Happy reading guys. .❤
"Sebentar saja, aku hanya ingin mendengar suaramu. Berada dalam dekapanmu, dan mengobati rinduku"
▪Rafael Gibran Samudra▪
***
Pagi di SMA Pelita, sudah dihebohkan tentang kabar meninggalnya Putri. Banyak anak-anak di SMA Pelita yang mengerubungi mading sekolah mereka, untuk memastikan kebenaran berita duka itu.
Sarah dan Ayu yang memang belum mengetahui kabar tentang kematian Putri pun hanya bisa menatap bingung ke arah segerombolan anak yang tengah mengerumuni mading. Karena, sebagian dari mereka menangis setelah melihat pengumuman yang ada di mading.
"Eh, ada apaan sih? Kok pada nangis gitu?" tanya Ayu ke teman sekelasnya yang bernama Kesya.
"Emangnya kalian berdua belum tau?" bukannya menjawab Kesya balik bertanya. Karena Kesya juga terkejut ketika mengetahui kedua sahabat dekat Putri belum mengetahui berita duka ini.
"Gimana gue mau tau, orang kita berdua aja baru nyampe," sahut Sarah bingung, karena Kesya juga tiba-tiba menangis.
Kesya menghela napasnya pelan, dia juga tidak kuat mengatakan semuanya. "Putri ... udah meninggal," ucap Kesya yang semakin terisak.
"Hah?! Lo pasti bercanda, 'kan?" tanya Ayu yang langsung berlari ke arah mading. Dan menyingkirkan semua anak yang mengerubungi mading dengan kasar.
Di sana sudah terpasang jelas foto Putri yang sedang tersenyum. Dan di bawah foto Putri juga banyak tulisan duka untuk Putri.
"Nggak! Ini nggak mungkin!!!" teriak Sarah dan Ayu histeris. Mereka berdua pun langsung menangis sejadi jadinya.
"Ini gak mungkin, 'kan?" tanya Ayu menatap nanar ke arah semua teman-temannya.
Teman-teman yang lain pun bingung akan menjawab seperti apa pertanyaan Ayu. Karena mereka semua tau, jika persahabatan antara Putri, Ayu dan juga Sarah itu sangat erat dan juga tulus.
Mereka berdua kini masih tidak menyangka jika Putri akan meninggalkan mereka secepat ini.
Mendadak tubuh Ayu pun limbung, dia pun langsung kehilangan kesadarannya. Beruntung dengan sigap Rio langsung menangkap tubuh Ayu. Dan langsung menggendongnya ke arah UKS, diikuti oleh teman-teman yang lainnya.
Sesampainya di UKS Rio langsung menidurkan Ayu di Brankar. Dengan sigap petugas UKS pun langsung bergegas menolong Ayu.
Sarah juga tidak henti-hentinya terisak di samping Ayu. Dia masih belum bisa menerima kabar duka ini.
Dan tidak berapa lama kemudian Ayu pun tersadar. Dan langsung menatap nanar ke arah teman-temannya.
"Bilang sama gue, kalau semua ini bohong," ucap Ayu yang masih lemas.
"Putri udah nggak ada Yu, lo harus ikhlas," balas Chika, kakak kelas mereka.
Ayu pun semakin terisak, dia harap semua ini hanyalah mimpi buruk. Dan bukan kenyataan. Jika pun benar ini mimpi buruk, dia ingin secepatnya terbangun dari mimpi buruknya itu.
Sarah yang sedari tadi terduduk di samping Ayu pun langsung berdiri. Dia tidak mau berdiam diri di sini. Dia ingin menemui sahabatnya untuk yang terakhir kalinya.
"Gue mau ke rumah Putri. Gue harap berita ini gak bener! Gue juga berharap gue masih bisa liat Putri tersenyum sama gue sekarang!" ucap Sarah yang langsung dicekal tangannya oleh Ayu.
"Gue ikut!" sahut Ayu lemah.
Semua anak yang melihat kedua sahabat yang sedang berduka itu, hanya bisa menatap mereka miris. Mereka juga tidak pernah menyangka jika Putri yang terkenal ceria dan periang itu akan pergi secepat ini.
Ayu dan Sarah pun langsung berjalan gontai untuk menemui Putri sekarang. Mereka berdua masih syok dengan kabar buruk yang baru saja mereka dengar.
"Ayo, gue anter kalian ke rumah Putri," ucap seseorang di belakang mereka yang ternyata Rio.
Melihat keduanya berjalan sangat lemas, Chika dan Kesya pun langsung menggandeng tangan mereka, untuk berjaga-jaga barang kali keduanya pingsan lagi di jalan.
***
Sesampainya di sana, sudah banyak peziarah yang datang ke rumah Putri. Tubuh Ayu dan Sarah pun semakin lemah, mereka tidak sanggup mempercayai jika sahabatnya memang sudah tiada.
Dengan kekuatan yang masih tersisa, Sarah dan Ayu terus berjalan mendekati pintu masuk rumah Putri. Mereka berharap semua ini hanyalah mimpi. Bahkan mereka berdua juga berharap, jika semua ini hanyalah Prank yang dilakukan oleh Putri untuk mengerjai mereka. Namun sepertinya, semua itu hanyalah harapan semu di atas hancurnya perasaan mereka.
Dan setelah masuk, hati kedua sahabat itu pun hancur. Tangis keduanya pecah, ketika melihat tubuh Putri yang sudah ditutupi kain putih yang menutupi seluruh tubuhnya.
Kini untuk terakhir kalinya, mereka berdua pun berusaha tegar untuk melihat wajah Putri.
Chika yang melihat semua itu juga terpukul, dia langsung membukakan kain yang menutupi wajah Putri. Wajah Putri yang biasanya selalu ceria, kini hanya wajah yang tersenyum kecil di hadapan mereka sekarang. Hati kedua sahabat itu seperti diremas-remas melihat Putri yang sudah terbujur kaku di hadapan mereka.
"Kalian harus kuat. Kalian nggak boleh nangis di depan Putri," ucap Chika menghapus air mata yang keluar dari mata kedua sahabat itu.
Karena sudah tidak kuat lagi, Sarah dan Ayu langsung pergi ke arah halaman samping rumah Putri. Dan di sana hanya ada Gibran, yang penampilannya berantakan semenjak kepergian Putri. Wajahnya pun sangat menyiratkan kepedihan yang teramat dalam.
Keduanya kini berjalan menghampiri Gibran yang masih sangat terguncang karena kepergian Putri yang sangat tiba-tiba itu.
"Kak?" ucap Ayu dengan suaranya yang bergetar.
Gibran yang tadinya melamunkan Putri, langsung tersadar dan menengok ke arah samping. Dia pun tersenyum samar, ketika melihat kedua sahabat Putri yang duduk di sampingnya sekarang.
Dengan perasaan mereka yang sama. Mereka bertiga mengingat kembali masa-masa bahagia yang pernah terukir bersama Putri, yang tidak akan pernah bisa terulang kembali.
Bara juga ikut bergabung bersama mereka. Dan duduk di samping Gibran, yang masih membisu semenjak Putri meninggalkannya.
"Gue tau, lo yang sangat terpukul, Gib. Gue tau cinta lo begitu dalam untuk Putri. Tapi lo juga harus tau, Putri masih di sini, di samping kita. Lo nggak boleh kayak gini, Gib," ucap Bara berusaha menguatkan sahabatnya, yang sangat keliatan sekali jika dia seperti orang yang sudah bosan untuk hidup.
Saat itu juga jenazah Putri akan segera di makamkan. Gibran yang sedari tadi terduduk sembari meratapi kepergian Putri pun langsung berdiri, dan berjalan gontai untuk ikut pergi ke pemakaman Putri, disusul oleh dua sahabat Putri dan juga Bara di belakangnya.
Bima juga masih menguatkan istrinya, yang berkali-kali pingsan. Clara dan Rafa juga berusaha untuk tetap tegar, untuk menguatkan kedua sahabatnya yang masih sangat terpukul, dengan meninggalnya buah hati mereka.
***
Setelah sampai di pemakaman, Gibrab, Bima, dan juga Rafa ikut turun ke liang lahat, untuk memasukan tubuh Putri ke peristirahatan terakhirnya.
Dan setelah proses pemakaman selesai. Gibran pun tidak bisa lagi menopang berat tubuhnya, hingga akhirnya tubuhnya langsung ambruk di atas makam Putri. Gibran pingsan. Sahabat-sahabatnya pun langsung mengangkat tubuh Gibran, dan membawanya ke dalam mobil.
***
Saat ini Gibran tengah berada di sebuah taman yang begitu indah. Dia pun bingung dengan tempat yang ditempatinya sekarang.
Namun kebingungannya pun sirna, ketika melihat satu sosok gadis yang tengah tersenyum bahagia menatapnya. Wajahnya pun sangat menyiratkan ketenangan dan juga kedamaian.
Melihat senyuman yang mengembang dari gadis itu, membuat Gibran berjalan tersenyum ke arahnya.
"Gib, kenapa kamu ada di sini?" tanya gadis itu, yang tak lain adalah Putri.
"Aku kangen sama kamu, Put," balas Gibran yang masih tersenyum bahagia menatap gadis yang sangat dicintainya.
"Aku bahagia sekarang, Gib."
"Aku tau," sahut Gibran yang matanya kini mulai berkaca-kaca.
"Tapi, tempat kamu bukan di sini. Suatu saat nanti, aku pasti akan ajak kamu ke sini. Tapi, bukan sekarang," ucap Putri tersenyum hangat ke arah Gibran.
"Kenapa kamu harus tinggalin aku, Put?" sahut Gibran yang kini tidak bisa lagi membendung air matanya.
"Ini sudah menjadi jalan kita, Gib. Aku harap kamu bisa hidup bahagia, walaupun tanpa aku," ucap Putri menatap sendu ke arah Gibran.
"Tapi aku nggak bisa hidup tanpa kamu," ucap Gibran yang masih berharap bisa bersama lagi dengan Putri.
"Aku nggak akan pergi ke mana-mana. Karena aku akan selalu ada di sini, di hati kamu," ucap Putri sambil menaruh telapak tangannya di atas dada bidang Gibran. Dan tersenyum lembut menatap wajah Gibran.
Saat itu juga taman yang sangat indah itu pun menghilang. Berganti dengan kegelapan yang menyelimutinya sekarang. Dan suara panik itu pun terus terdengar di dalam rungunya.
"Putri!" teriak Gibran, ketika tersadar dari pingsannya.
Semua sahabat dan juga kedua orang tua Gibran pun langsung menatapnya sedih. Mereka semua tau, jika Gibran sangat kehilangan Putri.
Gibran menatap wajah orang-orang yang mengelilinginya satu persatu. Dan ketika sadar tidak ada wajah Putri di sana, Gibran pun langsung berteriak, "Pergi!" raung Gibran, yang semakin membuat orang-orang di sekitarnya terpukul.
"Kita akan pergi, Gib. Lo harus kuat yah?" ucap Bara berusaha menguatkan Gibran. Setelah itu Bara pun keluar dari kamar Gibran, disusul oleh teman-temannya yang lain.
"Sayang, kamu nggak boleh kayak gini, Nak," ucap Clara lembut. Dia tidak sanggup melihat putra kesayangannya hancur seperti sekarang.
"Keluar, Ma," ucap Gibran lirih. Dia memang masih ingin sendirian saat ini.
Melihat putranya bersikap seperti itu, Clara dan Rafa pun langsung keluar dari kamar Gibran. Mereka menyadari jika Gibran memang butuh waktu untuk sendiri sekarang.
***
Tbc. .
Jangan lupa vote dan comment yah. . 😘
Hiks Gibran 😭😭😭
Peluk sini peluk😭
Maafin author yah😭🙏
Makasih yang udah mampir❤
See you next part👋
Salam♡ ufiadfianz