Revenge

By nanaanayi

324K 32.5K 7.6K

Hinata berharap semua ini adalah mimpi, ia ingin segera terjaga, namun semua hal yang ia alami adalah kenyata... More

01. Kenangan Manis
02. Alasan
03. Semua Tak Sama Lagi
04. Pertemuan
05. Tak Seindah Yang Terlihat
06. Awal Yang Manis
07. Kebohongan
08. Benih Dendam
10. Balas Dendam Dimulai
11. Pernyataan Cinta
12. Katakan Kau Mencintaiku
13. Permainan Dimulai
14. Awal Penyesalan
15. Janji Diatas Ingkar
16. Benih Cinta Yang Tak Diinginkan
17. Cahaya Kehidupan Kecil
18. Terkuaknya Kebenaran
19. Penolakan
20. Serpihan Mutiara Retak
21. Cahaya Itu Kini Telah Sirnah
22. Mutiara Yang Terbuang
23. Arti Kehadiran
24. Membohongi Diri Sendiri
25. Keluarga
26. Kembali
27. Lembaran Baru
28. Jalan Lain
29. Baru Terasa
30. Menguatkan Hati
31. Pintu Karma
32. Karma, dibayar Tunai
33. Cinta Datang Terlambat
34. Masih Adakah Rasa Sayang?
35. Gerbang Perjuangan
36. Memilikimu Lagi
37. Apakah Masih Berhak?
38. Gegabah
39. Buka Hatimu
40. Pupus
41. Jatuh Di Lubang Yang Sama
42. Tanggung Jawab
43. Sakit Itu Masih Membekas
44. Harga Diri Yang Terluka
45. Lihatlah Sekali Saja
46. Hati Yang Tertutup
47. Celah Hati
48. Jebakan Licik
49. Demi Sang Penerus
50. Bukti
51. Untukmu Selamanya

09. Rencana Balas Dendam

4.7K 522 118
By nanaanayi

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto

Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata


KLNTANGGGGG
TRANGGGGGG

Hiashi dan Hanabi terperanjat, mereka sontak berdiri dari posisi duduk bersila saat suara pagar rumah mereka dibuka paksa.

"Neji!!" Pria baya itu berteriak murka saat di hadapannya melihat Puteri kesayangannya ditarik paksa turun dari mini Van Neji, dengan dipapah oleh Hanabi tubuh rendahnya turun dari rouka menghampiri sang sulung yang bertindak semena-mena pada sang adik.

"Ayah tahu apa yang dia lakukan!" Neji mendorong Hinata, dan gadis itu berhasil ditangkap oleh pelukan Hanabi. "Dia berkencan dengan pria brengsek itu!" Telunjuk Neji menunjuk lurus pada Hinata, yang membenamkan wajahnya pada pelukan Hanabi.

"Jangan panggil dia brengsek Nii-san!" Hinata mengangkat kepala ia tak terima bila pujaan hatinya dihina seperti itu.

"Kau!" Neji melayangkan tangannya hampir memukul Hinata.

"Neji!" Teriakan Hiashi kembali bergema, mengurungkan niat Neji untuk menampar sang adik. "Aku ayahnya, aku yang berhak atas dirinya...." Hiashi menarik Hinata dari pelukan Hanabi, memeluk lembut gadis itu sambil mengusap surainya. "Hime, kenapa kau melakukannya....?"

"Dia tak seburuk yang Neji-nii katakan, Ayah...." Hinata menangis dalam pelukan sang ayah.

Hiashi menarik nafasnya pelan. "Sudah berhenti menangis...." Hiashi mengusap sayang pucuk kepala sang Puteri, "kau bisa menceritakannya di dalam, tapi obati dulu kakimu...., Kau tahu?" Hiashi menarik dagu lancip sang Puteri, dua mutiara lavender mereka beradu.

Hinata mendongak menatap sang ayah dengan mata berkaca-kaca.

"Kami sudah mempersiapkan makan malam untuk merayakan kelulusanmu...." Ucap Hiashi lembut seraya menghapus air mata di pelupuk mata sang Puteri.

"Kau lihat itu betapa ayah menyayangimu!" Neji kembali membentak Hinata. "Kau terlalu memanjakannya ayah."

"Neji, cukup, Hinata, ayo masuk..., Dan Hanabi, tolong ambilkan salep klan Hyuuga di kamar Ayah, ayah akan memijat kaki Nee-sama mu ini."

Hanabi mengangguk dan masuk lebih dahulu ke dalam rumah mengikuti perintah sang Ayah. Sementara Hiashi dengan lembut memapah Puteri kesayangannya masuk ke dalam rumah.

...

"Bagaimana, apa sudah baikan...?" Hiashi memutar-mutar pelan pergelangan kaki Hinata memastikan kaki Puteri kesayangannya itu baik-baik saja.

Hinata mengangguk pelan. Iris bulannya memelas pada sang ayah. "Ayah percaya 'kan Naruto-kun tidak seperti itu...?"

Hiashi kembali menepuk pelan pucuk kepala Puteri kesayangannya. "Ayah selalu percaya pada Puteri ayah..."

"Tou-sama jangan terlalu memanjakannya!" Neji yang baru selesai membersihkan diri dan bergantian pakaian masuk ke ruangan serbaguna mereka. "Kau lihat Hinata, bagaimana kami mempersiapkan perayaan kelulusanmu, sementara kau pergi dengan bocah biadab itu!"

Hinata mutiara lavender Hinata kini tertuju pada meja yang sudah tertata rapi dengan aneka makanan lezat, yang Hinata tahu mereka pasti memesan dari Restourant. "Maafkan Hinata," ia terisak pelan, ia merasa telah mengabaikan keluarganya, disini keluarganya telah merayakan pesta kecil kejutan untuknya, sementara dirinya lebih memilih makan bersama pria yang ia kagumi di Restourant mewah.

"Sudah lah yang terpenting kau sudah pulang sekarang... Hanabi bisa kau antar aneki mu ke kamar mandi... Sebaiknya kau mandi dan ganti pakaian Hinata..." Hinata mengangguk dan dengan dibantu oleh Hanabi ia beranjak.

Tok tok tok

Baru saja satu langkah kaki Hinata berpijak, ia menoleh pada pintu utama rumahnya yang diketuk seseorang. "Itu mungkin Naruto-kun datang untuk menjelaskan..." Harap Hinata.

"Biar aku yang buka." Neji berjalan menuju pintu itu, jika benar Naruto punya nyali untuk datang malam ini, ia pastikan kaki dan tangan pemuda itu akan ia patahkan.

"Selamat malam, Hyuuga-san," dugaan mereka salah, ketika pintu dibuka dua orang pria berseragam polisi berdiri di ambang pintu.

"Selamat malam." Setengah kebingungan Neji menjawab salam dua polisi itu.

"Bisa kami bertemu Hyuuga Neji?" Salah satu polisi bertanya.

"Ya, saya Hyuuga Neji." Jawab Neji dengan tak ragu.

Salah seorang polisi langsung mengeluarkan sepucuk amplop. "Silahkan anda baca."

Neji menerima amplop itu dan membaca isinya. "Apa-apaan ini!" Neji tidak terima dengan isi surat itu.

"Ada apa ini?" Hiashi akhirnya mendekat pada Neji untuk mengetahui apa yang terjadi, disusul oleh Hinata dan Hanabi.

"Neji-san, anda ikut harus ke kantor polisi untuk mengikuti rangkaian pemeriksaan, atas tuduhan perbuatan tidak menyenangkan dan penganiayaan yang dilaporkan oleh Namikaze-sama."

...

Dari balik kaca bening itu iris biru Naruto menatap sendu sosok gadis yang terbaring tak berdaya di ranjang pasien itu. "Sakura-chan, aku bersumpah orang yang menghancurkan masa depanmu akan ku buat bersujud di kakimu."

Drrrtttt

Ponsel Naruto kembali bergetar, ia mengalihkan pandangannya, dan menjawab telepon dari orang yang akan memberikan informasi penting untuknya.

"Bagaimana Kakashi Ji-san?"

"Naruto, pria itu sudah ditahan di kantor polisi sekarang."

Bibir Naruto tersenyum miring seraya menyelesaikan panggilan itu, tersirat rencana busuk di baliknya. Api dendam itu melebar dengan cepat di kepalanya, tak butuh waktu lama untuknya mengantri skenario yang akan menghancurkan Neji dan keluarganya, mengingat pernyataan cinta Hinata sore tadi, membuatnya sangat yakin rencananya akan berjalan mulus. Hinata adalah pion terbaiknya untuk menghancurkan Neji, dengan diri dan tubuhnya sendiri.

"Sudah saatnya sandiwara ini dimulai, Hime, dengan sangat menyesal kau harus mempersiapkan diri menjadi alat karma kakakmu. Gadis yang malang... Padahal ia tak salah apapun... Sebelumnya mungkin aku berniat untuk belajar mencintaimu... Tapi apa boleh buat.... Rasa sakit Sakura-chan jauh lebih penting untukku balasan." Safir biru Naruto kembali tertuju pada tubuh Sakura yang dipenuhi luka. "Bersiaplah untuk kehancuran masa depanmu, Hinata."

...

Tiga orang ayah dan anak itu duduk dengan penuh harap dan cemas, tulang punggung keluarga mereka, orang yang selama ini menjadi tumpuan keluarga mereka, sudah beberapa jam berada di ruang interogasi, tanpa kepastian.

Seorang polisi wanita datang menghampiri mereka, Hiashi sontak berdiri, saat polisi wanita itu berada di hadapannya.

"Hiashi-sama..." Polisi wanita itu menyapa ramah.

"Bagaimana puteraku, apa dia bisa pulang?" Nampak raut ketakutan di balik wajah keriputnya, mutiara ungu pucatnya menatap penuh harap pada sang polisi.

Polisi wanita itu menggeleng pelan. "Dengan sangat menyesal Hiashi-sama, harus ku sampaikan bahwa puteramu akan ditahan disini, selama proses kasus ini berjalan. Kalian tak perlu menunggu disini..."

"Apa tidak bisa ditangguhkan saja...?" Tenten yang baru saja tiba, langsung ikut dalam pembicaraan ini, dan bertanya pada sang polisi.

"Tidak bisa..." Polisi wanita itu menggeleng, "kecuali bila si pelapor mencabut tuntutannya." Tutup polisi itu seraya kembali ke ruang tugasnya.

"Hinata... Cepat telepon Naruto... Kau sangat akrab dengannya, bukan...?" Tenten mengguncang tubuh Hinata. Mencoba menyadarkan Hinata dari tatapan kosongnya.

"Naruto-kun pasti sangat marah besar pada Neji-nii.... Tapi kenapa sampai harus seperti ini." Racau Hinata bingung, ia dan Neji lebih dahulu meninggalkan tempat kejadian perkara, sehingga tidak melihat, bahwa buntut dari amukan brutal Neji harus ditanggung oleh Sakura.

"Hinata... Kau bilang pada ayah dia adalah pemuda baik, bukan? Hubungi dia Hinata, dan minta dia untuk membebaskan Neji.... Ayah mohon Hinata...."

Hinata menoleh, hatinya hancur ketika melihat sang ayah menangis. Harusnya aku tak pernah menerima ajakan Naruto-kun... Harusnya aku mengikuti ucapan Neji-nii.. dengan begitu kejadian ini tak akan terjadi...

"Nee-sama... Tolong bebaskan Neji-nii..." Dan suara Hanabi, berhasil membuat kepala Hinata seolah ingin pecah.

...

"Mhhhh...." Naruto menggeliat tak nyaman saat merasakan tepukan di pundaknya, ia mengejapkan kelopak mata kecokelatannya untuk memperoleh kesadarannya. Ia mendongak dan melihat siapa yang berdiri di sampingnya, orang yang menepuk pundaknya. "Mebuki Ba-san..." Rasa sesal kembali merasuki hatinya ketika melihat ibu Sakura itu tersenyum padanya.

"Pulanglah, dan istirahat di rumah, kau tidur dengan posisi seperti itu, pasti sangat menyakitkan..."

Naruto menegakkan tubuhnya, ia baru sadar semalaman ia tertidur di kursi di samping ranjang pasien dengan kepala yang ia sandarkan pada sisi ranjang, tak lupa juga tangannya yang tak lepas menggenggam tangan Sakura.

Naruto bangkit dari duduknya dan membungkuk sembilan puluh derajat di hadapan Mebuki. "Bibi aku mohon maaf, tak bisa menjaga Sakura-chan dengan baik..."

Mebuki tersenyum kecut, ia sudah mendengar semuanya dari sang suami, tentang penyebab Sakura tertabrak bus way, juga tentang kelumpuhan Sakura. "Ini kecelakaan Naruto, semua sudah diatur oleh Kami-sama..."

Tidak bi, semua ini karena tindakan bodoh seseorang, dan aku pastikan orang itu akan membayarnya.

...

Naruto baru saja keluar dari kamar ICU dimana Sakura dirawat, ia merogoh ponselnya untuk memeriksa panggilan, semalaman memang ia senganya mengubah mode senyap pada ponselnya. Ia tersenyum penuh kemenangan saat melihat ponselnya, dua ratus kali panggilan tak terjawab dari Hinata, Selamat datang pada kehancuranmu, Hime....

Naruto tahu, dengan tertangkapnya Neji, secara tidak langsung akan membuat Hinata mengemis padanya untuk kebebasan Neji. Langkah selanjutnya, Naruto kembali pada ponselnya dan menekan nomor yang orang yang paling malas untuk dia hubungi.

"Baa-san..."

(...)

"Ya, aku tahu Nenek sibuk, aku hanya meminta bantuan kecil."

"(...)"

"Tolong katakan pada komite bisnis Tokyo university untuk mencabut izin sewa kedai kantin dengan nomor 26, milik Hyuuga Neji."

"(...)"

"Tak ada masalah serius, aku hanya tak menyukai kedai itu."

"(...)"

"Baiklah, terimakasih, Baa-san, aku menyayangimu..."

Naruto memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya, ia tersenyum puas, "dan sebentar lagi aku akan datang sebagai pahlawan bagi keluargamu, lalu apa yang pernah kakakmu ucapkan akan terjadi, akan ku rusak masa depanmu, gadis kecil..."

...

"Apa maksudnya ini Kurenai-san... Kami sudah membayar untuk satu tahun dan ini baru berjalan tujuh bulan?"

Wanita bernama Kurenai itu menghela nafas pelan. "Dengan sangat menyesal Tenten, kontrak kedaimu harus kami putus, dan ini..." Ia meletakkan amplop berisi sejumlah uang di atas meja. Menyodorkan pada Tenten yang duduk di hadapannya. "Sisa uang sewamu kami kembalikan...."

Kurenai ketua bidang bisnis komite Tokyo University itu tak mengerti, pagi-pagi sekali dia ditelepon oleh sekertaris donatur terbesar di universitas ini, dan memerintahkannya untuk memutus kontrak salah satu kantin, dan ketika ia berkata bahwa kantin itu sudah dikontrakkan untuk satu tahun, sang sekertaris itu malah menyuruhnya mengembalikan sisa uang sewa mereka dan akan diganti oleh sang donatur.

...

"Tenten-nee bagaimana...?" Hinata berdiri dari kursi panjang tempat ia menunggu Tenten di depan ruangan itu. Pagi ini seharusnya ia melakukan persiapan untuk orientasi mahasiswa baru besok, namun karena kejadian naas semalam ia memutuskan untuk membantu Tenten membuka kedai.

"Apa Naruto sudah mengangkat teleponmu...." Tenten malah balik bertanya.

Hinata menggeleng lirih, ia bahkan baru saja menelepon Naruto. Bila semalam panggilannya tidak diangkat, namun pagi ini lebih naas, panggilannya ditolak oleh Naruto.

"Kita harus berbenah, Hinata. Kita sudah tidak bisa berdagang disini lagi...." Sambung Tenten lirih seraya menahan air matanya.

"Tidak Tenten-nee, kita tidak akan berkemas..." Hinata menggenggam erat tangan Tenten. "Aku jamin, usaha kita tak akan berakhir...."

...

Mata-mata lelaki itu tak dapat berkedip ataupun berpaling, tujuan mereka berpusat pada satu titik. Hyuuga Hinata, mahasiswa baru dengan tubuh molek dan kecantikan polos itu berlarian di koridor fakultas mereka dengan wajah kebingungan yang menggemaskan. Surai indigo sepinggangnya yang bergerak mengikuti gerakan larinya membuat beberapa mahasiswa fakultas pertanian itu meneguk ludah kasar.

"Hinata, kau mencariku...." Gadis dengan surai kuning yang diikat ekor kuda itu keluar dari salah satu ruangan.

"Ino-chan..." Hinata menghampiri Ino, "tolong bantu aku... Antarkan aku ke rumah Naruto-kun...."

"Ada apa Hinata... Kenapa kau harus kerumah Naruto...?" Pikiran Ino melayang bebas, ia menebak Naruto telah mengambil kegadisan Hinata, tapi ia salah ketika Hinata menceritakan semua kejadian semalam. Naruto tak melakukan apapun pada Hinata, setidaknya belum.

Ino menutup mulutnya, ia tak menyangka keputusannya kemarin untuk memberi tahu keberadaan Naruto dan Hinata kini berbuah petaka. "Kita tidak bisa berdua saja datang kesana Hinata... Aku akan meminta Sai untuk mengantarkan kita kesana."

...

Naruto tak menyangka bahwa rencananya akan berkembang sepesat ini, ia tak perlu menunggu lama untuk melihat perkembangannya. Pintu gerbang mansion Uzumaki itu terbuka otomatis, saat lamborgininya membunyikan klakson, dan apa yang ia inginkan hampir terwujud, ia melihat Hinata duduk di kursi terasnya, kelopak mata gadis itu nampak sembab. Naruto berani bertaruh Hinata menangis semalaman

...

"Naruto-kun...." Hinata bangkit dari posisi duduknya ketika melihat Naruto turun dari mobilnya. Ia mengabaikan Sai dan Ino yang menemaninya sejak tadi dan meyakinkan para maid agar Hinata dibolehkan masuk. Gadis itu setengah berlari menghampiri sang pemuda.

Naruto tersenyum miring, sandiwara dimulai. "Hime... Jangan berlari-lari...." Naruto berlari lebih kencang menghalangi Hinata berlari, akting yang sangat bagus. "Bagaimana keadaanmu....?" Naruto bertanya dengan topeng perhatian.

"Naruto-kun..." Hinata menunduk malu. "Ku mohon maafkan Neji-nii... Hiks..." Air mata bening jatuh dari mutiara lavendernya, dan Naruto menarik dagu lancip gadis itu.

"Dia sudah keterlaluan, Hime..." Dia bahkan membuat Sakura-chan lumpuh.

"Naruto-kun... Neji-nii adalah tulang punggung keluarga kami...." Dengkul Hinata melemas, ia berlutut di hadapan Naruto, berharap pria itu Sudi memberikan belas kasihan padanya.

Tanpa Hinata sadari senyuman penuh kebusukan terukir dari bibir merah kecokelatannya. "Hinata..." Naruto menyusul Hinata yang berlutut, menggenggam sepasang lengan gadis itu. "Kau tahu, kau berbeda dari yang lain... Jadi tak mungkin aku akan mengabaikan permintaanmu...."

"Arigatou... Naruto-kun...." Air mata haru menetes dari pelupuk mata Hinata dan langsung disambut pelukan oleh Naruto.

Dari kejauhan Sai memutar matanya bosan melihat pemandangan di hadapannya. "Ino ayo kita pulang, Hinata akan pulang bersama rubah itu, jadi biarkan saja dia disini."

Sementara itu pelukan hangat itu kian mengerat. Hinata tak mampu membendung rasa harunya melihat kebaikan Naruto setelah hal yang dilakukan oleh kakaknya.

"Aku yakin... Aku yakin, semua yang dikatakan Neji-nii itu tidak benar, Naruto-kun adalah orang baik...."

Kau salah Hinata, aku tak sebaik itu, dan sebentar lagi kau akan merasakan apa itu kebaikan sesungguhnya yang akan kuberikan....

つづく
Tsudzuku

Continue Reading

You'll Also Like

43.5K 247 25
"Pernikahan ini cuma status. Kau hanya pengantin pengganti menggantikan Ino dan tidak lebih dari itu. Di hatiku cuma ada Ino. Selamanya hatiku untuk...
300K 26.9K 74
FIKSI
5.8K 700 50
"Setidaknya aku bisa melihatmu sedikit lebih dekat mulai sekarang, welcome home, Mark!" 7 tahun mendaftarkan diri untuk bergabung ke fanclub Ahgase...
59.8K 6.7K 67
Seo Jaylin baru saja mengakhiri kontraknya sebagai salah satu anggota Girl Group bernama Lilac yang debut pada tahun 2017. Grup yang namanya tidak pe...