DANDELION

By ekaaryani

596K 61.8K 27.8K

Ini dalah kisah nyata yang tak luput oleh waktu. Terkadang-cinta membutuhkan pengorbanan, pengertian dan juga... More

PERKENALAN
PROLOGUE
1. Misi Balas Dendam
2. Sebuah Telpon
3. Followback
4. Ajakan Pertama
5. Sebuah Plester?
6. Menyerah
VOTE COVER
8. ULANG TAHUN
9. TIDAK APA-APA
10. TIDAK SAKIT

7. MAKAN MALAM

18.7K 2.5K 751
By ekaaryani

Heihooo... aku update lagi ini haha, semoga kalian masih inget jalan ceritanya, yang udah lupa baca lagi gih, part nya baru sedikit kok, ini aja baru part 7 hehe maafin ya🙏🙏

Jangan lupa vote sama komentar ya, biar aku makin semangat👌

Happy reading...

Maret 2017

Aku hanya memakai celana jeans dibalut dengan jaket merah andalanku, bukan—lebih tepatnya itu adalah jaketku satu-satunya. Rambutku masih basah, bukan karena mandi besar, aku hanya tidak enak dengan rambut bergelombang karena sudah satu minggu tidak keramas.

Setidaknya, aku tidak ingin mengecewakannya ketika aku mengatakan—kalau aku dia menjadi temanku—teman sekelasku dan menjadi Kakak yang baik untukku.

Setelah turun dari motor Burionya, kami sekarang memasuki sebuah kafe yang banyak dikunjungi mahasiswa. The cubes, tempatnya tak jauh dari kampusku.

"Mau di luar ada di dalem?"

"Apanya?" tanyaku dengan wajah tidak percaya.

"Duduknya. Tapi kalau di luar banyak yang ngerokok," ucap Renaldy sambil menggosok-gosok hidungnya.

Tunggu. Sejak kapan dia lancar berbicara bahasa Indonesia dengan benar? Rasanya ada yang aneh, ucapannya barusan terdengar lancar tanpa terpotong-potong sedikitpun.

Mungkinkah, dia tidak banyak bicara tadi siang karena efek rambutku yang tidak keramas satu minggu? Bisa jadi, tapi ini hanyalah dugaanku saja.

"Ya udah di dalem aja," ucapku, dan aku langsung memilih tempat yang paling pojok, entahlah—aku suka dipojokan, mungkin juga ini alasan teman-temanku melandih Ekep padaku.

Aku memesan roti bakar, rasa cokelat tentunya. Dan dia pun mengikuti apa yang aku pesan. Aku kembali tersenyum sinis, biasanya cewek yang mengikuti cowok—bukan begitu? Dunia terbalik memang.

Setelah beberapa saat, dia mengajakku untuk berfoto untuk insta story. Dengan jaket merah andalanku aku, tersenyum kikuk—dan dia? Baik-baik saja dengan wajah datarnya.

"Aku masukin insta story nggak papa?"

Astaga! Kenapa dia terlalu percaya diri sekarang dengan memasukkan foto bersama ke insta story? Bagaimana wujud mukaku ketika anak kelas melihatnya?

"Hah?"

"Aku upload ya?"

Aku mengembuskan napas, sepertinya aku harus bersiap membawa penutup telinga besok. Tentu saja, teman-temanku aku mewawancaraiku dengan jutaan pertanyaan—bukan, lebih tepatnya, meledek dan mempermalukanku sampai aku ingin bersembunyi di dalam got.

Aku kembali tersenyum kikuk, "Oke..."

Ha... Semoga Astri Anggraini, temanku yang membuat nama Ekep meluas tidak melihatnya.

Yang membuatku lebih tercengang adalah saat dia mengupload foto kami lalu menambahkan emoticon "😘" di sampingnya. Ingin rasanya aku membanting roti yang ada di atas meja.

"Kamu nggak upload juga?" katanya membuatku semakin bingung, sungguh, aku menyesal sudah keramas barusan.

"Aku nggak pernah buat insta story." Kali ini aku jujur, aku memang tidak percaya diri untung mengupload apapun tentang diriku di sosial media secara berlebihan, terutama wajahku.

"Serius?"

"Iya, pantau aja."

Dia tidak berbicara panjang lebar lagi, terlihat dengan jelas kalau dia memang kecewa. Tapi entahlah—aku tidak peduli sedikitpun padanya. Melihat wajah kecewanya saja sudah cukup membuatku ingin melahap roti secepatnya.

"Rotinya—nggak habis?" tanya Renaldy saat aku masih memakan rotiku. Aku pun melirik ke arah rotinya lalu tersenyum kecil. Fix, dia masih lapar dan ingin memakan roti ini.

"Habis!"

"Kayanya kebanyakan deh."

Eh—sok tahu! Ingin aku berkata kasar saat itu juga, tapi aku benar-benar tidak kuat menahan gelitik di dalam perutku yang siap untuk berguncang. Ya, aku tertawa saat itu juga.

"Kamu mau? Ini..." aku pikir dia tidak akan memakannya karena gengsi, tapi ternyata tidak. Dia memakannya dengan lahap seperti orang yang tidak makan selama tujuh hari.

Sialan.

Sialan.

Sialan.

Kenapa tidak memesan makanan yang lain saja? Aku langsung meminum lemon tea yang kupesan, kuhabiskan, langsung tanpa sisa. Aku menghabiskannya penuh dengan emosi yang bergejolak. Dia... menyebalkan!

Aku kembali tersenyum sinis sambil memakannya dengan lahap, dan—sudah, akhirnya yang aku tunggu, dia pun selesai memakannya.

Saatnya untuk pulang, dan—saatnya untuk membayar tentunya. Ada hal yang membuat darahku mendidi kembali, dan tentunya aku juga ingin memasukan kepalanya dalam knalpot motor.

Saat dia menunjukan wajah polos dan tidak mengeluarkan dompetnya. Shit!

"Mau bayar?" tanyaku berusaha membuatnya peka, tentu saja, dia yang mengajakku keluar dia juga yang harus membayar, bukan begitu?

"Ayo, patungan."

What the hell?

Are you kidding me?

PDKT macam apa yang mengharuskan ceweknya patungan? Apa aku sedang bermimpi? Apa aku sedang ada di dunia hayalan sekarang? Sayangnya Tuhan berkata lain, ini adalah dunia nyata dan Renaldy tengah menunggu uang patungan dariku.

Aku kembali tersenyum, senyum kesal lebih jelasnya. Dan saat itu juga aku langsung mengambil nota lalu berjalan menuju kasir, aku membayar semua makanannya sekaligus.

Bukan sok kaya, kalau aku kaya mungkin aku punya seratus jaket, kalau aku kaya mungkin aku keramas setiap hari. Ini lebih ke rasa kesalku yang menumpuk, jujur—aku baru pertama kali diperlakukan seperti ini.

"Berapa semuanya?" tanyaku dengan mata tajam pada kasir yang tidak salah apapun.

"60.000," ucapnya sambil merunduk benerapa kali. Aku pun langsung mengeluarkan uang mingguanku yang tesisa, sungguh aku ingin menjambak rambutnya sekarang juga.

Aku pun membayarnya dengan kesal lalu kembali ke meja makan, dia pun kembali memasang wajah polos atau—bego? Lalu tersenyum, aku tidak bisa membaca pikirannya, yang pasti sekarang dia tengah tersenyum. Hanya itu.

Aku pun keluar dengan tergesa-gesa sebelum ada iblis yang merasukiku, aku menunggunya di depan motor Burio miliknya. Dan—dia masih memasang senyumnya.

"Ini ambil uangnya," ucapnya sambil memberikan dua lembar uang berjumlah dua puluh ribu dan sepuluh ribu.

Ha? Tidak akan.

"Nggak usah, aku aja yang bayar."

"Serius?"

Kampret! Malah tanya serius? Aku kembali mengembuskan napas panjang, lalu berusaha tersenyum walau tangan ingin begulat.

"Iya."

"Ya udah, makasih ya."

Rasanya aku ingin meremas ususnya, tapi aku kembali tersenyum, penuh paksaan, semoga saja tidak ada asap yang keluar dari pucuk kepalaku.

"Sama-sama," ucapku lalu memasang helm, dia pun memasukan uangnya kembali ke dalam dompet, lalu memakai helmnya.

"Ayo pulang," ucapnya.

Aku teraenyum, lalu kalau tidak pulang mau ke mana lagi? Mau patungan buat beli teh gelas? Aku pun langsung menaiki motornya dengan wajah kusut.

Aku membuka ponselku dan dengan segera membuka Line, lalu membuka grup NUGELO untuk menumpahkan semua rasa kesalku padanya.

Eka:
Gengs, masa iya aing yang harus bayar makannya? Kampret! Sumpah KAMPRET!

Love you readers...

Buat yang belum tahu atau baca info yang aku kasih, aku ganti judul, dari Renaldy & Eka jadi: Dandelion

Dan cover yang paling banyak dipilih yang ini👇👇

Semoga kalian suka ya sama covernya wkwk monmaaf kalau wajah ceweknya terlalu cantik😂

Besok aku update lagi

Ada yang mau ditanyain?

Instagram:

@ekaaryani01

Thankyou💕

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 21.4K 28
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
612K 69.4K 26
Berkisah tentang seorang Gus yang dikejar secara ugal-ugalan oleh santriwatinya sendiri. Semua jalur ditempuh dan bahkan jika doa itu terlihat, sudah...
1.2M 47K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

2M 106K 42
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...