Budayakan menekan 🌟 sebelum membaca dan komen dengan menekan kolam 💬 setelah membaca
Happy reading~
****
"Alan itu penuh teka-teki, tau atau tidak dia itu brengsek," ucap Gerant membuat yang lainnya menoleh padanya.
"Maksud lo apaan?" tanya Sia yang juga ada disana.
"Ya itu, dia brengsek, dia gak seperti yang kelihatannya," ucap Gerant.
"Iya sih, gue ngerasa gitu, entah mengapa kita kayak di manfaatin," timpal Edsel.
"Alan itu misterius juga kayak kata Gerant penuh teka-teki," ucap Gwen.
"Tapi yang gue heranin kenapa Scarlett gak suka sama dia ya? Dia kan ganteng, terus tubuhnya tuh bagus pakai banget, cool, sempurna gitu, kok bisa ya Scarlett yang dekat sama dia gak kepicut," ucap Dion heran.
"Alah orang dingin kayak dia mau dijadiin pasangan hidup, mati jadi es nantinya," ucap Rycca.
"Hem, betul tuh lagian scarlett itu cocoknya sama cowok hangat, romantis, pegertian dan murah senyum," ucap Ryna.
"Bukan posesif kayak Alan," tambah Gwen.
"Lagian kalau di perdiksi dengan hal-hal tentang Scarlett yang kita dapatkan sifat Alan dan Scarlett itu gak bisa di satuin," ucap Puri.
"Alan memang baik sama kita, suka agak becanda tapi gue ngelihat lagi, dia kayak pura-pura gitu, ngertikan lo semua?" tanya Eisha.
"Lagian kalau gue dengar dia ngomong aja tubuh gue jadi beku, dingin, tegas walau gak datar-datar amat tapi tetap aja ada waktunya dia kayak papan tripleks plus kayak patung berjalan," ucap Arya.
"Apa lagi kalau dia pakai bahasa formal," tambah Lutfi.
"Kalian semua membicarakan saya?" tanya suara berat yang terdengar dingin itu bagai membekukan mereka semua kecuali Gerant.
Mungkin karena telah terbiasa ia tak mempan dengan suara itu, ya walau sedikit ia tersentak kaget tadi melihat Alan yang tiba-tiba datang.
"Ya, kami membicarakan Kapten yang dingin, misterius dan suka berpura-pura ramah, Alan Vegar Rafailah yang mukanya gak pantas jadi agen dan lebih pantas jadi mafia," ucap Gerant seperti mengejek namun tak membuat Alan marah karena yang diucapkan pria itu benar adanya, dia hanya berpura-pura.
"Anda benar mungkin saya lebih baik jadi mafia dari pada menjadi bagian dari agen bodoh seperti kalian," ucap Alan dingin dengan mata tajam bak elang membuat Gerant menjadi diam mendengarnya.
"Tugas kalian sudah selesai? Saya ingin kasus ini selesai besok, mengerti!" ucap Alan.
"Siap dimengerti kapten!" seru mereka semua dengan gerakan kaku dan takut.
"Kevin antarkan bukti yang kalian dapat keruangan saya dan Arya berikan petunjuk yang sudah kalian cari," ucap Alan lalu berbalik pergi meninggal teman timnya yang membatu.
Mereka semua baru ingin bernapas lega karena dari tadi mereka menahan napas namun mereka kembali menahan napas saat Alan kembali dan memandang dingin mereka membuat mereka membatu.
"Kirimkan saja bukti dan petunjuknya, saya akan selesaikan kasus ini sendiri hari ini," ucap Alan lalu benar-benar berbalik.
"Eh, Lan gue ikut!" seru Gerant berteriak ketika tersadar lalu berlari pergi mengikuti Alan meninggalkan teman-temannya yang masih diliputi rasa takut.
"Benar-benar dingin, dia kenapa sih hari ini?" heran Arya.
"Sampai bilang kita agen bodoh lagi!" seru Eisha kesal.
"Dia gak salah sepenuhnya, kasus ini memang tampak mudah namun kita tak dapat menyelesaikannya," ucap Puri.
"Sudalah Arya, Ryna cari misi lain gih, kita ngerjain itu aja dan selesain besok, dari pada kesal mending kita memperbaiki kekurangankan?" tanya Kevin dengan optimis.
"Lo benar!" seru Ryna lalu mengambil tabnya mencari misi apa yang kiranya dapat mereka kerjakan.
****
"Lo kenapa sih Lan? Ngeranin tau, lagian gue kira lo bakal biarin kami nyelesain misi itu dan lo sedikit main-main," ucap Gerant ketika mereka ada di mobil.
"Tadinya, tapi saya berubah pikiran," jawab Alan fokus kejalan raya.
"Lo mau apa siap ini? Lo gak bisa nyembunyin apa-apa dari gue, gerakan lo kebaca semua, mau berpura-pura heh, itu sifat lo, lagi pula gue mantan penjahat," ucap Gerant sambil tersenyum.
"Ternyata ada dua orang yang dapat memahami sifat saya ya," ucap Alan sambil tersenyum dingin.
"Satu lagi Zain ya? Keluarga Avram memang tak bisa di remehkan, bisa dibilang kalian berdua sebenarnya setipekan? Hanya berpura-pura, lo untuk Fea dan Zain untuk keluarganya," ucap Gerant.
"Membaca dengan tepat, lagi pula saya tak ingin menyelesaikan ini dengan lama," balas Alan.
"Sifat lo udah dari lahir ya? Dingin tak berperasaan, bahkan lo gak segan membunuh tapi gue heran rasa percaya lo sama yang kuasa itu...lo benaran atau pura-pura?" tanya Gerant.
"Apa ada yang berani mempertanyakan itu disaat hanya dia yang satu-satunya bisa dipercaya?" tanya Alan.
"Prff-," Gerant menahan tawa, namun ia menjadi tertawa lepas, Alan tak mengidahkannya, ia tak merasa heran ataupun jengkel, tapi dia bisa menjadi dirinya di dekat Gerant, dingin minim ekspresi.
"Gue gak nyangka rasa keagamaan lo tinggi juga, untuk orang dingin yang gak punya perasaan itu, ini luar biasa," ucap Gerant.
"Saya makhluknya dan saya juga masih punya rasa dihati saya, namun itu bukan untuk sembarang orang," balas Alan.
"Iya juga, lo kan cinta mati sama Fea," jawab Gerant.
"Ah, gue memang anak buah Fea tapi penguasanya lo, percaya atau gak selain Keluarga Adijaya, lo bakal punya perusahan sendiri, WE juga Huriya," ucap Gerant.
"Karena itu semua milik saya," ucap Alan dingin membuat Gerant tersenyum.
"Saat umur lima tahun lo udah bersikap seperti orang dewasa, lo sengaja bocorin identitas data lo ke DE padahal lo bisa nyembunyiinnya, dan mereka hanya tau identitas palsu lo kecuali yang gue sebutkan tadi, hanya poin itu yang asli," ucap Gerant.
"Hahaha walau gue ngebaca gerakan lo dengan arti di sini sifat lo tetap aja Lan lo misterius, jadi sekarang kita bakal kemana?" tanya Gerant.
"Ngapain pusing-pusing jika bisa menangkap penjahatnya langsung, kerumah saya dulu lalu ke perusahaan, saya ingat ada laporan kerja sama yang diajukan perusahan X pada perusahan saya," jawab Alan.
"Kita akan pergi dengan identitas sebagi perwakilan perusahan lo dan gue yang jadi asisten lo benarkan?" tanya Gerant.
"Suka hati Anda, saya tidak akan melarang," ucap Alan.
"Baiklah ini akan menyenangkan, kita bakal pakai jas formal dan menangkap pelaku tanpa bukti," ucap Gerant.
"Kata siapa? Saya memiliki semua buktinya, lagi pula yang kalian cari itu hanyalah latihan," ucap Alan.
"Ya, ya dan dari awal saat lo nerima laporan kasusnya sejam kemudian kasus ini selesai hanya dengan lo yang berada di markas duduk dengan santai," ucap Gerant malas.
Alan tak membantah ucapan itu, Gerant benar adanya, dia memang sudah menduga ini namun dia benar-benar meyakinkan tekat setelah menemukan beberapa titik yang dapat membawanya menuju pelaku yang membuat fitnah untuk gadisnya. Setidaknya Alan harus memikirkan lagi, anggota timnya benar-benar akan berguna jika dia melatih mereka dengan keras.
"Gue kadang heran, yang hebat di sini lo atau Fea sih?" heran Gerant.
"Gadisku itu terlalu memiliki hati yang lembut, lagi pula hanya dengan saya masalahnya akan selesai," ucap Alan dingin, "Gerant, latih mereka, ini perintah!"
Gerant mengerti maksud itu semua, bukankah Alan menyuruhnya melakukan ini semua, pria itu menyuruhnya untuk mengeluarkan kemampuannya yang sesungguhnya, bagaimanapun dia pernah dilatih oleh Scarlett alias Felicia jadi menyelesaikan kasus ini hanya dengan 24 jam dia sanggup melakukannya.
"Apa targernya satu bulan?" tanya Gerant tak dijawab oleh Alan namun hawa dingin yang mengelilingi mereka sudah cukup menjadi jawaban bahwa tembakannya benar.
****
Mobil hitam mewah itu terpakir rapi di parkiran sebuah perusahan yang baru-baru ini namanya melesat naik, perusahaan X.
Gerant keluar dari mobil itu dengan pakaian formal yang menambah ketampanannya, ia memegang berkas-berkas yang diperlukan untuk kerjasama ya untuk meyakinkan saja.
Di sisi lain Alan juga keluar dari mobil itu dengan pakaian formal khas seorang petinggi perusahaan, penampilannya tak bisa diragukan benar-benar mempesona apalagi dengan barang-barang bermerek yang ia kenakan.
Alan memandang dingin gedung perusahaan X, ia melangkah terlebih dahulu diikuti oleh Gerant setiap langkahnya sangat dingin dan terasa angkuh.
Keduanya berjalan memasuki gedung itu di ikuti oleh beberapa orang yang tentu itu adalah orang-orang Alan, benar-benar orang-orang Alan sendiri.
Saat memasuki gedung itu sapam di lobby menunduk hormat.
"Ini seperti rumah bordil," komentar Gerant ketika melihat kesekeliling.
Bayangkan saja, didalam hanya ada pegawai pria dengan wanita-wanita berpakaian minim menonjolkan dada, paha, kaki juga perut mereka, masing-masing pasti mengelayut manja pada setiap pria.
"Pak, tidakkah Anda tertarik dengan wanita-wanita seksi yang ada di sini?" bisik Gerant bertanya sambil mengoda Alan.
"Heh, saya bahkan memiliki yang lebih seksi dari mereka," ucap Alan dingin.
"Wah, apa Anda pernah tak sengaja melihat Nyonya berpakaian minim?" tanya Gerant dengan kata 'nyonya' yang pasti ditujukan untuk Felicia.
Alan hanya diam tak menjawab karena percuma ia menjawab jika Gerant akan bertanya seberapa seksi gadisnya, ia tak rela jika ada pria lain yang mengetahui itu selain dirinya, sudah ia bilang bukan gadisnya hanya untuk dirinya.
Gerant tersenyum melihat itu, dia sudah tau jawab Alan dan yang ia tanyakan benar adanya, Alan pernah tak sengaja melihat Felicia dengan pakaian minim dan pasti itu saat ia mengunjungi gadis itu, Gerant tebak jika bukan memakai tantop dengan celana pendek sepaha maka Alan pasti melihatnya memakai baju dress rumahan yang dapat menampilkan lekuk tubuh gadis itu.
Sejenak hening, seorang pegawai mengantarkan mereka menuju pintu lift, di lift Alan dan Gerant di temani oleh salah satu pengawal milik Alan, pegawai tadi juga wanita berpenampilan minim yang merupakan sekretaris orang yang akan menangani mereka sekaligus pelaku yang akan mereka tangkap.
Tampak sekali jika wanita itu menyalangkan tatapan mengoda pada Alan dan Gerant tapi sayangnya kedua pria itu hanya diam dan dingin, Alan benar-benar sangat tidak tertarik dengan wanita itu sedangkan Gerant kalaupun ia tertarik wanita itu hanya akan ia jadikan teman satu malamnya lalu ia akan membuang wanita itu, benar-benar wanita yang menjijikkan.
Lift berhenti mereka berjalan menuju ruang rapat untuk membahas kerjasama dengan dipimpin oleh sekretaris itu yang menjadi pemandu. Gerant ingin tertawa rasanya melihat wanita itu berlengak lengok mencari perhatian, ia tau wanita itu sangat ingin menarik perhatian Alan namun sayang pria itu tak mempedulikannya.
Mereka sampai diruangan rapat, suasana ruangan itu sunyi Alan duduk disalah satu kursi disana sedangkan Gerant berdiri di sampinnya, tak lama kemudian seorang pria berumur setengah abad memasuki ruangan itu dan menyapa Alan.
"Mr. Adijaya, senang bertemu dengan Anda," ucap pria itu menyorkan tangannya untuk berjabat tangan namun Alan tak membalas jabatan itu dan hanya memandang angkuh.
"Ah, maafkan kami Mr. Devien, pimpinan kami tak menyalami banyak orang, ia sangat berhati-hati," ucap Gerant.
"Oh, benarkah? Maaf kalau begitu," ucap Mr. Devien tersenyum ramah walau sangat tampak sekali raut jengkel diwajahnya.
"Silakan mulai," ucap Alan seperti memerintah.
"Kenapa Anda sangat buru-buru sekali, bagaimana jika kita berbasa-basi sedikit," ucap Mr. Davien.
"Anda benar Mr. Davien ayo kita berbasa-basi sedikit," balas Alan, ia sudah menebak ini sebelumnya.
"Baiklah kalau begitu, Rose tolong layani Mr. Adijaya," ucap Mr. Davien pada seorang wanita berpakaian minim dengan tampilan mengoda.
Tampak jelas wanita itu penuh akan godaan dan ia sudah menanti ini, ia melihat Alan seperti mangsa, wanita itu memiliki wajah cantik namun sayangnya ia tak dapat menarik perhatian Alan.
"Saya tidak ingin bermain dengan wanita Anda Mr. Davien," ucap Alan dingin sambil memandang tajam dan dingin wanita itu membuat wanita bernama Rose itu membeku begitu pula Mr. Davien, suara itu benar-benar dapat membuat orang menjadi beku.
"Hahaha, Mr. Adijaya Anda masih sangat muda Rose mungkin memang tak cocok dengan Anda saya bisa memanggilkan yang lainnya," ucap Mr. Davien.
"Mr. Davien saya telah memiliki kekasih dan mereka tak sebanding dengannya," ucap Alan dingin.
"Anda benar-benar orang yang setia, namun apa salahnya bermain sedikit dengan yang lain lagi pula kekasih Anda tidak akan tau bukan," ucap Mr. Davien dan seketika itu juga, ruangan tersebut menjadi dingin dan membeku.
"Urusi mereka!" pinta Alan dingin.
Tanpa ada kata, Gerant ntah sejak kapan ada di belakang Mr. Davien dan menendang pria itu membuat pria tersebut terjatuh sujud di dekat Alan.
Gerant memijak kakinya pada punggung pria itu membuat pria tersebut menjerit sakit, oh yakinlah ia tak memijaknya terlalu keras, Gerant hanya menekan pria itu.
Gerant memegang wanita bernama Rose tadi di lengannya lalu sekretaris pria tadi dilengan satunya, ia mendekatkan kedua wanita itu pada dirinya lalu menghebuskan napas di dekat tekuk kedua wanita itu, membuat keduanya mendesah.
"Kalian benar-benar dilatih dengan baik, menjijikkan," ucap Gerant dingin, "Hei urusi mereka berdua!"
Salah seorang anak buah Alan memegangi kedua wanita itu, membuat wanita itu tenang, tidak sulit membuat kedua wanita tersebut diam, hanya merapatkan diri kepada mereka, mereka akan tenang, jalang tetaplah jalang, begitulah batin Gerant.
"Siapa kalian sebenarnya!" seru Mr. Davien sambil memandang Alan yang duduk angkuh di depannya.
"Hei tenanglah, kami hanya ingin berbasa-basi sedikit," ucap Gerant.
"Ya, Mr. Davien, kalian ada kesepakatan apa dengan Dark Eyes?" tanya Alan dingin.
Pria setengah abad itu tertawa namun tawanya itu terhenti menjadi teriakan kesakitan saat Gerant menekannya.
"Jawab pertanyaannya dengan tepat, atau Anda dapat mati sekarang juga, F-06," ucap Gerant.
"B-bagaimana kalian t-tau," ucapnya dengan gemetar.
"Oh, kami tau semuanya, kalian baru saja menganggu orang yang salah, kalian bahkan mencemari nama baik Nyonyaku," ucap Gerant.
"K-kau, kau kekasih Scarlett?" tanya tak percaya pada Alan.
"Ya, jadi siapa dibalik semua ini?" tanya Alan dingin.
"Jawab dengan benar atau nyawa Anda melayang," ucap Alan dengan dingin dan mata tajam.
"S-saya tidak tau," jawab Mr. Davien, Gerant menekan lebih kuat punggung pria itu.
"Jawab yang benar Tuan," ucap Gerant dengan suara rendah penuh ancaman.
"Sekarang jawab saya, apa ini semua ulah D-01?" tanya Gerant.
"Saya ti-tidak tau," jawab Mr. Davien takut.
"Siapa D-01 sebenarnya? Benar-benar anggota DE atau seseorang dibalik pengendali DE?" tanya Alan dingin.
Mr. Davien diam, dia ketakutan ketika ditatap dingin oleh pria muda di depannya, Alan benar-benar menakutkan.
"Ah, Ayolah, hei kawan bagaimana jika aku bereskan saja dia? Dia tak ada gunanya," ucap Gerant.
"Silakan," ucap Alan.
Gerant memandang nyalang pada Mr. Davien, sebuah belati ditusukkan di bahunya membuat pria tua itu menjerit. Tak habis dengan itu Gerant mengeluarkan pistol dari balik jasnya dan menembak kepala pria itu.
"Nah ini lebih baik, lagipula ia tak memiliki keluarga kalaupun ada dia hanya menyusahkan," ucap Gerant sambil menyimpan kembali pistolnya dan berdiri tegap menghampiri kedua wanita tadi.
"Nah Nona-nona, bisakah kalian menjawab pertanyaanku, jika kalian berbohong kalian tau apa akibatnya," ucap Gerant membuat kedua wanita itu gemetar ketakutan.
"Jadi, siapa D-01 sebenarnya?" tanya Gerant.
"K-kami tidak tau," jawab keduanya kompak sambil gemetar ketakutan, Gerant memandang tajam keduanya.
"Wolf's Bane, lepaskan mereka, kita kembali," ucap Alan.
"What?! Oh, come on, Panther biarkan gue bersenang-senang sedikit," ucap Gerant memohon.
"Ayo kembali, ada hal yang lebih menyenangkan yang aku siapkan untukmu," ucap Alan dingin.
"Benarkah! Tapi bagaimana dengan kedua wanita ini?" tanya Gerant.
"Jangan sampai berita ini bocor, katakan kalian tak tau apa-apa, sebarkan hal-hal penting, aku yakin kalian tau maksudnya," ucap Alan dingin membuat keduanya mengangguk.
Alan segera melangkah pergi setelah melirik sekilas sekitarnya, Gerant mengkode pada anak buah Alan untuk melepaskan kedua wanita itu.
"Baiklah Nona, kalian mungkin akan menyenangkan, sebarkan gosip jika pemilik perusahaan Adijaya adalah kekasih Scarlett, setidaknya itu yang kaptenku sampaikan dan hadiah untuk kalian pergi ke klub xxx malam nanti, ayo kita bersenang-senang," ucap Gerant lalu segera pergi.
Di luar ruangan anak buah Alan masih menunggunya, "Bereskan yang di dalam!" pinta Gerant dingin lalu segera pergi. Anak buah Alan dengan patuh membereskan mayat pria tadi.
Gerant masuk kemobil hitam mewah milik Alan, ia kini merangkap jadi sopir pria itu, kesal sih tapi dia cuma kacung bisa apa coba.
"Ini selesai sampai di sini ya?" tanya Gerant sambil menjalankan mobilnya.
"Ya, saya yakin Grandpa tau maksud dari ini," ucap Alan.
"Lo udah ngeduga ini semua?" tanya Gerant.
"Tentu, tidak ada pasukan mereka, pria malang tadi hanya sebuah umpan," ucap Alan.
"Dan mereka percaya kita telah masuk perangkap mereka, ah kedepannya ini akan menjadi mudah, jadi siapa orang yang harus aku siksa?" tanya Gerant.
"Di Huriya ada orang yang harus kau buat buka mulut," ucap Alan.
"Yeh ini akan menyenangkan, aku yakin membunuh dua wanita tadi akan tambah menyenangkan nantinya," ucap Gerant menyeringai kejam.
Setelah mengantar Gerant kemarkas Huriyah Alan segera pergi kerumahnya, rumah miliknya sendiri untuk menemui Abra yang menunggunya disana.
Mobil hitam mewah miliknya terparkir rapi di halaman luas masion bertingkat dua yang mewah itu, Alan keluar dari mobil tersebut lalu segera memasuki rumah itu.
"Oh, kau sudah sampai? Kau bersenang-senang?" tanya Abra yang duduk di sofa ruang keluarga.
Alan membuka jasnya dan duduk di sofa singel yang ada disana lalu melongarkan dasinya.
"Tak ada yang menyenangkan," ucap Alan dingin.
"Come on boy, kau menjadi dirimu yang dulu lagi saat kita berdua, benar-benar," ucap Abra mengelengkan kepalanya melihat sifat Alan yang sama seperti waktu ia kecil.
"D-01, dia ada hubungannya dengan pengendali DE," ucap Alan.
"Jadi benar ia masih dendam pada kami? Benar-benar pria biadab," ucap Abra dingin.
"Grandpa masih ingin menyembunyikan ini semua? Dia sangat ingin mengetahui ini bukan?" tanya Alan tak meninggalkan nada dinginnya.
"Ayolah kau tau bagaimana sifat calon istrimu itu, gadis keras kepala, dia hanya akan membahayakan dirinya sendiri nantinya, lagi pula kenapa mereka harus mengincar gadis itu?" tanya Abra.
"Bukankah itu karena Grandpa menghilangkan permata itu sehingga permata tersebut berpindah pada gadisku," ucap Alan dengan datar.
"Hei, ayolah kau menghinaku, lagipula kau harus melakukannya, kau tau bukan? Jangan sampai mereka mendapatkan permata itu," ucap Abra.
"Ya, saya mengerti, lagipula saya tak akan membiarkan mereka menyentuh Cia," ucap Alan.
"Ya, begitulah, hanya kau yang bisa diharapkan kini, lagi pula biarkan gadis itu bermain dulu," ucap Abra.
"Alan, apa kau sulit mengurus Huriya dan perusahan Adijaya?" tanya Abra.
"Tidak sama sekali," ucap Alan.
Abra memandang heran Alan, ia benar-benar tidak kesulitan menangani itu semua? Bagaimana dengan Adijaya? Perusahaan itu berkembang pesat di tangannya, bukankah itu menjadi lebih sulit? Ditambah Huriya yang kini lebih maju.
"Benar-benar sulit di tebak," ucap Abra terkekeh.
"Bagaimana jika aku menambahkan WE untukmu?" tanya Abra.
"Tidak masalah," jawab Alan membuat Abra mengerjab takjub.
"Ah, cucuku memang beruntung memilikimu, dia akan hidup bergelimangan harta jika begini," ucap Abra.
"Apa rencanamu selanjutnya?" tanya Abra.
"Rencana selanjutnya? Heh, apa kira-kira yang akan terjadi selanjutnya?" ucap Alan sambil tersenyum dingin penuh akan kemisteriusan.
Abra memandang mata biru malam yang mengkilat penuh ambisi itu, sesuatu yang sulit dicapai dengan mudah dicapai oleh pria yang ada di depannya, hanya dengan sekali tatap semua ada di tangannya, pembisnis juga orang yang akan membuat dunia takut oleh kejeniusannya setidaknya itu akan terjadi kedepannya.
Bersambung....
30 April 2020