SWEET TALKER 2

By Raibdbux_

39.1K 4.9K 427

Kehidupan terus berlanjut, tidak peduli berakhir dengan siapa dan seperti apa. -Kim Dahyun. #1 Dahyun (04/Ap... More

Waktu
Jeda dan Tanda
Sembunyi
Rindu dan penantian
Musim Temu
Janji
Wedding Party (Long Chapter)
Hujan Kenangan
Confused
Trust Me, CEO
Pertemuan
Mantan
What's wrong?
Tuan Kim (Long Chapter)
Fake Reason
C I N T A
Who are you?
SIGNAL
Teman Biasa
Orang Asing
Tokyo in Love
Shimmering
Teman Baru
Happiness
Quality Time
F R I E N D S
Pulang (Long Chapter)
Kau anakku, Kim Dahyun.
CEMBURU
Boyfriend
Just a friends
Unknown
It's hurt, Dahyunie
Page 1 (Long Chapter)
Tentang Kamu
Bad News
Break Up 💔
Distressed
Stuck on You
Musim Semi
TROUBLE (Long Chapter)
JENDEUKI
JENDEUKI 2
Pengganti Sakura
Love Foolish
Someone like me
Not Alone
Our Kids (Long Chapter)
EPILOG

Single CEO (Long Chapter)

678 87 3
By Raibdbux_

Dahyun POV

Aku menghembus napas panjang, sebelum akhirnya masuk kedalam ruangan meeting. Sekretaris Yoo terus saja menatap ku khawatir, bahkan dia mengabaikan gadis yang menjadi penerjemahnya.

Dua orang pria yang kutau berperan menjadi saksi sudah duduk rapi di meja panjang yang ada disana.

"Senang bertemu denganmu, CEO Kim" sapa Direktur Choi

"Ne. Direktur Choi" jawabku seraya menjabat tangannya.

"Good luck, Nyonya Kim"

Aku tersenyum, ikut membungkuk saat Direktur Lim membungkuk kearahku.

Mereka kembali duduk ditempat masing-masing. Aku duduk di depan mereka, menatap cemas bangku kosong yang ada di sebelahku. Lebih tepatnya bangku yang berada di tengah-tengah meja panjang itu.

Entahlah, bagaimana sikap Sana yang akan ditunjukkan padaku nanti.

Aku menoleh kearah Sekretaris Yoo yang berdiri tidak jauh dari meja. Sedikit berbincang dengan gadis disebelah nya, namun matanya sesekali menatap kearahku.

Cklek

Suara pintu terbuka mengambil atensi kami yang ada di ruangan. Direktur Choi dan Lim langsung berdiri dari tempat nya dan memberi hormat pada gadis yang muncul dari balik pintu.

"Selamat datang, CEO Minatozaki" sapa mereka dengan bahasa Jepang.

Aku ikut berdiri, sedikit ragu untuk menatap manik coklat miliknya. Kemudian mataku berpindah, melihat gadis yang berjalan di belakang Sana. Wajahnya nampak terkejut saat melihatku.

Mina.

Tentu saja aku mengenalnya. Tapi dia seperti tidak mengenalku.

Seperti nya Sana memang masih marah padaku.

"Aku seperti pernah melihat mu"

Suara Sana mengejutkanku, aku pun langsung menatap wajahnya lekat.

"Kau tentu pernah melihat nya, CEO. Dia seorang pemimpin yang hebat dan cerdas. Sama sepertimu" jawab Direktur Lim

Sana sedikit berpikir, alisnya menyatu. Aku tidak begitu paham dengan sikapnya yang-- sedikit aneh?

Yang benar saja. Kenapa dia harus pura-pura tidak mengenalku didepan mereka? Astaga. Hatiku begitu sakit menerima semua ini.

Mina mendekat kearah Sana, membisikkan sesuatu. Sana terlihat mengangguk, lalu menyuruh Mina untuk berdiri di samping Sekretaris Yoo.

"Ayo silahkan. Kita bisa memulainya sekarang" ucap Sana

Direktur Lim dan Choi mengangguk, lalu kembali duduk. Aku hanya menatapnya, masih merasa tidak percaya dengan tingkah Sana.

"CEO, duduklah" suara Sekretaris Yoo menegurku.

Aku berusaha menenangkan pikiranku, jangan sampai situasi ini membuatku melupakan apa yang sudah ku pelajari untuk memenangkan tender ini.

Beberapa menit kemudian, Sana mulai menyampaikan segala gagasan dan ide nya untuk meyakinkan bahwa perusahaan nya mampu mengelola proyek besar ini dengan lebih baik. Aku memperhatikan nya, bagaimana sorot mata itu benar-benar terlihat sangat berbeda saat menatapku.

Jika pun aku marah padanya, aku tidak akan pernah melakukan hal sejauh itu. Pikiran ku masih tidak bisa fokus, situasi ini benar-benar menggangguku.

Jantungku tiba-tiba berdegup kencang saat mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu. Apa Sana sedang melakukan hal yang pernah kukatakan padanya?

~~
Bukankah hidup penuh dengan persaingan? Yang tidak bisa bertahan akan mati perlahan. Dan yang menang menikmati hidup nya dengan kesepian dan rasa bosan.

"Sana-yaa?"

"Ne"

"Mau berjanji padaku?"

"Shirreo!"

"Waeyo?" Tanya Dahyun menatap wajah Sana dengan lekat.

"Kemarin-kemarin kau juga menyuruhku untuk berjanji padamu. Dan lihatlah, apa yang terjadi? Aku tidak bisa melihatmu seperti itu lagi"

Dahyun tersenyum. "Kali ini bukan untukku, tapi untuk kita"

"Berjanjilah untuk terus percaya padaku. Di masa depan, bahkan saat kau dan aku tidak bisa saling menyapa meski berada di ruangan besar yang sama" sambung Dahyun

"Mwo? Apa maksudmu?"

"Kau percaya perubahan?"

Sana mengangguk

"Percaya dengan takdir yang sering terjadi tidak sesuai dengan keinginan kita?"

Sana mengangguk lagi.

"Bersiap-siaplah, suatu saat nanti kita akan bertemu di waktu itu"

"Yah Dahyunie! Kau bicara apa ha?"
~~

"CEO Kim?"

"Eh iya?!"

"Astaga. Kau melamun? Sekarang giliran mu menyampaikan semua gagasan dan ide yang perusahaan kalian miliki" ucap Direktur Lim

Dengan sedikit ragu, aku kemudian bangkit berdiri. Menyalakan laptop dan menghubungkannya pada layar LED di depan kami.

Setengah jam berlalu, semuanya sudah kusampaikan. Direktur Lim dam Choi terlihat berdiri sambil bertepuk tangan.

"Woah. Ide mu sangat brilian, CEO. Aku tidak pernah mendengar perencanaan yang begitu detail seperti pemikiran mu. Kau sungguh luar biasa" puji Direktur Choi.

"Aku setuju. Tapi CEO Kim juga butuh memasukkan poin-poin gagasan milik CEO Minatozaki. Jika semua berjalan sesuai dengan poin yang dibutuhkan, hasil nya akan sangat baik. Bukankah proyek ini memiliki peluang yang sangat tinggi jika di kerjakan lebih akurat? Kurasa kalian bisa bekerja sama" saran Direktur Lim

Aku kembali duduk. Memikirkan kalimat terakhir yang dilontarkan Direktur Lim. Memang itu yang ingin aku lakukan, setidaknya salah satu di antara kami tidak ada yang dirugikan.

Sana nampak berpikir, seperti nya dia kurang setuju dengan saran itu.

"Tidak bisa, Direktur Lim. Ini sebuah persaingan. Harus ada yang menang dan kalah. Lagipula, perusahaan kami tidak pernah bekerja sama sebelumnya. Bukankah ini terlalu beresiko?" Ungkapnya.

Aku terdiam. Menatap kecewa kearah Sana yang sama sekali tidak memandangku seperti sahabat nya. Dia hanya memberiku tatapan seperti seseorang yang menatap musuhnya.

Angkuh

Ambisius,

Aku benci melihat nya menatapku seperti itu.

"Tapi CEO, benar apa yang dikatakan Direktur Lim. Kita bisa membangun proyek ini bersama. Perkara perusahaan kita yang tidak pernah melakukan kerjasama, bukankah itu hal yang tidak baru? Ada banyak perusahaan yang tidak melakukan kerja sama sebelumnya namun akhirnya menjadi saling mendukung setelah melakukan kesepakatan."

"Tolong percaya padaku, perusahaan ku akan bekerja keras untuk mengimbangi kemampuan perusahaan kalian. Kami akan melakukan yang terbaik untuk proyek ini. Aku mohon" sambung ku.

Aku menatap sekilas Sekretaris Yoo yang nampak terkejut mendengar ucapanku.

"Kenapa kau memohon padaku? Apa seperti ini yang selalu kau lakukan? Melakukan banyak negosiasi agar mendapat keuntungan?" Jawab Sana.

Tidak pernah.

Aku tidak pernah melakukan hal semenjijikan ini sebelumnya. Aku selalu menerima sebuah kekalahan, mengakui bahwa masih ada banyak orang yang lebih baik daripada diriku.

"Apa maksudmu, Nona Minatozaki? Aku belum mengakui kekalahanku. Lagipula, nilai kita seri sekarang. Ide dan gagasan kita seimbang. Aku hanya menawarkan sesuatu yang akan menimbulkan banyak manfaat untuk perusahaan kita berdua. Apa itu salah?" Sangkalku.

"Seperti melakukan hubungan pertemanan? Tidak semudah itu, CEO Kim. Aku tidak butuh hal-hal yang berbau rasa kasihan. Aku bisa melakukan hal yang lebih dari ini. Kurasa perusahaan mu tidak mampu menyeimbangi kemampuan kami. Aku tidak mau mengalami kerugian."

Astaga. Sifat Sana yang memang angkuh dan keras kepala ini, tidak pernah kubayangkan jika dia akan menunjukkan nya padaku.

Sorot matanya begitu tajam. Aku mencoba masuk kedalam tatapan nya. Berusaha mencari dimana gadis yang sudah bertahun-tahun menjadi sahabatku.

Yang selalu bertingkah manja dan kekanakan padaku.

Yang sudah berjanji untuk selalu percaya padaku,

Dimana dia?

"Aku tau kau hebat, Nona Minatozaki. Bahkan lebih dariku. Kau lebih dulu memahami semua ini sebelum aku. Itu sebabnya kau selalu merasa yang paling hebat di antara semua orang. Karena kerja kerasmu. Karena masa mudamu yang kau habiskan untuk mengurus semua perusahaan milik ayahmu. Aku mengakui. Jadi terserah kau saja. Aku tidak pantas bekerja sama dengan perusahaan mu itu"

Hatiku sesak saat mengatakan nya. Tidak peduli dengan nama perusahaan yang selama ini tidak pernah terdengar buruk. Orang-orang selalu memuja dan kagum dengan perusahaan yang selama ini aku pimpin.

Eagle's Corp.

Baru kali  ini aku mendengar apalagi membiarkan seseorang menganggap nya rendah. Tidak bernilai atau pantas bersanding dengan perusahaan nya.

"Darimana kau tau semua itu?" Tanya Sana yang membuatku menatap nya heran.

Dari mana aku tau? Astaga. Dia sungguh menguji kesabaranku.

"Tolong jangan mempermainkanku. Jika kau marah dengan apa yang ku lakukan padamu,  jangan membawa masalah pribadi kedalam pekerjaan! Bersikaplah profesional, CEO!"

Ucapku dengan sedikit meninggikan suaraku. Direktur didepan ku nampak terkejut, begitu juga Sana.

"Sekarang terserah kau saja. Aku tidak peduli jika kalah memenangkan tender ini. Kurasa kau benar, kau yang paling hebat. Ambil saja semua ide dan gagasanku. Kau bisa menggunakannya untuk mempermudah kerjaanmu."

Aku lalu berdiri, menatap dua Direktur yang mematung melihat tindakanku.

"Direktur, aku permisi. Kurasa perusahaan milik nya lebih pantas mengelola proyek ini." Ucapku.

"Tapi, CEO. Jika kau menyerah, kau harus membayar--"

"Ne aku tau apa saja konsekuensi nya. Kau tidak perlu khawatir, aku akan menyiapkan uangnya. Permisi" ujarku memotong ucapan Direktur Lim.

Dengan segera aku keluar dari ruangan itu, Sekretaris Yoo mengekor dibelakang.

Aku tidak pernah membayangkan jika semuanya akan berakhir seperti ini. Bagaimana ini? Perusahaan kami jelas harus menanggung kerugian karena biaya proyek itu sangatlah besar. Dan kami harus merelakan investasi yang sudah di tanam pada proyek itu begitu saja.

"Kita langsung pulang saja, Unnie"

"Mwo? Bagaimana dengan..."

"Apanya yang bagaimana? Kita sudah kalah."

"Kau menyerah?"

Aku terdiam. Menatap wajah Sekretaris Yoo dengan lekat. Seperti nya dia kecewa dengan keputusanku.

"Aku akan mundur dari jabatan itu. Ah aniya, seperti nya Papa akan terlebih dulu melakukan nya. Dia tipe orang yang tidak mau menerima sebuah kesalahan. Kecuali aku.

Dan kesalahan tidak akan diterima untuk kedua kalinya. Aku sudah memikirkan hal ini sebelum nya. Unnie bisa kembali ke Korea. Bekerjalah dengan Nayeon Unnie. Dia bisa menjamin kehidupanmu" ucapku panjang lebar.

Memang benar kan? Berita kekalahan ini pasti dengan cepat sampai ke telinga Papaku. Dia tidak akan tinggal diam mengetahui aku yang sudah menjatuhkan nama baik perusahaan nya.

"Apa yang kau lakukan? Tentu saja aku--"

Kring..kring...

Ponsel Sekretaris Yoo berbunyi, dia dengan cepat mengangkat nya. Setelah panggilan terputus, dia menatapku. Aku jelas tau dengan siapa dia berbicara.

Itu pasti Papa.

"Aku permisi. Maaf membuat mu kecewa. Kau bisa kembali ke Korea besok. Aku akan tetap disini untuk beberapa hari. Dan tolong, jangan beritahu Tuan Kim jika aku masih disini" ujarku kemudian pergi dari gedung itu setelah menghentikan taksi.

Didalam taksi, aku mengeluarkan semua air mata yang sedari tadi ku tahan. Sekretaris Yoo bahkan tidak menahan ku saat hendak pergi meninggalkan nya.

Papa pasti menyuruhnya untuk kembali ke Korea. Meninggalkanku. Selalu saja, dia mengambil semua orang yang ada di dalam kehidupanku.

...

Desiran angin malam menerpa kulit wajahku. Aku memejamkan mata, merasakan kesejukan sekaligus rasa hangat yang sedang menyelimuti tubuhku.

Berdiri di balkon sembari memandang keindahan kota Tokyo dimalam hari. Rasanya baru kemarin Sekretaris Yoo berada di sampingku. Memeluk tubuh ku dengan hangat.

Namun malam ini, aku harus membiarkan diriku sendirian lagi. Setelah kembali dari Kantor Sana, Sekretaris Yoo memilih untuk langsung kembali ke Korea. Dia bahkan tidak mengatakan apapun padaku.


"Aku menarik semua kata-kata ku padamu dulu, Sana-Chan. Seperti nya aku salah saat mengatakan kalau seorang yang tidak bisa bertahan akan mati perlahan. Dan yang menang akan menikmati hidup nya dengan rasa bosan dan kesepian. Salah. Nyatanya aku malah merasakan keduanya sekarang"

"Bagaimana? Bukankah kehidupan ini sama seperti sebelumnya? Apa beda nya? Kenapa kau terus membuatku kembali berpikir jika kebahagiaan itu tidak pernah ada?"

Suara deru klakson mobil bersahutan dibawah sana. Seakan mengiyakan semua yang kukatakan. Malam semakin larut, tapi tidak kunjung mengheningkan pikiranku yang semakin kalut.

🎶Kimi ga ita kara soba ni itekureta kara mayowazu ni aruite koreta no🎶

Aku menoleh, mendengar suara ponselku berdering dengan begitu kencang. Kemudian aku berjalan masuk kedalam kamar untuk mengambil nya.

"Jaehyun? Untuk apa dia menghubungiku?"gumamku heran saat melihat nama nya di layar ponselku.

"Yeobseo?"

"Nonaaaa!"

Aish. Suara nya kencang sekali, aku hampir menjatuhkan ponselku karena terkejut.

"Ne ada apa?" Jawabku sembari kembali berjalan ke luar balkon.

"Kau sedang apa?"

"Sedang menikmati keindahan kota diatas balkon. Kenapa?"

"Jinjja? Jangan lupa memakai jaket tebal atau selimut. Disana pasti dingin"

Eh. Aku bahkan hanya mengenakan piyama tipis. Tapi benar juga, aku baru merasakan dinginnya sekarang.

"Hei kau baru merasakan nya? Itu sebabnya kau berjalan masuk ke kamar untuk mengambil selimut. Benarkan?"

Astaga. Darimana dia tau? Pasalnya aku memang sedang berjalan masuk kedalam kamar. Tanganku bahkan sudah terulur untuk mengambil selimut.

"Nona?"

"Eh iya. Kenapa?"

"Apa dugaanku benar? Kenapa kau diam saja?"

"Ti-tidak. Aku memang sudah memakai jaket tebal. Aku tidak sebodoh itu" bohongku.

"Yah~ Biasanya instingku selalu benar jika mengenai dirimu. Seperti nya aku harus sering memikirkan mu lagi"

Mwo?! Apa dia bilang? Memikirkanku? Ya Tuhan. Apa Jaehyun sungguh masih mencintaiku? Bahkan setelah 7 tahun tidak pernah bertemu?

Ah tapi tidak mungkin. Chemistry yang pernah kita lalui selama High School bahkan tidak cukup untuk membuat sebuah perasaan bertambah kuat.

Astaga. Mungkin dia bersikap seperti itu hanya karena merasa bersalah dulu pernah menyakitiku.

Bukankah begitu?

"Yeobseo? Nona? Apa kau sudah tertidur? Apa suaraku begitu menenangkan sehingga membuatmu mengantuk? Hei. Apa sekarang kau sedang duduk termenung di atas kasur?"

Apa lagi ini? Kenapa dia juga tau kalau aku sedang duduk diatas kasur? Apa dia seorang cenayang?

"Ne. Maaf. Aku sedang banyak pikiran"

"Kau memikirkan apa? Apa kau sedang merindukan suamimu?"

"Eh?"

"Nona? Apa aku boleh mengatakan sesuatu padamu? Tapi kau harus berjanji tidak marah padaku"

"Iya. Katakan saja"

Aku sedikit gugup saat mendengar ucapannya. Apa yang hendak dia katakan? Terdengar helaan nafas berat yang kudengar disebrang sana.

"Tidak jadi. Hehe. Aku lupa hendak mengatakan apa. Sudah ya, Nona. Aku mengantuk. Kurasa aku salah, bukan suaraku yang menenangkan. Tapi suaramu, buktinya aku sampai mengantuk. Terimakasih sudah mau menjadi temanku lagi"

"Eh iya iya. Tidak masalah"

"Jaljayoo Nona"

Aku hendak menjawab nya tapi dia sudah mematikan panggilan nya sepihak.

Ku lempar ponselku diatas ranjang. Lantas membaringkan tubuhku. Rasanya begitu melelahkan. Tapi, entah mengapa setelah berbicara dengan Jaehyun membuat pikiranku terasa lebih ringan.

Tiba-tiba saja semua kenangan semasa High School dulu kembali melintas dipikiran ku. Aku rindu masa-masa itu. Tidak peduli bagaimana sakit dan sepi yang kurasakan saat berada didalam rumah.

Saat berada di sekolah, semua seakan lenyap begitu saja. Ada banyak sahabat yang selalu menghibur dan juga menjagaku.

Taeyong, Jihoon, Eunbi, Sana....

Dan mungkin saja,

Jaehyun?

Aku teringat kejadian dulu saat pertama kali bertemu dengan namja aneh itu. Sangat menggemaskan, bahkan darahku selalu naik saat melihat wajahnya. Jaehyun yang malang. Atau lebih tepatnya dia selalu muncul saat suasana hatiku sedang tidak baik.

Aku hendak mengirim pesan pada Eunbi. Mungkin saja setelah bertanya bagaimana kabarnya juga akan sedikit menghiburku.

Ting!

Ponselku sudah terlebih dulu menyala. Aku segera mengambil nya lagi. Astaga. Aku sampai terbangun duduk melihat lagi-lagi nama Jaehyun yang tertera disana.

Mataku terbelalak saat membuka pesan darinya. Astaga, pesan nya panjang sekali.

Namja Aneh

Dahyunie? Kau msh terjaga? Apa sekarang kau sama sepertiku? Bernostalgia tentang masa lalu kita? Ah. Kenapa harus kita? Memang nya kisah apa yg bisa kita jadikan kenangan?

Entahlah Dahyunie. Rasa bersalah itu selalu saja menghantuiku. Maafkan aku pernah bertingkah bodoh padamu. Aku menyesal. Bahkan sangat menyesal.

Aku baru menyadari, setelah kau terluka begitu dalam karenaku. Dan tentu saja. Aku tak lagi pantas utk kembali padamu.

Tapi saat ini, setelah bertahun-tahun kisah itu terjadi. Aku kembali ingin mengungkitnya lagi. Mungkin saja kau lupa. Tapi untuk rasamu dimasa lalu. Aku minta maaf pernah melukaimu di waktu itu. Sungguh, aku hanya merasa tidak yakin dengan perasaanku.

Apakah aku benar mencintai mu, atau hanya sekedar mengagumimu. Hei, Dahyunie. Kenapa ini terasa sakit untuk ku? Aku menunggu mu selama ini. Meyakinkan perasaanku bahwa aku memang sudah sangat jatuh kedalam cintamu.

Tapi, aku terlambat bukan? Hatimu sudah ada yang mengisi. Apa yg dilakukan pria itu sehingga merebut nya dariku? Harusnya aku yg berada di posisi nya. Harusnya Rayeon yang memanggilku dengan sebutan Daddy.

Harusnya-- astaga. Aku sungguh tidak tau jika harus berakhir seperti ini. Tolong maafkan aku. Aku akan berusaha mengubur semua perasaan ini. Bukankah ini salah?

Aku minta maaf. Semoga kau masih mau berteman denganku. Izinkan aku menjadi satu-satunya paman tampan untuk anakmu itu. Maaf.

Hah. Apa yang kulakukan? Kenapa dia bisa memiliki perasaan sedalam itu padaku? Apa aku terlalu berlebihan padanya? Aish. Sejak kapan aku menangis hanya karena membaca pesan seseorang yang menyatakan perasaannya padaku?

Bukankah selama ini ada banyak sekali orang yang mengatakan cinta nya padaku? Aku bahkan mengabaikan nya dengan begitu mudah.

Tapi ini? Kenapa aku seakan merasakan apa yang dia rasakan?

Apa aku--

Juga menyukainya?

Dengan ragu, aku mulai mengetikkan sesuatu untuk membalas pesan nya. Mungkin ini salah, tapi aku akan berusaha membalas perasaan nya.

Jaehyun terlihat tulus, dari apa yang dia lakukan akhir-akhir ini padaku. Mungkin ini saatnya, entahlah. Apakah berakhir dengan penyesalan karena melakukan kesalahan untuk kedua kalinya atau memang inilah akhir dari semuanya.

Namja Aneh

Kau terlalu banyak bicara,
Jaehyun-ssi.

Ne. Aku tau. Aku minta maaf.
Kau marah?

Kenapa aku harus marah?

Karena aku dg tdk malunya mengungkit masa lalu.

Kau ingin aku membalas
perasaanmu?

Eh tidak. Aku tidak akan memaksamu. Maaf, kau bisa mengabaikannya.

Kalau aku tdk mau?

Apa maksudmu?

Besok datanglah kesini. Dan
katakan baik-baik padaku.
Aku akan membalas perasaanmu

Apa ini Dahyunie? Aku tdk paham

I'm single.

~~

Setelah mengetik pesan itu, aku langsung mematikan ponselku. Pipiku terasa panas. Kenapa mendadak aku menjadi salah tingkah seperti ini?

Aku memegang dadaku yang berdegup kencang.

Mencoba menutup mataku untuk tidur. Namun tetap tidak bisa. Wajah Jaehyun terus melintas dikepalaku.


Apa besok dia sungguhan datang kesini? Jika pun iya. Aku berencana untuk mengatakan semuanya. Memberinya kesempatan sekali lagi.

Kami sudah dewasa. Semoga saja perasaan yang dimiliki nya itu juga sudah benar-benar meyakinkan.

Tapi. Kenapa aku merasa cemas? Bagaimana jika dia tidak datang? Dan semua yang dikatakan nya tadi hanya untuk memberitahu bahwa dia sudah tidak ada rasa untukku.

"Aish menyebalkan" gumamku.


Aku melihat jam di atas nakas, masih jam 9 malam. Mungkin aku bisa keluar sebentar untuk menenangkan pikiran. Entah mengapa, perkara Jaehyun lebih membuatku sakit kepala dari pada masalah yang terjadi tadi siang.

Hah. Sesuatu yang berhubungan dengan perasaan memang sangat menyusahkan.

Setelah memakai jaket tebal dan membawa tasku, aku langsung keluar dari hotel. Tentu saja tanpa membawa ponselku. Karena sebenarnya itulah yang ingin ku lupakan sekarang.

Jalanan di depan hotel cukup ramai. Masih banyak orang-orang berlalu lalang. Aku menjadi senang, dengan begitu aku bisa merasa lebih aman berada di antara mereka.

Hampir 15 menit aku terus berjalan kaki. Tentu saja sambil menghindari jalanan yang sepi. Bagaimana pun, kejahatan selalu ada dimana-mana.

Aku melihat ada sebuah restoran Korea yang tidak jauh dari tempatku berdiri. Membuatku baru merasakan lapar. Tentu saja. Seharian ini aku hanya mengurung diri dikamar.

Dengan perlahan aku membuka pintu restoran itu, aroma lezat makanan langsung menubruk indera penciumanku.

Setidaknya disini aku bisa makan apa saja. Karena memang, aku tidak begitu paham dengan menu makanan yang biasa disediakan di restoran Jepang.

"Annyeong"

Aku tersenyum saat seorang pelayan menyapaku dengan menggunakan bahasa Korea. Senang rasanya, seperti berada di kampung halaman sendiri.

"Ne annyeong" balasku.

"Silahkan Unnie. Mau pesen ruang VVIP?" Tawarnya.

"Memang nya ada?"

Pelayan restoran itu mengangguk.

"Baiklah. Aku pesan satu meja disana"

"Tunggu sebentar, Unnie. Aku akan memeriksa nya."

Aku mengangguk membiarkan pelayan itu pergi. Sembari menunggu aku mengedarkan pandanganku. Aku selalu suka melihat orang-orang nampak bahagia menikmati makanan nya bersama dengan keluarga atau pasangan mereka.

Mengingat kalau aku jarang merasakan hal itu sewaktu Mama masih ada. Apalagi makan bersama dengan pasangan. Memiliki nya saja tidak. Malangnya nasibku.

"Unnie. Hanya ada satu bangku kosong yang tersedia, itupun sudah ditempati orang lain. Tapi pemilik meja mengijinkan Unnie untuk bergabung dengan nya."

"Eoh? Kalau begitu meja yang biasa saja" jawabku. Mana bisa aku makan dengan orang asing. Bisa-bisa dia atau bahkan aku yang merasa tidak nyaman.

"Mianhae Unnie. Meja biasa juga sudah penuh. Itulah sebabnya aku menawarkan meja VVIP untuk Unnie"

Astaga. Jadi karena itu. Aku kira dia melihat diriku yang anggun dan berkelas sehingga langsung menawariku ruangan VVIP.

"Baiklah. Aku bergabung dengannya saja. Eh, tapi dia seorang namja atau yeoja?" Tanyaku.

"Yeoja, seperti nya juga seumuran dengan Unnie"

"Jinjja? Kalau begitu tolong antar tteokbokki dan Jajangmyeon. Dengan jus jeruk untukku. Di meja nomor berapa?"

"Nomor 17. Tidak jauh dari pintu masuk. Kalau begitu aku permisi dulu, Unnie"

"Ne"

Aku berjalan cepat kedalam ruangan yang tadi pelayan itu arahkan. Perutku sudah semakin keroncongan. Daripada harus menunggu lama untuk mengantri dan membawanya pulang. Lebih baik aku makan disini saja.

Mataku mengedar mencari nomor meja. Tersenyum senang saat berhasil menemukan nya. Kulihat memang ada seorang gadis yang duduk disana dengan posisi memunggungi ku.

Aku pun menghampiri nya.

"Annyeong" sapaku sambil membungkuk kearahnya.

"Aku orang yang tadi-- Sana?" Kagetku saat aku mendongak dan melihat wajah gadis yang duduk didepanku.

Sana juga terlihat terkejut melihatku. Namun terkesan tidak peduli dan melanjutkan kegiatan makannya.

"Duduklah. Apa kau akan terus berdiri disitu?" Tegur Sana karena aku yang masih berdiri.

Aku hendak pergi dari sana, tapi seorang pelayan mendekat dan mengantar pesanan ku. Demi melihat makanan itu, aku langsung terduduk.

Aku sangat lapar. Perkara Sana bisa dipikirkan nanti-nanti saja. Lagian aku juga sedikit rindu makan bersama dengannya.

"Silahkan, Noona"

"Kamsahamnida" jawabku.

Dengan semangat aku langsung melahap makananku. Tidak peduli dengan tatapan heran dari Sana.

Uhuk uhukk

Aku tersedak karena terlalu bersemangat. Tenggorokanku terasa perih karena kuah yang lumayan panas dan juga pedas. Sana dengan cepat memberiku minumannya.

"Hei, pelan-pelan makan nya" ujar Sana.

Aku tidak menggubrisnya, masih sibuk meneguk jus alpukat yang ada di tanganku.

Eh tunggu, jus alpukat?

Ya Tuhan. Ini kan minuman Sana. Aku bahkan sampai menghabiskan semua isinya. Dan membuat perutku kenyang seketika.

"Eoh? Aku menghabiskan jus mu" ucapku sambil menunjuk gelas kosong kearahnya.

"Biarkan saja. Aku bisa memesannya lagi" jawab Sana dengan wajah juteknya.

Aku menatap sisa makanan ku yang masih banyak dengan tidak berselera. Jus alpukat sudah mengambil tempat untuk mereka diperutku.

Kemudian berganti melihat isi piring Sana. Mwo?! Dia hanya makan salad buah dengan porsi mangkuk se kecil itu? Apa orang seperti nya tidak mampu membeli makanan lebih banyak?

Eh. Tapi, dia juga kan makan nya di meja VVIP.

Aku memandang wajah Sana yang tengah menunduk sibuk dengan ponselnya. Entah mengapa, hanya melihatnya dengan diam seperti ini membuat rasa marahku hilang begitu saja.

"Kau mau?"

Sana mendongak, melihatku yang juga sedang menatap nya sambil menyodorkan Jajangmyeon yang belum sempat ku makan.

"Kau mau aku memakan sisa mu? Yang benar saja"

Aku tertegun. Sana benar-benar berubah. Sejak kapan dia mempermasalahkan hal itu? Kami sudah sering makan hanya sepiring berdua. Dan dia juga selalu merebut apa saja yang sedang ku makan.

Bahkan pernah mengambil permen yang sudah berada di mulutku lalu memakan nya begitu saja.

Hah. Aku muak melihat nya yang terus mengabaikanku. Niatnya aku keluar kan untuk menenangkan pikiranku dari masalah. Ini malah di pertemukan dengan pembuat masalahnya.

"Kau mau kemana?" Tanya Sana saat aku beranjak berdiri.

"Pulang" jawabku singkat

"Oh"

Hanya Oh? Aish yang benar saja.

Aku pun langsung bergegas ke meja kasir, membayar semua makananku dan juga makanan Sana. Entah mengapa aku sangat kesal padanya. Hingga membuatku ingin terlihat sedikit lebih kaya darinya.

Benarkan? Aku memang sedikit lebih kaya darinya.

Setelah membayar, aku langsung bergegas pulang ke hotel.

Sesampainya dikamar hotel, aku langsung merebahkan tubuhku diatas ranjang.

Tapi tetap saja, mataku masih sulit untuk dipejamkan.

Jaehyun, Jaehyun dan Jaehyun.

Kenapa orang itu tiba-tiba memenuhi pikiranku?

Dengan terpaksa, aku mengambil obat tidur yang akhir-akhir ini selalu ku konsumsi. Tentu saja aku meminumnya sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh dokter. Kesehatan itu diatas segalanya bagiku.

Dahyun POV end



Happy reading, enjoy!

Continue Reading

You'll Also Like

416K 46.6K 40
[end] cerita di tahun kedua. "maaf ya udah bikin kamu selingkuh," ©️yuddings, july 2019.
508K 45.5K 24
[Brothership] [Re-birth] [Not bl] Singkatnya tentang Ersya dan kehidupan keduanya. Terdengar mustahil tapi ini lah yang dialami oleh Ersya. Hidup kem...
285K 29.6K 53
Menyesal! Haechan menyesal memaksakan kehendaknya untuk bersama dengan Mark Lee, harga yang harus ia bayar untuk memperjuangkan pria itu begitu mahal...
2.7K 237 51
Vienna baru saja kehilangan ayahnya. Ia harus berhadapan dengan kenyataan saat mengetahui kalau kakaknya menghilang secara tiba-tiba. Ibunya jatuh sa...