Usiaku kini sudah memasuki kepala dua sejak empat tahun yang lalu, belum begitu tua–menurutku. Dengan usia yang sekarang ini, banyak hal dibebankan kepadaku terutama berkaitan dengan kehidupan yang harus serba mandiri.
Aku tinggal di Kairo, sebuah kota terbesar di Timur Tengah dan bahkan dalam dunia Arab. letaknya di sebelah Utara Mesir, diapit oleh laut Mediterania di sebelah Selatan dan Teluk Suez di sebelah Barat. Kairo menjadi ibu kota Mesir, tak heran jika Kairo menjadi sebuah perkotaan yang padat dan ramai, karena merupakan satu-satunya pusat dari berbagai ragam kegiatan: perdagangan, industri, transportasi dan kegiatan-kegiatan umum lainnya.
Setiap jalan di kota ini dihiasi dengan pohon kurma yang menjulang tinggi, terlihat sesekali buahnya hanya muncul ketika musim panas tiba. Padatnya lalu lintas kendaraan di sekitar jalan raya membuat lengkap pemandangan sang ibu kota. Ciri khas bangunan disini setiap kali ku perhatikan mayoritas dibangun dengan bertingkat-tingkat menjulang ke atas, dihiasi dengan ukiran-ukiran unik serta di cat dengan warna kuning kecoklatan yang menjadi warna khas kota Kairo.
Semenjak usiaku memasuki 21 tahun, aku sudah berangkat meninggalkan Alexandria dan pergi menuju Kairo dengan dititipkannya aku kepada pamanku–adik dari babaku, bernama Mansyur Hussein: seorang kepala departemen perdagangan di kantor wilayah wazir Kairo, karena diterima untuk belajar di perguruan tinggi Ain Shams University, dengan jurusan bahasa dan sastra Arab.
*****
Tetiba.. pintu kamar dormitoriku yang berbentuk segi panjang berwarna putih dengan motif ukiran bunga berwarna coklat itu di ketuk dari luar, segera aku membukanya.
"rupanya kau belum siap juga, aileen?" tanya Aishee dengan bahasa aamiyah Mesirnya yang fasih meskipun bukan bahasa aslinya.
Aishee merupakan temanku sejak pertama kali belajar di Ain Shams. Perawakannya seperti wanita-wanita Iran pada umumnya, rambutnya coklat panjang, matanya tajam dihiasi dengan celak tebal, hidungnya yang mancung dan kulitnya yang putih membuat siapapun yang melihatnya terpesona karena kecantikannya.
"sedari tadi sudah bersiap, niat hati ingin pergi ke dormitorimu untuk menjemput, ternyata kau lebih dulu datang ke tempatku," jawabku juga dengan bahasa yang sama.
"mari kita berangkat.."
*****
Kami berdua keluar dari kamar, tak lupa aku mengunci pintu. Sambil berjalan di lorong-lorong panjang dormitori yang dihiasi bola lampu bohlam, seketika aku melihat seorang wanita tua sedang menyapu tangga-tangga koridor di gedung dormitoriku.
"Assalamu'alaikum, izzayyik, yaa jaddatiy?" Sapa ku padanya sambil mencium tangannya, sembari mengenalkan Aishee kepadanya.
"Wa'alaikumussalam, kuwaisah yaa habibatiy, hendak pergi kemana kalian berdua?" jawabnya menghentikan sejenak pekerjaannya dengan sapu yang masih ada dalam genggamannya, serta menoleh ke arahku dan Aishee.
"kami hendak pergi ke gedung seberang, Nek," jawabku sambil melirik Aishee.
"hati-hati di jalan dan segera pulang sebelum larut malam,"
"tamam, jiddah"
Segera setelah pamit dengannya, kami meneruskan perjalanan. Di tengah perjalanan, kemudian aku bertanya kepada Aishee:
"hendak kemana kita sebenarnya, Aishee?" tanyaku penasaran, memang sejak di kelas tadi dia hanya bilang padaku untuk bersiap-siap pergi ke suatu tempat pada sore nanti.
"kau begitu penasaran, Aileen. Lihat saja nanti kau pasti akan terpukau.." jawabnya bersemangat serta tertawa kecil–meledek.
****
To be continue ....
Hmmm... Penasaran kan, akan pergi kemana sebenernya Aileen dan Aishee?
Yuk, jangan lupa tulis komentar kalian yaa, kira-kira akan pergi kemana yaa mereka berdua?