Setelah mengganti seragamnya dengan kaus oblong berwarna hitam dan celana pendek selutut, Malvin berjalan menuju kamar Sirena. Ia masuk kedalam kamar beraroma khas bayi itu, lalu menghampiri Sirena yang tampak damai dalam tidurnya.
Malvin menempelkan jari telunjuk dan jari tengahnya di kening Sirena untuk mengecek suhu tubuh bocah itu. Malvin menghela nafasnya panjang begitu merasakan kening adiknya itu panas.
"Dek, cepet sembuh ya. Masa kak Cara sakit kamu juga ikut-ikutan sakit sih."
Malvin mencium kening Sirena dan tanpa sadar ternyata ia telah mengganggu tidur nyenyak gadis kecil itu. Sirena pun terbangun dan langsung menangis kencang.
"Bang Vin nakal ya, ganggu Rena tidur." Malvin langsung mengangkat tubuh Sirena dan menimang-nimangnya agar adiknya itu bisa kembali tenang.
"Maafin Bang Vin ya sayang.." Malvin terus menimang-nimang Sirena, namun tangis adiknya itu tidak kunjung mereda.
"Rena haus? Yaudah kita bikin susu dulu ya."
Malvin pun melangkah ke meja kecil yang berada dikamar Sirena, disana terdapat air panas dan susu formula untuk Sirena. Malvin berusaha membuat susu untuk adiknya itu dengan hanya menggunakan sebelah tangan saja, karena sebelah tangannya lagi ia gunakan untuk menggendong tubuh Sirena.
Dan akhirnya Malvin berhasil membuatkan susu untuk Sirena, ia pun langsung memberikan susu itu pada Sirena.
"Cup cup cup. Nih susu buat Rena udah jadi nih."
Bukannya menerima botol susu yang Malvin berikan, Sirena malah langsung melemparkan botol susu itu.
"Loh kok dibuang? Rena nggak mau susu? Terus maunya apa dong?"
Sirena terus menangis bahkan semakin kencang membuat Malvin bingung dan sedikit panik.
"Dek.. Bang Vin harus gimana dong biar kamu berenti nangis?"
Ditengah kebingungannya itu tiba-tiba Malvin teringat sesuatu, dulu saat ia kecil ia akan berhenti menangis jika dinyanyikan sebuah lagu oleh bundanya. Ia pun memutuskan untuk mencoba hal yang sama pada Sirena.
"You are my sunshine, my only sunshine
You make me happy when skies are gray
You'll never know dear, how much I love you
Please don't take my sunshine away…"
Perhatian Sirena teralihkan pada Malvin, bocah itu terus menatap Malvin dan tangisannya pun sedikit mereda.
"The other night, dear, as I laid sleeping
I dreamed I held you in my arms
When I awoke, dear, I was mistaken so I hung my head and cried."
"You are my sunshine, my only sunshine
You make me happy when skies are gray
You'll never know dear, how much I love you
Please don't take my sunshine away...."
Dan berhasil! Malvin berhasil meredakan tangisan Sirena dan perlahan tangisnya pun mulai berhenti. Malvin tersenyum senang seraya menatap Sirena yang juga terus menatapnya dengan mata yang masih meninggalkan sedikit air mata.
"Udah ya, anak cantik nggak boleh nangis lagi, oke?"
Perlahan kedua sudut bibir Sirena terangkat keatas membuat sebuah senyuman yang sangat manis.
"Nah gitu dong, kan princess nya abang jadi tambah cantik kalo senyum." Malvin kemudian mengecup lembut bibir Sirena.
"Pasti nanti Rena kalo udah gede cantik banget, kaya bunda." Malvin menggantungkan ucapannya.
"Dan kak Caramel."
Tiba-tiba Malvin teringat kembali akan Caramel. Tatapan matanya berubah menjadi sendu.
"Dek, kak Cara lagi sakit sekarang. Rena sedih nggak?" Malvin bertanya dan pasti hanya dicueki oleh bocah itu.
Malvin menghembuskan nafasnya pelan seraya mengalihkan pandangannya kearah jendela.
"Bang Vin sedih banget pas tau kak Cara sakit. Padahal bang Vin mau minta maaf sama kak Cara, tapi kalo kondisinya kaya gini kan jadi susah."
"Nanti kalo Rena udah gede Rena harus hati-hati ya, jangan sampe mau dideketin sama cowok brengsek kaya bang Vin. Nanti pasti bakal banyak cowok yang dateng kesini buat ketemu sama Rena, tapi bang Vin yang bakal ketemu sama cowok-cowok itu lebih dulu. Bang Vin bakal seleksi mereka, karena bang Vin nggak mau Rena salah pilih cowok dan sakit hati berkepanjangan kaya kak Caramel."
Saat Malvin selesai berbicara ia kembali menatap Sirena, dan ternyata bocah yang sedari tadi ia ajak bicara itu sudah kembali tertidur.
Malvin tertawa kecil.
"Rena kok tega sih, bang Vin lagi ngomong malah ditinggal tidur."
Akhirnya Malvin pun menidurkan Sirena kembali di kasurnya. Malvin menurunkan Sirena dari gendongannya dengan sangat perlahan agar tidak mengganggu tidurnya lagi.
Dan setelah itu Malvin berjalan keluar kamar Sirena ia sengaja tidak menutup pintu kamar itu agar jika adiknya terbangun dan menangis ia dapat mendengarnya. Malvin berjalan menuju kamarnya dan saat ia baru saja ingin membuka pintu kamarnya, bel rumahnya berbunyi. Akhirnya Malvin pun tidak jadi masuk kedalam kamarnya dan kemudian berjalan menuju pintu utama rumahnya.
Malvin membuka pintu rumahnya dan cukup terkejut melihat sosok yang sedang berdiri dihadapannya itu. Seketika tangan Malvin mengepal kencang dan rahangnya pun mengeras.
"Masih berani lo nunjukin muka didepan gue?"
Ya, yang datang ke rumah Malvin saat ini adalah Dony. Masih terlihat beberapa bekas luka yang dibuat oleh Malvin, dan juga terdapat perban yang masih menempel di kening cowok itu.
"Gue kesini cuma mau minta maaf sama lo," ucap Dony dengan wajah datar.
"Minta maaf?" Malvin tertawa menghina. "Najis banget hidup lo."
"Terserah lo mau ngomong apa. Yang jelas gue kesini cuma mau ngomong itu, dan masalah lo mau maafin gue apa ngga itu urusan lo. Yang penting gue udah gentle buat minta maaf lebih dulu." Dony hendak berbalik dan pergi dari sana. Tapi dengan cepat Malvin langsung mencengkram pergelangan tangan Dony.
"Lo udah berani nunjukin muka lo lagi sama gue, jadi lo nggak bisa seenaknya pergi gitu aja," ucap Malvin lalu ia melepaskan pergelangan tangan Dony dengan kasar.
"Lo mau apa? Mau hajar gue lagi? Silahkan." Dony merentangkan tangannya bermaksud agar Malvin bisa dengan mudah untuk memukuli semua bagian tubuhnya.
"Ya sebenernya sih gue mau banget hajar lo lagi. Tapi kayaknya gue masih butuh lo buat tetap hidup deh."
"Buat apa? Buat lo permaluin didepan orang-orang?"
Malvin tertawa.
"Pinter juga otak lo itu. Tapi gue nggak sekejam lo sih Don, jadi gue nggak bakal permaluin lo didepan banyak orang. Cukup didepan Caramel aja," ucap Malvin dan sebelah sudut bibirnya tertarik keatas.
Dony hanya diam tidak menanggapi apapun.
"Lo ajak partner lo buat ketemu sama Caramel besok. Lo berdua harus jelasin semuanya sekaligus minta maaf sama Caramel, kalo perlu lo sujud di kakinya Caramel."
"Besok gue balik lagi kesini sama Audy."
"Nggak, lo nggak perlu kesini. Gue nggak sudi lo dan cewek itu nginjekin kaki di rumah gue lagi."
"Gue sharelock lokasinya, kita ketemuan disana." lanjut Malvin.
Dony menatap Malvin tanpa ekspresi sedikitpun.
"Atur aja." Lalu ia langsung melangkah pergi dari sana.
Malvin kembali tertawa sinis.
"Ternyata masih punya nyali juga dia."
Kemudian Malvin menutup pintu rumahnya kembali dan melangkahkan kakinya kedalam kamarnya yang berada dilantai dua.
Malvin mengambil sebungkus rokok yang tergeletak diatas meja belajarnya kemudian berjalan ke balkon kamarnya. Malvin duduk disana sambil menghisap rokok yang telah ia bakar itu. Malvin memejamkan matanya sejenak merasakan angin senja yang membelai lembut wajahnya.
Tiba-tiba Malvin memikirkan sikapnya pada Caramel yang telah berubah 180 derajat. Ia berubah menjadi sangat perhatian dan lembut pada gadis itu. Tanpa ia duga gadis itu ternyata mampu merampas semua hatinya. Gadis itu mampu membuat Malvin terus memikirkannya sepanjang waktu. Seolah semua space di otaknya hanya diisi oleh nama Caramel.
Lalu sekarang tanpa dikomando, tangan Malvin merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya yang berada disana kemudian jarinya bergerak untuk melakukan panggilan video dengan Caramel. Malvin menunggu beberapa saat sampai akhirnya layar ponselnya dipenuhi oleh wajah Caramel.
Malvin tersenyum tipis.
"Hai Ra."
"Hai Vin. Kenapa? Tumben banget video call."
"Nggak tau. Kangen kali gue sama lo."
Caramel terlihat tertawa.
"Kok makin kesini lo jadi makin aneh sih Vin."
Malvin hanya terkekeh.
"Lagi ngapain Ra?"
"Ya biasa, tiduran. Oh iya, gue tadi abis minum obat sama disuntik loh Vin."
"Oh ya? Terus lo nangis nggak pas disuntik?"
"Nggak dong."
"Terus tadi pas disuruh minum obat ngelawan nggak?"
"Nggak juga dong."
"Hebat."
"Jelaslah, gue kan emang hebat."
Malvin tersenyum menanggapinya.
"Udah makan belum?"
"Udah tadi disuapin sama Galang."
"Yaudah berarti besok makannya gue yang suapin."
"Tapi gue nggak mau disuapin sama lo pake sendok."
"Terus maunya pake apa?"
"Pake mulut."
Malvin tertawa kecil mendengar jawaban Caramel. Begitupun dengan gadis itu yang juga sedang tertawa karena ucapannya sendiri.
"Oh iya, Rena mana Vin?"
"Ada, lagi tidur di kamarnya."
"Oh.."
"Yaudah lo juga tidur sana. Kan tadi abis minum obat."
"Bosen ah gue tidur mulu."
"Terus maunya ngapain?"
"Nggak tau."
"Eh Vin gue boleh minta sesuatu nggak?"
"Boleh, mau apa?"
"Waktu itu Arthur pernah nyanyiin gue sampe gue tidur. Sekarang lo mau nggak nyanyiin gue juga sampe gue tidur?"
"Waktu itu Arthur nyanyiin lo lagu apa?"
"Lagunya James Arthur yang judulnya say you won't let go."
"Kode banget bangsat!" Umpat Malvin dalam hati.
Mood Malvin jadi memburuk akibat itu. Malvin harus mengakuinya kalau saat ini ia cemburu.
"Nanti aja ya Ra. Gue mau ngerjain tugas dulu."
"Oh, yaudah deh iya gapapa."
"See you Ra."
"See you too Vin."
Malvin pun mematikan sambungan teleponnya lalu ia menghembuskan nafasnya kasar. Sekarang Malvin menjadi sangat sensitif setiap kali Caramel menyebutkan nama Arthur.
Malvin berdecak kesal seraya mengacak rambutnya kasar.
"Argh!! Padahal dulu kan lo sendiri Vin yang ngebolehin dia buat ngedeketin Caramel. Terus kenapa sekarang lo jadi nggak terima liat dia deket sama Caramel?!"
Malvin lalu memandangi foto Caramel yang ia jadikan wallpaper ponselnya.
"Bego nggak sih kalo gue takut kehilangan seseorang yang udah bukan siapa-siapa gue lagi?"
.