Jisoo memandang orang-orang sekitar dengan tatapan asing. Mereka orang-orang baru yang pertama kali ini ditemui. Acara yang dihadirinya sekarang pun untuk kali pertama.
Kalau bukan karena ajakan Taeyong, dia juga malas datang ke tempat begini. Toh, buat apa kemari? Buang-buang waktu saja. Lagian Jisoo tak begitu tertarik dengan kegiatan anak UKM musik. Kemari pun karena “terpaksa” kalau bukan karena itu, dia sekarang pasti sudah ikut Nayeon ke rumah Bobby.
Kendati Taeyong setia di samping tanpa enggan melepasnya. Namun, pemuda itu selalu disibukkan dengan ajakan obrolan teman-teman UKM-nya. Mereka membicarakan segala rangkaian acara, dengan Jisoo tanpa tahu apa-apa yang mulai bosan setengah mati.
Untung Taeyong mau melepaskan dia sesaat, berkat ajakan temannya itu. Pemuda tinggi nan kurus itu mengajak Taeyong ke dalam tenda yang berdiri di samping stage acara. Dengan mulut dan gerak tubuh mereka membicarakan rangkaian acara UKM. Jisoo ditinggal. Tentu setelah Taeyong berpesan agar Jisoo tidak ke mana-mana dan tetap duduk menunggunya sampai kembali.
Awalnya dia menurut, tapi lama-lama bosan. Orang-orang yang dia kenal di UKM musik sibuk dengan kegiatan masing-masing. Jisoo terasingkan. Belum lagi acara masih dalam proses pembukaan awal. Dengan dua MC masih melakukan testing pada mikrofon.
Jisoo pun beranjak dari kursi. Berjalan seorang diri meninggalkan bangku. Atensinya teralihkan pada museum yang ada di sekitar sini.
Suatu keberuntungan tempat acara UKM musik berlokasi di dekat museum. Tanpa pikir panjang, ia langsung berjalan masuk ke museum dan menenggelamkan diri dengan aneka ragam peninggalan sejarah. Mata Jisoo dimanjakan oleh sejarah, walaupun dirinya bukanlah sejarah-lovers, seenggaknya pemandangan sekarang lebih baik ketimbang terjebak di tempat dengan penghuni manusia asing.
Tempat yang menyenangkan. Namun hanya sementara, karena tak lama Taeyong menelfon; menanyakan keberadaannya; meminta supaya dia segera kembali.
Jisoo merenggut sebal. Dengan terpaksa ia meninggalkan tempat tersebut. Berjalan malas ke tempat awal. Sengaja pula jalan pelan-pelan.
“Kak!” Seorang anak kecil tiba-tiba menghadang jalannya. Jisoo mengeryit, memandang bingung bocah berseragam SMP di depannya ini. “Buat Kakak,” katanya sambil menyodorkan satu ice cream cornetto rasa coklat.
Jisoo diam sesaat memandang bingung pemberian si bocah SMP. Ia belum menerima ice cream itu, sebelum si adik menjelaskan, “Satu dari tujuh permintaan maaf buat Kakak. Diterima ya, nanti kakaknya nangis kalau gak diterima.”
“Siapa?” Jisoo balik bertanya penasaran.
“Kakaknya,” jawab si adik.
“Kakak siapa? Dia yang mana?”
Si adik cuma tersenyum, lantas menarik paksa tangan Jisoo dan menyerahkan ice cream itu padanya.
“Saya cuma dimintai tolong. Kalau namanya saya gak tahu, tapi katanya Kakak tahu,” ucapnya.
Jisoo saja tidak tahu siapa orang itu.
“Gitu, ya?” balas Jisoo kemudian. “Makasih, ya.”
Si adik tersenyum dan mengangguk sebelum berlari menjauh. Jisoo memandang punggung kepergiannya. Mengawasi siapa mungkin dia tahu “Kakak” yang dimaksud oleh adik tersebut. Nyatanya adik itu kembali bersama rombongannya: anak SMP.
Jisoo menghela napas pendek. Kemudian memandang ice cream di genggamannya dan menanyakan pada diri sendiri, siapa orang pemberi ice cream.
“Tujuh kesalahan?” Hanya ada satu orang samar-samar teringat di kepalanya.
“Hei, nama gue Jaewon!”
“Masa orang itu?” Jisoo melihat sekeliling dengan was-was. Mereka memang kebetulan dipertemukan di tempat ini atau bagaimana? Rasanya dunia sempit. Siapa menduga kalau mereka ternyata sedekat ini.
Jisoo tak memikirkan lagi soal itu. Dia terus terang berterima kasih atas pemberian ice cream darinya. Mungkin dari tempat pemuda itu—yang entah di mana—dia sedang mengawasinya dan tersenyum.
Suasana hati Jisoo kini terasa dingin dan menyenangkan. Kembali ke tempat awal dengan wajah berseri-seri. Membuat Taeyong memandangnya bingung.
“Beli ice cream, ya?” duga Taeyong melihat ice cream di genggaman pacarnya.
Jisoo cuma mengangguk tanpa memberitahu dari mana ia mendapatkan ice cream tersebut.
Melihat gadis di sampingnya yang tampak senang menikmati ice cream-nya, Taeyong hanya dapat tersenyum memandangnya. Jisoo tampak lucu dengan ekspresi menggemaskan saat menjilati rasa dingin dan manis dipadu rasa coklat ice cream-nya.
Tangan kanan Taeyong lantas berdiam di kepala Jisoo, kemudian mengacak gemas rambut sang dara. Tak sampai di situ, ia juga sempat mencium pipi Jisoo. Kontan membuat gadisnya menoleh dan mendesis sebal.
“Dih!” sungutnya membuang muka sebal.
Taeyong langsung menarik wajahnya agar tetap menghadapnya.
“Lihat nih, belepotan,” ucapnya sambil menyingkirkan sisa ice cream di ujung bibirnya.
“Yong!” jerit Jisoo pelan ketika tiba-tiba pemuda itu mencoretkan sisa ice cream di hidungnya. “Rese banget!” Ia mendengus sambil membersihkan bekas kejahilan Taeyong di hidungnya.
Sementara pemuda itu tertawa, lalu kemudian merangkul Jisoo erat-erat dan mencium pipinya lama-lama. Saking gemasnya dengan sikap merajuk sang dara. Dia lupa kalau di sekitarnya banyak mata memandang. Berasa dunia hanya milik berdua, lainnya sistem kontrak.
Manis, tapi hanya sesaat. Karena lagi-lagi ada orang memanggil Taeyong. Kali ini bukan cowok tinggi dan cungkring, melainkan cewek bertubuh seksi, dan Jisoo seperti pernah mengenal cewek itu.
“Tunggu bentar, ya,” pamitnya meninggalkan Jisoo lagi.
Matanya mengikuti kepergian mereka. Sempat pula bertemu pandang dengan Taeyong yang tampak mengawasinya dari jauh. Taeyong tersenyum padanya dan melambaikan tangan, tapi Jisoo membuang muka dengan sikap acuh tak acuh.
“Ditinggal lagi, ya?” tutur orang di samping.
“Biasalah,” jawab Jisoo. “Dia siapa, Scoups?”
Scoups menoleh dengan alis bertaut. “Siapa?”
“Itu lho ... yang barusan ...,” balasnya sengaja tidak memperjelas maksud pertanyaannya.
“Joy,” jawab Scoups paham siapa yang ditanyakan. “Mantan Taeyong.”
“Oh ....”
“Kenapa?”
“Hm? Ngerasa pernah ngelihat dia gitu, tapi lupa di mana,” jelasnya.
Scoups terkekeh. “Dia adik tingkat. Duta kampus juga, wakil Fakultas Kedokteran. Yang jadi runner up.”
Pantes nggak asing, batinnya.
“Lo belum tahu ya, dia mantan Taeyong?”
Jisoo menggeleng. Dia sekadar tahu kalau cewek Taeyong banyak, tapi tidak tahu siapa saja, karena menurutnya untuk apa tahu, toh, bukan urusannya.
“Emang sih, banyak juga yang gak tahu dia mantan Taeyong.”
“Kok gitu?” tanyanya heran.
“Mereka backstreet, cuma sebentar doang. Berapa, ya, hmm ... dua bulanan deh, kayaknya.”
“Masa, sih? Kayaknya tuh cewek suka banget sama Taeyong.”
“Gitu, ya?” balas Scoups tersenyum aneh, “menurut lo, Taeyong masih suka Joy juga?”
“Kalau dia gak usah ditanyain. Cewek manapun juga pasti ditaksir. Teman lo kan, bajingan.”
“Termasuk suka sama lo,” ujar Scoups.
Obrolan mereka langsung terhenti saat Taeyong datang dan duduk di tempatnya. Namun kali ini pemuda itu mengajak Jisoo berbicara dengan saling berbisik.
Scoups di samping kanan Jisoo samar-samar mendengarkan obrolan mereka. Terlihat Taeyong dengan ekspresi memohon supaya Jisoo tetap menunggunya di sini selama dia pergi keluar, sementara Jisoo tanpa ingin protes dan kecewa sekaligus, apalagi sorot matanya menangkap sosok yang berdiri di sana tengah menunggu Taeyong dengan tak sabar. Kemudian dengan nada pelan, tapi ketara jengkel, Jisoo mengizinkan Taeyong pergi.
“Makasih,” bisik Taeyong pelan. Atensi pemuda itu langsung terpusatkan pada Scoups. “Jagain Jisoo bentar, ya,” pesannya begitu.
Scoups cuma mengangguk dan mengacungkan jempol. Lalu Taeyong pamit pergi meninggalkan Jisoo, lagi dan lagi.
“Dari awal gue males di sini,” gumam gadis di sampingnya.
“Mau pulang?” tanyanya.
Jisoo mengangguk lemah; Scoups kontan berdiri dan menawarkan, “Ayo, gue anter.”
Tawarannya itu langsung ia terima. Memang tadinya Jisoo hendak meminta Scoups supaya mengantarkan pulang. Beruntung pemuda ini peka situasi. Dengan tak mengindahkan permintaan Taeyong supaya Jisoo menunggunya, Jisoo kini pulang bersama Scoups.
Scoups merasa aneh selama di jalan membocengkan Jisoo. Gadis di belakangnya terdiam tanpa berbicara dengan kepala menunduk. Dilihat dari kaca spion, samar-samar ia melihat ekspresi sendu Jisoo.
Motor kontan menepi di pinggir jalan. Scoups turun dan berbalik menghadap Jisoo yang kini semakin menundukkan kepala dan terdengar jelas rengekan tangisannya.
“Lo nangis?” serunya tak menduga hal ini dilihatnya dari gadis yang selalu terlihat garang pada siapapun. Scoups berdecak bingung, kemudian merangkul Jisoo dan menenangkannya.
“Nasib gue sial banget,” rengeknya di sela tangisan. “Punya pacar kelakuan bajingan. Sakit banget, Scoups, rotasinya begini terus.” Tangisnya pecah untuk kali pertama Jisoo menumpahkan kesedihannya.
Beruntung ada helm yang dapat menyembunyikan wajah menangisnya. Sebenarnya Jisoo malu menangis di pelukan orang yang sempat dia sukai, tapi menahan diri untuk tidak menangis rasanya makin sulit setelah hal tersebut.
“Gue mau putus, mau bebas, mau punya pasangan kayak dulu lagi,” isaknya pilu, “hubungan kayak begini itu yang ada bikin sakit hati. Tiap gue mau nerima dia apa adanya, dia selalu bikin gue kecewa. Sampai sekarang pun begitu ...,
gue gak benci dia. Cuma gue ... benci sikap dia. Dia udah bikin perasaan gue kandas, udah bikin ....” Kata-katanya langsung terhenti oleh isak tangisnya.
Scoups tertegun mendengar hampir semua pengakuan Jisoo. Dia tak menyangka bahwa gadis ini menyimpan seluruh perasaan dengan pedih tanpa dilampiaskan. Membuat pelukan Scoups makin erat, menenggelamkan wajah Jisoo di dadanya.
“Lo yakin mau putus sama dia?”
Jisoo mengangguk tanpa ragu sama sekali.
“Ada cara.”
“Apa?” sahutnya cepat dengan kepala terangkat menatap tak sabar penjelasan Scoups. “Kasih tahu gue sekarang. Caranya apa?”
“Bikin Taeyong kecewa.”
“Gimana caranya coba?” tanyanya bingung masih dengan sisa isak tangis.
“Segala akses ke dia block. Kalau bisa jangan sampai ketemu. Agak susah sih, tapi itu caranya biar dia kecewa sama lo,” jelasnya. “Taeyong belum pernah dikecewain. Lo harus bikin dia kecewa. Biarin dia yang ninggalin lo pertama kali. Minta bantuan teman-teman lo sebagai temeng, biar lo gak ketemu dia lagi.”
Jisoo ragu hal itu dapat ia lakukan. Mengingat sifat “pemaksa” Taeyong dan segala cara selalu dapat dilakukan pemuda itu demi mendekatinya.
“Percaya gue. Itu cara terbaik buat kalian pisah. Kecewain dan biarin dia ninggalin lo duluan,” ucapnya serius.
•••
Ternyata udah part 12 saja 🙄
Kalau nanti tiba-tiba ada tulisan “end” itu bukan berarti tamat, ya 🙄
End di situ maksudnya berakhir di bagian Jisoo. Karena rencananya ada dua bagian: pertama Jisoo 1-(?) kemudian bagian kedua itu Taeyong.
Gitu saja wkwk