Jino melangkah dengan cepat menyusuri lorong rumah sakit.
Saat ia tengah mencari keberadaan Yeri, ia mendapat kabar dari Bara bahwa cowok itu dan juga Galen sudah menemukan sepupunya namun dalam kondisi pingsan. Reflek Jino mengumpat dan segera memutar arah menuju rumah sakit.
Kini bisa ia lihat dua orang cowok tengah berdiri didepan UGD, tanpa menunggu lama Jino langsung menghampiri Galen.
Bugh!
Sebuah pukulan pun langsung ia layangkan pada cowok yang berstatus sebagai pacar sepupunya itu. Bara segera menahan badan Jino yang hendak kembali melayangkan sebuah pukulan pada Galen.
"Puas lo ha! Lo bilang ke sepupu gue kalau lo bakal jadiin dia prioritas lo tapi sekarang apa?" teriak kesal Jino menatap tajam Galen yang hanya diam menunduk karena cowok itu tengah merasa bersalah.
"Udah Jin tenang ini dirumah sakit" ujar Bara mencoba menenangkan Jino dengan mengusap bahunya.
"Gimana gue bisa tenang kalau temen lo ini berniat ngebunuh sepupu gue!" geram Jino menepis tangan Bara yang berada dibahunya.
Galen tersentak dan langsung berdiri tegak menatap Jino tak mengerti, "maksud lo apa bilang gue mau ngebunuh Yeri? Gue sayang sama dia Jino" sergah Galen tak terima.
"Bulshit!" hardik Jino melengos keras, "lo tau apa soal sepupu gue".
"Jelasin Jin, emang apa yang gak gue tau soal sepupu lo" pinta Galen menuntut penjelasan namun Jino justru mengalihkan perhatian.
Diam sesaat sampai suara Bara menyentak Jino dan Galen.
"Kelainan jantung" Bara berujar pelan sambil menatap Jino lurus. "Yeri mengidap kelainan jantung, iya kan?" lagi, Bara mengulang kembali perkataannya meminta kepastian dari Jino.
"Bener Jin?" tanya Galen menatap tak percaya pada Jino.
Jino menatap dingin pada Bara, "dari mana lo tau?" tanya Jino belum ingin memberi penjelasan.
Bara mengangkat bahu acuh, "gak sengaja baca surat pengunduran Yeri dari cheers waktu bantuin miss Jessy bawa barang" terang Bara melipat kedua tangan dan bersandar pada dinding.
"Apa karena itu sekarang lo jadi baik sama Yeri? Karena rasa kasihan? " sarkas Jino menatap tajam Bara.
Bara membulatkan mata menatap tak percaya pada Jino, "gue tulus minta maaf ke Yeri, gue sadar selama ini gue udah jahat ke dia" ucap Bara membela diri.
Sesaat Jino hanya diam menatap Bara mencari kebohongan namun sepertinya cowok itu berkata jujur. Menghela nafas pelan Jino memilih duduk dibangku yang ada diluar UGD. "Yeri memang punya kelainan jantung" ujar cowok itu pelan dengan mata menerawang mengingat masa lalu.
Kini Galen memilih duduk disamping Jino untuk lebih menyimak penjelasan adik kelasnya.
"Dari lahir Yeri emang udah punya penyakit kelainan jantung. Dia gak boleh beraktifitas berlebihan ataupun berfikir terlalu berat karena itu akan ngebuat pacu jantung Yeri gak stabil yang akan berakibat pada kesehatannya. Karenanya sedari kecil Ayah dan Bundanya Yeri lebih milih buat home schooling. Tapi pada waktu SMP Yeri meminta untuk sekolah umum karena dia juga ingin merasakan punya teman dengan syarat gadis itu mesti teratur minum obat, rutin cek kesahatan dan menjaga pola makan. Awalnya Yeri seneng banget bisa sekolah di sekolah umum. Tapi dia yang gak pernah berinteraksi dengan orang lain justru jadi pendiam yang gak tau gimana caranya berteman sampai akhirnya ia jadi bahan bullyan" Jino diam sesaat merasakan sesak yang kembali datang ketika mengingat bagaimana dulu sepupunya selalu berusaha tersenyum menutupi bullyan yang Yeri terima kepada dirinya.
"Sampai dipertengahan kelas tiga gak sengaja dia ketemu Bara yang nolongin dia waktu lagi dibully. Sejak saat itu Yeri berubah dengan mencoba untuk membela dirinya dari bullyan dan bertekad masuk kesekolah yang sama dengan Bara untuk mengucapkan terima kasih ke dia" kini pandangan Jino beralih pada Bara yang hanya diam membalas tatapannya.
"Gue bener-bener brengsek ya Jin" ujar Galen pelan yang kini menundukkan kepala dan meremat rambutnya membuat Jino menatap datar pada cowok itu.
"Hm" gumam Jino menyandarkan tubuh dengan kepala mendongak menatap langit-langit.
"Seharusnya ada cara kan buat nyembuhin Yeri" tanya Bara setelah terdiam cukup lama.
"Hm, operasi cangkok jantung, tapi Yeri gak mau" mengusap wajahnya Jino merasa benar-benar kacau.
Galen menatap Jino dengan kening mengernyit karena bingung, "kenapa?"
Jino kini menatap tepat ke arah Galen sebelum berujar, "karena dia gak mau jadi pembunuh".
Galen dan Bara tersentak mendengarnya namun seketika paham mengingat bagaimana sifat Yeri.
Jino menghela nafas keras yang memancing penasaran Bara dan Galen, "terakhir Yeri down, dia di suruh keluar dari cheers sama kakaknya" terang Jino pelan menatap Bara dan Galen bergantian, "gue takut kalau kak Teo tau Yeri down lagi, dia bakal minta Yeri buat Out dan lanjut home schooling di Singapure" lanjur Jino berujar pelan sambil menerawang yang sukses mengagetkan Galen dan Bara.
"Gak! Gue gak akan biarin itu terjadi" ucap Galen panik beranjak dari duduknya.
Tak lama seorang dokter keluar dari ruang UGD yang langsung dihampiri oleh ketiga cowok itu. Sang dokter hanya diam sambil menatap ketigannya sampai akhirnya kini dokter itu menatap Jino lurus.
"Keadaan Yeri sudah stabil, sebentar lagi dia akan dipindahkan ke ruang rawat" ucap dokter Hendy, beliau adalah dokter yang selama ini selalu memeriksa keadaan Yeri.
Galen dan Bara pun bernafas lega karenanya. Setidaknya Yeri kini sudah membaik dan dirawat oleh orang tepat. Namun berbeda dengan Jino yang masih diam menatap dokter Hendy dalam diam
"Bisa kita bicara sebentar Jino?" tanya dokter Hendy yang memancing penasaran Galen dan Bara.
Paham dengan apa yang akan dibahas oleh dokter laki-laki itu, Jino pun mengangguk mengerti dan mengikuti langkah sang dokter.
Setibanya diruangan, dokter Hendy langsung menghela nafas panjang setelah kembali membaca hasil pemeriksaan Yeri "Apa Yeri tengah mengalami masalah Jino?".
"bukan masalah sih dok, cuman sepertinya gadis itu lagi banyak pikiran" ujar Jino ragu bagaimana cara mengungkapkan apa yang terjadi pada sepupunya.
"Dari hasil pemeriksaan sepertinya Yeri tidak meminum obatnya dengan teratur, tekanan darahnya juga menurun, apa dia tidak makan dengan baik?" tanya dokter Hendy meminta penjelasan.
"Sepertinya begitu dok, dari tadi pagi wajahnya sudah pucat, dan ketika saya suruh untuk beristirahat dia justru pergi keluar rumah" terang Jino seadanya.
"Setelah ini saya harap agar Yeri tidak terlalu banyak pikiran yang bisa membuatnya tertekan, itu akan sangat berpengaruh pada kondisi jantungnya yang semakin melemah. Jika memang Yeri masih belum ingin untuk di operasi saya sarankan agar gadis itu lebih berhati-hati untuk merawat diri. Setelah ini saya akan menghubungi orang tuanya untuk membicarakan lebih lanjut mengenai kondisi Yeri"
Jino mengangguk mengerti sebelum berpamitan pada dokter Hendy.
#####
"udah malem, lebih baik kalian pulang" ujar Jino ketika memasuki ruang rawat Yeri. Bisa dilihatnya Galen tengah menggenggam tangan Yeri yang tidak diinfus sementara Bara duduk bersandar pada sofa diruangan itu.
Galen mengalihkan pandangan menatap Jino yang kini duduk disamping Bara, bersandar dengan kepala menengadah ke atas.
"Gue mau nungguin Yeri" ucap Galen meminta persetujuan Jino.
"Terserah, kalau gitu gue titip Yeri bentar mau jemput kak Irene dulu" ujar Jino yang kini sudah duduk tegak dan berdiri.
"Gue nebeng lo aja deh, kan tadi gue kesini bareng Galen" pinta Bara sebelum beranjak mengikuti Jino.
"Yaudah kalau gitu, ayo" ajak Jino meninggalkan ruang rawat Yeri.
"Gue balik duluan, mobilnya lo bawa dulu aja" pamit Bara yang diangguki oleh Galen.
"Bar" panggil Galen membuat Bara yang baru akan keluar langsung menatapnya penuh tanya. "Thanks ya" lanjut cowok itu pelan.
Tersenyum tipis Bara melambaikan tangan.
Sepeninggal keduanya kini Galen meletakkan tangan Yeri ke pipinya, mengusap kepala Yeri pelan agar tidak mengganggu tidur gadis kesayangannya itu. "Maafin aku Yer, please cepet sembuh" lirih Galen pelan mencium tangan Yeri.
Hari masih gelap saat Yeri membuka mata dan sadar kini ia tengah berada dirumah sakit.
Gadis itu tersenyum ketika menemukan Galen tengah tertidur disamping nya dengan menggenggam sebelah tangannya. Disisi lain ia juga menemukan sang kakak-Irene- dan juga Jino yang tertidur di sofa.
Berupaya melepes genggaman Galen untuk mengambil minum, Yeri justru membuat cowok itu terbangun.
"Yeri?" ucap Galen parau berusaha kembali mengumpulkan kesadarannya.
"Maaf, kak Galen jadi kebangun" kata Yeri lirih.
Seketika Galen langsung berdiri untuk memeluk Yeri. "Maaf, maaf, maaf, maafin aku Yeri" sesal Galen berbisik ditelinga Yeri.
Membulatkan mata Yeri sempat terkejut sebelum akhirnya tersenyum dan mengusap punggung Galen pelan. "aku yang salah kak, kak Galen gaa perlu minta maaf" balas Yeri tenang.
Galen melepas pelukannya dan kembali duduk disamping tempat tidur Yeri dengan menggenggam tangan Yeri erat.
"Aku seenaknya aja ngejauhin kamu tanpa cari tau apa yang sebenarnya terjadi, padahal aku udah janji buat jagain kamu, aku bener-bener minta maaf Yer" kata Galen menunduk penuh sesal.
"Kak Galen gak salah, aku yang salah karena pergi sama cowok lain tanpa bilang kak Galen dulu"
"Mulai sekarang aku akan coba selalu percaya sama kamu tapi please kamu juga harus jujur sama aku" pinta Galen menatap Yeri sungguh-sungguh, "termasuk soal penyakit kamu".
Membulatkan mata, Yeri terkejut karena Galen tahu mengenai penyakitnya, "kak Galen tau?" lirih gadis itu.
Galen menganggukkan kepala, "jadi please jangan nutupin apapun dari aku, biar aku bisa jagain kamu" pinta Galen.
Tanpa terasa Yeri kini meneteskan air mata yang langsung diusap oleh Galen. Dia selalu menutupi penyakitnya karena ia tak mau dipandang kasihan oleh orang lain, namun kini didepannya Galen tengah menatapnya penuh hawatir membuat ia tersentuh dan tanpa terasa mengeluarkan air matanya.
Jino yang melihat hanya diam sebelum kembali menutup mata untuk melanjutkan tidurnya.
Tbc
See you next 😊😊😊
Galen - Bara