"Ada apa denganmu, bos?"
Akira yang tadinya sedang minum kopi di kedai dekat sekolahnya terpaksa harus menancapkan gas ke sekolah Fumie setelah mendapat telepon dari gadis itu. Kini masih dengan helm di kepalanya, Akira menemui Fumie yang sudah berdiri disamping jalan.
"Tidak ada. Ayo pergi." Katanya sambil naik ke bagian belakang motor Akira. Setelah menguras tenaga memanjat tembok akhirnya Fumie bisa lega sekarang.
Akira bingung tapi tetap menuruti apa yang diperintahkan Fumie. Dengan segera ia menjalankan motornya kembali tanpa tujuan kemana mereka akan pergi.
"Kau mau kemana?" Tanya Akira dari balik helm full face hitamnya sambil berkendara.
Fumie tidak akan menjawab dan Akira tahu itu.
"Apa kau punya kabar baru tentang Michio?" Tanya Akira lagi.
"Belum."
Seminggu ini ia tidak menemukan apa-apa mengenai target mereka itu. Bukannya tidak menemukan, tapi ia juga belum ada usaha mencari tahu. Ia rasa satu minggu di Hillary sangat membuatnya sibuk. Apalagi dengan pelajaran dan ekstrakulikuler judonya.
"Bagaimana denganmu?" Tanya Fumie kembali.
"Aku mendapat suatu informasi tapi masih belum pasti kebenarannya."
"Apa itu?" Fumie penasaran. Ia mencondongkan badannya agar pendengarannya menangkap apa yang dikatakan Akira dengan jelas. Disaat Fumie merasa biasa saja, beda halnya dengan Akira. Ia merasa tegang. Ia belum pernah sedekat ini dengan Fumie sebelumnya walaupun mereka sudah lama berteman.
"Ekheemm..kudengar Michio adalah teman lama kepala sekolah kalian. Tapi aku akan mencari kebenarannya lagi besok."
"Kalau begitu aku ikut." Jawab Fumie kemudian.
"Bagaimana dengan sekolahmu?"
Satu pukulan dihadiahi Fumie dikepala Akira yang terbungkus helm.
"Sejak kapan kau menghawatirkan sekolah sialan itu? Kau tahu, satu minggu ini mereka membuatku sibuk dengan segala tetek bengek yang harus diikuti oleh semua murid. Hah! Membuatku muak saja." Jelas Fumie dengan kadar muak yang tinggi.
"Hahaha..kalau begitu kenapa kau harus pindah ke sana waktu itu? Kau tahu, aku sempat mengintip kepala sekolah diam-diam mengeluarkan air mata karena kau pergi." Kata Akira sambil membelokkan stang motornya ke kanan saat menjumpai persimpangan.
"Ck. Kau bercanda." Celetuk Fumie tanpa minat. Ia sudah hafal betul siapa dan bagaimana kepala sekolah dulunya itu. Nama beliau Alexander J. Nakamura. Berdarah Jepang-Inggris. Ayah jepang, ibu inggris. Beliau anak tunggal dan yang paling berkesan adalah beliau seorang politisi yang cerdas. Beralih dari politik, beliau membangun sebuah sekolah. Sekolahnya dulu tidak akan dicap sebagai sekolah bermurid gengster kalau tidak ada akar penyebabnya. Setelah menelisik data dan informasi dari sumber terpercaya, akhirnya Fumie tahu kalau dulunya ada sebuah sekolah yang menjelekkan nama baik sekolahnya. Dan yang lebih parahnya lagi, tawuran yang tak terelakkan pun terjadi. Banyak murid sekolahnya yang tewas akibat kejadian itu. Setelah beberapa tahun kemudian, tawuran pun kembali terjadi. Namun ada yang berbeda. Sekolahnya menang telak karena kepala sekolahnya itu mengubah sistem pembelajaran dan menambahkan ilmu beladiri dalam kurikulum sekolah. Maka jadilah sekarang sekolah mereka dicap dengan nama sekolah para gangster.
"Terserah kau saja."
***
"Wah...wah..wah! Baru kali ini aku melihatmu seperti ini."
Pandangan Tatsuya beralih melihat Kiwamoto dan Hiro yang berjalan mendekat ke arahnya. Entah kenapa ia menjadi malas sekarang.
"Ck. Ck. Ck. Kau melamun Tatsuya? Waw! Sepertinya biji-biji sayang sudah bersemi heh." Lanjut Kiwamoto lagi. Tadinya ia dan Hiro berniat menuju ke perpustakaan. Tapi keberadaan Tatsuya di tribun lapangan basket mengurungkan niat mereka. Duduk sendiri dan berpikir keras bukanlah gaya Tatsuya. Kiwamoto tahu itu.
"Apa-apaan kau Kiwamoto? Datang sudah menuduhku yang bukan-bukan." Kata Tatsuya kesal.
"Alah. Kau tidak usah menyembunyikannya dariku. Aku tahu semua permasalahanmu." Kiwamoto menarik napas sebentar. "Dan berbahagialah. Aku punya solusi atas urusan percintaanmu itu." Sebelah matanya melirik Hiro dengan lirikan aneh.
"Kalau begitu coba sebutkan apa masalahku." Tantang Tatsuya. Ia saja belum memberitahu siapapun mengenai ketertarikannya terhadap Fumie. Bukan. Bukan karena ingin dijadikan mainan seperti seluruh mantannya yang lain tapi lebih dari itu.
Kiwamoto dan Hiro ikut duduk mengapit Tatsuya. Rasanya seperti di interogasi, pikir Tatsuya kalut.
"Coba lihat cewek itu." Tunjuk Kiwamoto pada cewek berbaju ketat dan rok yang Tatsuya yakin kalau ditiupkan angin akan memperlihatkan aset berharganya.
"Kenapa memangnya?" Alisnya bertaut.
"Kau tidak tertarik?"
Tatsuya menggeleng.
"Yang itu?" Tunjuk Hiro pada seorang cewek yang sedang membaca buku dikursi taman sendirian.
Tatsuya menggeleng lagi.
"Yang itu?"
Dengan malas Tatsuya menoleh dan mendapati seorang cewek tomboi yang sedang bermain basket dengan seorang laki-laki berambut top-knot.
"Apa maksud kalian dengan menunjuk-nunjuk perempuan?" Tanya Tatsuya akhirnya dengan kesal.
"Baiklah. Kupikir kau akan tertarik dengan beberapa perempuan tadi. Kalau kau tidak tertarik, maka hatimu tidak akan berdesir. Tapi sebaliknya, kalau kau suka maka kau akan merasakan desiran halus yang mematikan. Kalau kau medapati hal itu pada seorang perempuan, saranku jangan kau lepaskan." Jelas Kiwamoto panjang lebar.
Tatsuya bertepuk tangan. "Wah..wah..wah..aku merasa terhormat dapat mendengar ceramahmu profesor Kiwamoto. Tapi sayangnya aku tidak tertarik. Kau bergurau." Kata Tatsuya tanpa minat. Otaknya sedari tadi sedang mencari ide bagaimana cara agar ia mendapatkan Fumie. Seminggu tanpa hasil membuatnya menarik kesimpulan bahwa menarik perhatian Fumie seperti menangkap belut didalam parit. Sulit.
"Kau tidak percaya?" Kiwamoto menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Tidak. Terimakasih." Jawab Tatsuya.
Kiwamoto mendesah. "Baiklah jika itu maumu. Tapi aku yakin suatu saat nanti kau akan menyesaliya kalau tidak mengikuti saranku."
"Sebenarnya aku juga tidak yakin." Hiro angkat bicara.
Kiwamoto terbelalak. "Kau menghianatiku, Hiro?"
Hiro terkekeh. "Aku tidak menghianatimu. Tapi aku hanya bilang aku tidak yakin." Katanya membetulkan.
"Kenapa?"
"Menurutku tidak semua orang yang saling menyukai akan merasakan desiran aneh yang kau bilang tadi." Jelas Hiro.
"Apa kau pernah merasakannya?" Kiwamoto penasaran. Bagaimana temannya ini bisa berargumen seperti itu. Dan argumen itu pun membuatnya jengkel.
"Ehmm..belum."
Kiwamoto meremas rambut keritingnya. "Bagaimana kau bisa berpendapat kalau tidak ada bukti hah? Bakaa!" Ujarnya kesal setengah mati. "Percayalah padaku wahai kalian berdua."
"Bagaimana denganmu? Apa kau pernah merasakannya?"
Skak mat.
Kiwamoto mendadak membisu. Melihat tingkah Kiwamoto yang tidak biasa membuat Tatsuya dan Hiro penasaran.
"Eh..e..e..hei! Kenapa kalian membalikkan pertanyaanku? Sudahlah aku mau ke toilet dulu." Kilahnya. Ia berdiri dan baru saja hendak pergi tapi ditahan oleh dua sejoli yang masih duduk.
"Kau mencoba kabur ya?" Tatsuya memincing.
"Bagaimana dengan pertanyaanku?" Kali ini Hiro yang bertanya.
"Kau takut?" Kata Tatsuya lagi.
"A..a..apa yang harus ditakutkan? Me..memangnya kalian hantu?" Kata Kiwamoto terbata-bata.
"Kalau begitu duduklah." Kiwamoto kembali terduduk setelah bahunya ditarik Tatsuya dan Hiro.
"Ayo jawab." Desak Hiro.
"Baiklah. Baiklah. Benar. Aku aku pernah merasakan seperti yang aku jelaskan."
Tatsuya dan Hiro terkejut dengan pengakuan itu. Kiwamoto sang pencinta wanita rupanya pernah takluk pada seorang perempuan!
"Daebak."
***
Yo readers.
Mon maaf ya lama gak up.
Sibuk ngampus dan isu korona😂
Semoga kita terhindar ya guys.