas Feira menyapu lembut wajah beku Mervin.
Feira yang menyadari itu menarik pandangannya dari Mervin agar jantungnya dapat kembali normal. Tapi, upaya itu gagal saat Mervin menarik wajahnya dan kembali menatapnya.
Jantung Feira seakan ingin terpisah dari tubuhnya. Wajah semakin merah di tengah kulit putihnya menatap kesempurnaan seorang vampir yang berada di hadapannya.
Mervin menelan salivanya menatap Feira yang begitu murni di hadapannya. Bahkan aroma tubuh Feira membuat Mervin sulit mengontrol dirinya.
"Kenapa Aku bisa bertemu denganmu, Feira?" Bisikkan lembut itu membuat perasaan Feira semakin tidak karuan.
"Astagaa... Perasaan apa ini, Feira?" Feira bergelut pada dirinya sendiri menanyakan perasaan yang sulit ia sendiri terka.
• FEIRA POV •
Mervin membelai lembut pipi ku membuat bulu kuduk ku meremang. Tidak ada orang yang pernah menyentuh ku sebelumnya kecuali dia.
Dia semakin lekat menatap ku yang berada sangat dekat darinya. Perasaan yang sulit terkontrol membuat Mervin semakin hilang kendali.
Mervin semakin dekat hingga Aku dapat merasakan hembusan nafas yang menyapu wajah ku.
Aku menelan saliva ku saat mendapati Mervin yang semakin mendekatkan wajah ke arah ku.
"Apa kau tidak takut padaku, Feira?" ia berbisik dengan suara beratnya ke telinga ku.
Aku hanya mengangguk tanpa melepas pandangan ku darinya.
Ia tersenyum tipis sebelum mencapai bibir ku kembali. Bahkan ia juga memamerkan kembali senyumannya saat jantung ku berdegub begitu kencang.
Aku seakan pasrah menerima bibir Mervin tanpa penolakan.
Mervin menarik tengkuk ku dan tangan kirinya yang melingkar pada perut ku dan membuat pepohonan serta hewan-hewan kecil menjadi saksi apa yang ia lakukan dengan ku.
Mervin semakin dalam mencicipi bibir ku, menyapu tengkuk ku yang membuat mata ku terasa berat dan seakan di paksa menutup merasakan kenikmatan yang di berikan olehnya.
Dia terus menyesapi leher ku di selama ciumananya pada bibir ku.
• MERVIN POV •
Aroma tubuhnya lagi dan lagi membuat Aku seperti orang gila. Aku mencoba menahan diri ku tapi sangat sulit. Ia bagaikan magnet buat ku seakan Aku terus ingin melumat bibirnya yang terasa manis di bibir ku.
"Shit!" Aku mengumpat.
"Mervin... " Ucapnya saat ia menarik bibirnya yang membuat ku tampak frustasi.
"Maafkan Aku, Feira. Aku sangat sulit mengontrol diriku"
Rasanya seakan sulit untuk berhenti. Aku menariknya dan menciuminya kembali. Aku semakin bernafsu menjalankan aksi ku yang di luar kendali.
Aku menarik tangannya dan mengalungkannya di leher ku dan dia dengan patuhnya mengikuti semua perintah ku. Dia begitu membuat ku lupa akan diri ku. Melepaskannya sangat sulit untuk ku.
Aku semakin di luar kendali membaringkan tubuhnya di atas batu gunung yang menjadi pijakkan ku berdua. Hal itu membuat ku semakin liar dengan ciuman yang ku berikan padanya. Aku berusaha sekuat tenaga agar mengontrol nafsu yang dapat menyebabkan Feira terluka.
Feira mengalungkan lengannya pada leher ku yang jenjang berada di atasnya. Hembusan nafas ku Sepertiny menyapu lembut pada wajahnya.
"Mmphh" Feira mendesah kecil membuat ku semakin menginginkan lebih.
"Shit!" Aku kembali mengumpat dalam hati saat perasaan ku semakin kacau.
Angin mulai berhembus begitu kuat dengan langit yang berubah menjadi gelap. Rintikkan hujan mulai membasahi ku dengan Feira di tengah aksi ciuman ku.
Buliran air hujan mulai membasahinya. Ia mendorong tubuh ku tapi upaya gagal karena Aku tidak memberikan akses agar ia menghentikan aksi ku yang sudah memuncak di kepala ku.
Derasnya hujan membuat ia yang terbaring di bawah langit yang gelap semakin sulit membuka matanya. Aku masih terus saja melumat bibir polosnya tanpa henti.
"Mervin... " Suara lembutnya memangil nama ku di sela ciuman kita berdua.
Aku memperlebar bola mata ku dan mendapati wajah Feira yang sudah memucat karena hujan dan cuaca yang menjadi semakin dingin.
"Feira..." ucap ku menatapnya dengan tatapan penuh kecemasan.
"... Hm, maafkan Aku. Sangat sulit mengontrol diriku. Maafkan, Aku" lanjut ku menyudahi aksi ku dan menariknya yang sejak tadi terbaring pasrah menerima ciumanan ku.
Aku menjadi begitu panik saat mendapati tubuhnya yang menggigil karena terlalu lama di bawah guyuran hujan. Aku sangat merasa bersalah padanya karena sulit menahan nafsu ku.
"Feira.. Apa kau baik-baik saja? Kau begitu pucat" ucap ku cemas.
"Hm.." Feira tidak dapat berkata banyak karena bibirnya yang mulai membeku dan biru.
Aku semakin panik. Bahkan Aku tidak dapat menghangatkan tubuhnya karena suhu tubuh ku yang terlalu dingin.
"Aku akan membawamu secepatnya kerumahmu"
Feira hanya mengangguk dengan bibir yang sudah membiru.
Dengan kekuatan ku berlari secepat kilat. Aku membawa tubuhnya yang menggigil kembali ke rumahnya.
Tampaknya Emma belum pulang membuat Aku bisa leluasa masuk dan merawatnya.
Aku membaringkan tubuh Feira dengan perasaan gelisah dan khawatir.
"Eit--Mervin Aku harus mengganti bajuku yang basah"
Aku menatap Feira dengan bajunya yang basah dan memperlihatkan lekukan tubuhnya.
"Ah.. Yah, Aku akan keluar sebentar"
Aku meninggalkan Feira yang tengah mengganti bajunya di dalam kamar lalu suara itu memanggil ku membuat Aku kembali masuk dan melihat kondisi Feira.
• FEIRA POV •
Aku memanggilnya setelah berhasil mengganti pakaian ku yang basah. Dia menatap ku dengan wajah yang cemas dan penuh rasa bersalah.
"Aku tidak apa-apa, Mervin" Ucap ku berusaha tersenyum untuk membuat ia merasa lebih baik.
"Tapi tubuhmu masih menggigil, Feira"
Mervin terlihat panik, ia tidak tau apa yang harus ia lakukan. Sepertinya, ini adalah pertama kali ia berada di posisi seperti ini. Ia tidak tau bagaimana cara merawat manusia yang sedang sakit. Karena di lingkungannya semua mempunyai kekebalan tubuh terhadap penyakit.
"Aku hanya butuh sesuatu yang hangat.. Kau bisa membuka lemari ku dan ambil selimut ku yang ada di dalamnya" pinta ku.
Mervin dengan gesit mengikuti perintah ku lalu membalut tubuh ku dengan beberapa selimut tebal yang berada di dalam lemari ku.
Bibir yang tadinya membiru sepertinya tampak sudah lebih baik.
"Aku minta maaf, Feira"
Mervin terus saja meminta maaf pada ku karena kehilangan kontrol pada diri karena ciuman itu.
"It's okay, Mervin. Aku sudah lebih baik" ucap ku kembali tersenyum menenangkannya.
"FEIRAAA!!!"
Teriakkan Emma mengejutkan ku dan juga Mervin.
"Emma?" Aku menatap Mervin panik.
Aku jelas dapat mendengar suara langkah kaki Emma pada bangunan kayu rumah ku.
Tap...
Tap...
Tap...
Suara itu semakin mendekat ke arah kamar ku. Sedangkan, Mervin masih berada di hadapan ku.
"Mervin.. Emma kembali. Kau harus sembunyi, dia tidak boleh melihatmu ada di kamarku" ucap ku semakin panik.
• AUTHOR POV •
(Suara pintu terbuka)
"Feiraaa??!.. " Emma mendekat dan terlihat panik mendapati tubuh Feira yang terbungkus selimut dan pucat.
"Apa kau sakit?" lanjutnya panik.
"Aku tidak apa-apa. Tadi, Aku terkena hujan saat kembali kerumah"
"Aku sudah bilang jangan terlalu jauh dari rumah, Feira!" raut wajah Emma terlihat begitu khawatir pada Feira.
"Iya.. Maafkan Aku" Balas Feira senyum.
"Baiklah.. Sekarang kau istirahat. Okay?" Emma meninggalkan Feira yang masih membungkus dirinya dengan selimut.
Feira mengangguk mengantarkan Emma menghilang dari pandangannya. Lalu tatapan itu beralih ke arah Mervin yang berada di sisi pojok lemarinya yang bersembunyi dari Emma.
Feira mengukir senyum lega saat Emma yang tidak sempat melihat keberada Mervin di kamarnya.
"Hm.. Apa itu juga keahlianmu?" goda Feira.
Mervin tersenyum sombong pada Feira di ikuti gelak tawa.
"Apa kau punya keahlian lain yang tidak Aku ketahui?" Feira menatap Mervin yang perlahan mendekat padanya.
"Hm... " Mervin menggantungkan kalimatnya menambah rasa penasaran dari Feira.
".. Aku sensitif pada suara, Aku dapat mendengar apapun itu yang berada di sekitarku"
"Seperti apa?" Tanya Feira penasaran.
"Seperti suara detak jantungmu saat Aku menyentuhmu, Feira" Batin Mervin.
Feira tampaknya masih menunggu jawaban dari Mervin.
"Ya.. Apapun itu. Bahkan Aku bisa mendengar apa yang Emma katakan di bawah sana"
"Really?" Feira terkejut dengan kemampuan Mervin.
Mervin mengangguk dengan memamerkan senyum mempesonanya.
"Feira... ? Dengan siapa kau berbicara?" Teriak Emma dari bawah kamar Feira.
"Ssssttt!!!" Pinta Feira menatap Mervin.
Melihat tingkah lucu Feira, Mervin hanya dapat tertawa tanpa melepas pandangannya.
*****
⤵
✔ Vote & Komen jangan sampai terlupakan~~
✔ Terima kasih sudah membaca~~