Bismlillah...
Sejak dari tadi saya duduk di depan laptop namun pandangan ku terus saja focus ke benda touchscreen hingga mengabaikan ketikan seribu ku ini.
Namun, aku takkan mengabaikannya. Akan tetap kulakukan.
Meski sesaat terdengar suara seperti ada benda jatuh mengenai benda kipas anginku tapi saat saya menengok kea rah benda itu. Saya sama sekali tak mellihat sesuatu yang jatuh. Saya rasa ada yang sedang ingin bermain-main denganku apalagi sekarang sudah larut malam (saat saya mengetik ini).
Beberapa pesan sebelumnya juga masuk ke aplikasi whatssappku tentang suara jalan kaki di samping kamar temanku. "sejak rumah di sebelah itu mau dijual, sering terdengar orang berjalan," tulisnya di status whatssappnya. Saya pun langsung mengkomentarinya dengan emotikon monyet yang menutup mata.
Kuceritkan pula padanya tentang aura rumahku yang juga kadang membuat merinding di malam hari. Tapi sebenarnya ini hanya jika kamu begadang kalau tak begadang semuanya aman terkendali. InsyaAllah.
Ya, rumahku memang biasanya kosong jika hari kerja (ketika bapakku mengajar di sekolah). Maka, jika saya pulang ke rumah dan mendapat tugas mengepelnya maka kupastikan saya akan mengepelnya dengan bacaan zikir biar auranya itu bukan aura horror. Saya yakin juga rumah yang selalu mendapat lantunan al qur'an (penghuninya rajin mengajaji Insyaa Allah akan menjadi rumah yang damai nan tentram). Coba saja ke rumahku dan rasakan auranya tersediri.
Saya tidak mengantuk saat menulis ini, namun mataku sudah terasa berat. Tapi gak ngantuk yaa.
Sepertinya saya harus menghilang dari status social media untuk beberapa hari. Dikarenakan saya merasa ini menghambat kerjaan tugasku. Benarkah?
Atau hal ini disebabkan karena kondisi level malasku jadi lebih meningkat (tidak seperti biasanya).
Saya juga kadang merasa bahwa penyakit 'ain selalu saja menghampiriku jika saya habis memasang foto di social media. Meskipun fotoku itu tak Nampak secara keseluruhan. Ah benarkah?
Wallahu'alam.
***
Menikmati nasi lembek yang telah dicampur dengan santan, dedaunan sayur, labu dan kacang panjang. Bahan-bahan itu bercampur dan di masak dengan bumbu yang pas. Mereka menyebutnya bubur manado.
Saya menyantapnya dengan menggunakan piring cokelat dan kunikmati di depan laptop. Bermaksud agar tugas yang mengganjal pikiranku selama ini segera hilang. Namun, tetap saja belum selesai. Malah, saya keluar dari kamar lalu ikut bersama sang kepala keluarga. "saya ingin mengabadikan sunset sore ini," batinku setelah mengajukan permintaan untuk ikut bersamanya.
Sang kepala keluarga menyetujui, sepertinya ia juga kasihan padaku karena di rumah terus dan hanya suka di depan laptop saja.
Maka segera kucari khimar panjang ku namun ternyata sang penguasa dapur mencucinya. Otakku mengisyaratkan padaku agar segera mencari penggantinya di lemari bercermin milik sang penguasa dapur. Kyutemukan sebuah jilbab cokelat muda, warnanya sangat lembut (soft) bak minuman yang terlihat manis tanpa sarimanis.
Sang kepala keluarga beberapa kali berteriak agar segera keluar, namun saya mengingat bahwa saya harus mencari 1 benda lagi dan saat telah kutemukan sayapun langsung keluar.
Motor mio soul beroda pelan, kedua bannya berputar secara teratur. Beberapa kali pandanganku kualihkan untuk menghindari tatapan yang tak ingin kulihat. Bukannya malas melempar senyum namun saya tak ingin dipanggil singgah di rumah. Itu hanya akan membuatku tak enak hati.
Motor berbelok ke kiri setelah melewati jembatan sedang (tak terlalu luas dan tak terlalu sempit). Jalan sempit dan bergelombang, syukurlah sudah tak becek lagi karena seharian ini matahari sangat cerah. Beberapa hari yang lalu saya ingin ikut ke empang tapi sang kepala keluarga menjadikan tanah becek sebagai alasan agar saya tak ikut.
Syukurlah hari ini benar-benar cerah.
Motor diparkir di sela-sela rumah kayu mini. Seekor kucing bertubuh kurus berwarna orange menyambut. Sesekali ia bermeong seolah menagih makanan. Namun, saat itu saya tak membawa makanan. "seharunsnya ia makan banyak disini karena disini terlalu banyak makanann kesukaannya," pikirku.
Sang kepala keluarga sibuk memperbaiki alat penangkap ikannya. Dan saya sibuk memotret sesekali merekam sana sini.
Tak lama kemudian, 2 teman karih sang kepala keluarga datang mendekat. Mereka berbincang-bincang dengan sesekali tersenyum lebar.
Saya hanya menyimak tentunya dengan tatapan yang sibuk ke hp.
Ketika seseorang berbicara itu akan menunjukkan pikirannya tapi setelah ia bertindak akan menunjukkan hatinya. Benarkah?
Setelah 1 jam berlalu, sang kepala keluarga menyuruhku agar berjalan duluan ke tempat tujuan.kutengo alat penangkap ikan di dekatnya, lalu saya berdiri beranjak pergi.
"sepertinya saya duluan saja. Saya bisa selfie atau mengambil video sendiri tanpa harus malu karena dilihat," batinku berencana.
Meski langkah kaki agak takut berjalan karena imajinasi ular ataupun pararang (biawak), kakiku terus berjalan. Sesekali berhenti dan jongkok merekam setiap sudut pemandangan yang menurutku tak patut dilewatkan.
Pandangan ku tertarik pada sebuah bunga rapuh berwarna putih. Bunga rumput itu mudah sekali terbang. Namun, saat kucoba meniupnya sambil merekam, saya tak berhasil merekam video terbaiknya. Kuabaikan, lalu kedua kakiku terus berjalan.
Setba di rumah-rumah peok (produksi 2015), saya memerhatikan sekeliling. Mencari penampakan ular yang bisa saja menjadi ancaman bagiku.
Setelah puas menekan tombol shot berkali-kali, saya mulai berfikir.betapa dulu tempat ini mejadi salah satu kenangan terbaikku.
Ooh tidak, saya mendengar seperti ada yang berjalan di lantai.
Gorden pintu kmarku terus saja melambai-lambai karena tertiup kipas angina. Ketikan ku sejenak berhenti menyimak langkah kaki itu.
"mungkin saja makhluk halus itu ingin mengangguku," pikirku.
Ayam berkokok dan itu membuatku lega. Konon katanya jika ada ayam yang berkokok itu berarti ia sedang melihat malaikat. Bukankah itu pertanda kebaikan? Bak di film-film, Allah selalu mengutus malaikattnya untuk menolong kepada prang-orang yang membutuhkan.
Kutekan tombol save.
Apa kita harus kembali ke empang lagi?
Saya suka berfikir ketika mendapatkan view yang indah di empang, saya selalu membayangkan tentang pembuatan video clip. Ah, kapan yak?
Entahlah. Semoga Allah menghendaki. Meski pembangunan rel keretaapi akan membelah empang yang selalu kulalui. Rel kereta itu belum jadi, namun otak ini sudah membayangkan bagaimana jika rel itu sudah selesai dibangung. Suara bising dan getaran tanah akan terdengar jelas. Tentunya itu akan mengganggu ekosistem empang. Muncul pertanyaan? Bagaimana nasib emapan disini ke depan?
Pembangunan memang selalu menuntut pengorbanan. Bak kemudahan selalu menyertai dengan kesulitan. Dua hal itu saling datang bergilirang. Siapa paling sabar dan kuat maka ia akan mendapatkan moment yang manis.
Karena memang untuk hidup di dunia yang fana ini, kunci sabar harud dimiliki.apalagi di tengah karakter orang-orang yang mulai berubah dan hanya sibuk dengan dirinya sendiri. Semoga kita selalu bermanfaat bagi orang lain. Minimal tak merugikan orang lain.
Saya teringat dengan motto di salah satu pesantren yang ada di Polman, "sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat di sekitarnya". (Tanete, 14 April 2020| 00:40 wita).