Brokenheart Syndrome [END]

By NAARSYA

35.9K 3.6K 124

Aileen Claretta. Seorang gadis yang menderita Brokenheart Syndrome sejak ia berumur empat belas tahun. Tak ad... More

Permulaan
Prolog
Cast
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
PART 28
PART 29
PART 30
PART 31
PART 32
PART 33
Romeo and Juliet Cast
PART 34
PART 35: Romeo and Juliet I
PART 36: Romeo and Juliet II
PART 37
PART 38
PART 39
PART 40
PART 41
PART 42
PART 43: Pergi?
Epilog
EXTRA PART : Jomblo
EXTRA PART II : Cincin
EXTRA PART III : Akhir

PART 10

668 75 5
By NAARSYA

Jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam ketika Aileen menyusuri jalan dengan menggunakan sepedanya. Ia baru saja mengantarkan laundry kepada pelanggan. Jaraknya yang lumayan jauh, membuat kaki Aileen lelah mengayuh sepeda. Mau bagaimana lagi, hanya ini yang bisa dia lakukan untuk membantu kedua orang tuanya.

Jalanan masih agak ramai karena malam belum terlalu larut. Namun tetap saja, fakta itu tidak akan menghilangkan rasa takut Aileen terhadap hantu. Apalagi langit yang gelap disertai kilat seperti menunjukkan bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Dan jelas hal itu menambah kekhawatiran di hati Aileen.

Ia sebenarnya membawa payung di keranjang depan sepeda. Tetapi Aileen tetap harus meneduh apabila turun hujan, karena tidak mungkin kan ia mengemudikan sepeda dengan satu tangan memegang payung?

Tak selang lama, apa yang dikhawatirkan Aileen terjadi. Hujan mulai turun. Awalnya tidak deras, tapi lama-kelamaan air yang turun seperti anak panah yang menghujam Aileen. Dengan terpaksa gadis itu menepikan sepedanya di sebuah kafe kecil yang masih buka. Orang-orang menatapnya kasihan, Aileen tak peduli.

Tiba-tiba seorang gadis keluar dari kafe tersebut membawa kantong plastik berisi minuman. Sepertinya ia lebih muda dari Aileen. Paling anak SMP yang baru saja nongkrong dan minum kopi. Gadis itu terlihat menghembuskan napas kasar ketika sadar bahwa hujan telah turun. Mungkin karena ia tidak membawa payung dan bingung bagaimana ia bisa pulang.

Saat gadis itu menyadari keberadaan Aileen, ia mendekat. "Kakak nggak bisa pulang juga?"

"Bisa tuh, emang kenapa nanya-nanya?" Aileen berujar ketus. Rasa-rasanya gadis itu mengingatkan Aileen pada seseorang hanya karena melihat wajahnya.

"Kalo bisa kenapa masih di sini, Kak?"

"Nggak liat masih hujan? Gue bawa sepeda, nggak mungkin tangan gue bisa buat megang payung."

"Ya artinya nggak bisa pulang, Kak. Sama kayak saya." Gadis itu mendengus. Namun dalam sejenak, ekspresinya berubah menjadi ramah sekali. Pasti ada maunya. "Kakak mau nganterin saya ke rumah? Nanti biar saya yang bawa sepeda, Kakak yang megangin payung buat kita berdua. Gimana?"

Dan yah, tebakan Aileen dalam batinnya memang tak pernah salah.

"Sorry-sorry aja nih ya, enak banget lo minta dianter. Terus gue gimana, hah? Lo tinggalin gitu aja waktu udah sampe rumah? Rugi lah gue," jawab Aileen tak terima.

"Nanti Kakak neduh di rumah aku dulu. Terus kalo misal masih hujan, janji deh aku bakal suruh supir buat nganterin Kakak sampe ke rumah." Gadis tersebut masih mencoba untuk merayu Aileen agar mau membantunya.

"Lo siapa, sih? Kita nggak kenal dan seenaknya lo minta tolong sama gue?" tanya Aileen sarkastik.

Gadis itu malah tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Kenalin Kak, aku Nefirda. Panggil aja Firda."

"Dih, malah ngajak kenalan." Aileen mencibir namun tak urung menerima uluran tangan Firda.

"Jadi gimana Kak tawarannya? Mau diterima nggak?"

"Kenapa lo nggak langsung minta jemput sama supir sekalian? Kenapa juga harus gue yang anter?"

"Aku lupa bawa handphone. Kalo kakak nggak mau nganterin aku, aku nggak bisa pulang, dong."

"Hmm, karna gue baik nan cantik, gue bakal nganterin lo. Btw nggak usah panggil gue Kakak soalnya gue nggak nikah sama kakak lo."

"Tapi Kakak aku ganteng loh."

"Bodo amat. Mau dianterin nggak?"

Firda mengangguk antusias. "Iya lah, Kak."

"Jangan panggil gue Kakak, lo umur berapa?"

"Empat belas tahun."

"Nah kan, gue umur tujuh belas tahun dan kita cuma beda tiga tahun. Jadi panggil gue Aileen cantik, oke?"

"Nggak kepanjangan?"

"Mau dianter nggak?" Aileen bertanya sebal.

"Oke Aileen cantik."

"Bagus. Eh tapi bener sih, agak kepanjangan. Gimana kalo disingkat jadi Aican?"

"Oke, Aican!"

"Good," Aileen mengacungkan jempolnya.

Mereka melangkah menuju sepeda Aileen. Aileen mengambil payung dan duduk di belakang, sedangkan Firda langsung mengambil alih sepeda dengan duduk di depan.

"Rumah lo jauh nggak dari sini?" Aileen bertanya sambil membuka payung. Kemudian payung itu ia angkat agar bisa melindungi dirinya dan Firda dari tetesan air hujan.

"Nggak jauh kok, Kak." Firda mulai mengayuh sepeda menyusuri jalanan yang sebagian sudah tergenang air.

Sepanjang perjalanan, Aileen mengangkat kakinya tinggi-tinggi agar tak terciprat air. Firda mengayuh sepedanya dengan santai tak memedulikan Aileen yang merasa kesusahan. Karena dirinya pun juga harus fokus memperhatikan jalan agar terhindar dari bahaya.

Sepeda mulai memasuki perumahan elit yang membuat Aileen ternganga untuk kedua kalinya. Saat itu dengan Kalya dan sekarang dengan gadis SMP yang baru dikenalnya ini. Aileen jadi bingung, kenapa dirinya dikelilingi oleh orang-orang yang bergelimang harta? Entah itu kerugian atau keberuntungan bagi Aileen.

Tak lama, Firda mengehentikan sepeda di depan salah satu rumah dengan desain elegan. Tak kalah besar jika dibandingkan dengan rumah Kalya. Malah mungkin lebih besar dari rumah Kalya.

Firda turun, Aileen mengikut sambil masih memegang payung di tangan kanannya. Dua gadis itu kini mulai memasuki gerbang dengan Firda yang menggiring sepeda Aileen. Halaman rumah itu benar-benar luas. Ada dua mobil yang terparkir di sana. Aileen jadi minder sendiri ketika sepedanya diparkirkan dekat dengan kedua mobil tersebut.

Firda memimpin jalan kemudian mengetuk pintu rumah juga tak lupa mengucap salam. Tak perlu menunggu lama, seseorang datang membukakan pintu. Awalnya Aileen tak sadar siapa orang itu karena ia sibuk memperhatikan sekeliling rumah yang super mewah ini. Namun lagi-lagi suara itu terdengar memecahkan keheningan. Suara yang sudah sering Aileen dengar.

"Kemana aja kamu?" Itu suara Gian. Aileen refleks menoleh, ia sangat terkejut.

Gian pun tak kalah terkejut melihat Aileen, namun ia lebih bisa mengendalikan ekspresinya untuk kembali datar seperti biasa.

"Ke kafe sama temen aku." Firda menyodorkan kantong plastik yang dibawanya. "Ini aku beliin buat Kakak."

Kakak? What the hell?! Jadi Gian adalah Kakak yang Firda maksud ganteng itu? Bener sih. Aileen membatin dalam hati.

"Oh iya, Kak, tadi aku nggak bisa pulang. Tapi untungnya ada Aican yang rela nganter aku ke sini pake payung sama sepedanya."

"Aican?" Dahi Gian mengerut bingung.

"Kependekan dari Aileen cantik."

Gian sontak langsung tertawa terbahak-bahak mendengar itu. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan pemikiran gadis yang datang bersama adiknya ini.

Aileen ternganga lebar. Jadi cowok itu bisa ketawa juga? Jantungnya kembali berdetak secara tidak normal. Gian yang datar saja sudah sangat tampan apalagi Gian yang tertawa? Ah, lelaki ini memang brengsek dengan caranya.

Gian yang tersadar akan tatapan kaget dari Firda dan Aileen, cepat-cepat menghentikan tawanya. Dia juga bingung kenapa bisa tertawa sekencang itu? Tapi tidak heran juga sih, di depannya kan ada gadis paling bodoh di dunia menurut versinya.

Wajah Gian kembali datar. "Ayo masuk."

***

Aileen duduk di sofa ruang tamu milik keluarga Firda dan juga... Gian. Jujur, ia masih kurang percaya bahwa saat ini ia sedang berada di rumah Gian. Cowok datar nan menyebalkan. Dan juga fakta mengejutkan bahwa Firda yang diantarnya tadi adalah adik Gian. Kurang dramatis?

IYA, TERNYATA FIRDA ADALAH ADIK KANDUNG GIAN.

Firda yang baru saja selesai mengganti bajunya, datang menghampiri Aileen dengan membawa handuk. "Ini Aican, keringin dulu rambutnya. Agak basah itu."

Aileen menerimanya. "Makasih."

Firda duduk di samping Aileen. "Harusnya aku yang bilang makasih. Makasih udah nganterin aku, Aican."

Aileen meringis mendengar nama Aican kembali di sebut oleh Firda. "Eh, lo panggil gue Kakak aja deh. Jangan Aican."

Jelas Aileen malu kalau Firda masih memanggilnya Aican ketika fakta mengatakan bahwa gadis itu adik dari seorang Gian. Lelaki yang telah menertawakan kependekan namanya, Aican.

"Kenapa emang? Bagus loh padahal." Firda tersenyum menggoda. "Lagian tadi Aican yang bilang kalau nggak boleh manggil Kakak. Sekarang kenapa berubah pikiran?"

Satu lagi yang Aileen temukan. Gadis didepannya ini adalah gadis dengan sifat menyebalkan tingkat dewa. Hampir sama seperti kakaknya. Sejak kapan? Oh ya jelas sejak Gian menertawakan namanya. Dipikir-pikir Aileen malu sendiri karena telah membuat panggilan sekonyol itu.

Jadi, dia punya malu?

"Jangan-jangan ini karena Kak Gian yang ngetawain Kakak ya?" Firda kembali dengan tingkah menyebalkannya. "Kakak suka sama Kak Gian? Kalian satu sekolah, kan?"

"Apaansih!! Nggak usah ngaco ya lo. Tadi aja waktu minta tolong pake nada baik-baik, sok manja dan tersiksa. Sekarang? Nggak ada sopan-sopannya." Aileen menggerutu sebal.

"Itu kan karena aku belum tau kalo Kakak ternyata suka sama Kak Gian."

"Lo budek? Gue nggak suka sama Kakak lo yang songong dan gak tau diri itu?!"

"Siapa yang songong dan nggak tau diri?"

Tiba-tiba Gian datang dan menyahut dengan tampang seperti biasanya. Sama sekali tak terkesan dengan cibiran yang dilontarkan oleh Aileen. Karena jelas, untuk apa dia percaya dengan gadis bodoh itu? Tidak berguna.

Aileen terkejut dengan kedatangan Gian yang tiba-tiba. Tapi ia tetap memilih untuk menjawab jujur. "Lo lah, siapa lagi?!"

Gian hanya balas berdecak. Ia malas meladeni gadis macem Aileen. Lelaki itu melempar hoodie abu-abu miliknya ke arah Aileen.

"Pake itu, gue anter lo pulang."

Aileen menggeleng cepat. "Nggak usah, beneran. Rumah gue gak jauh dari sini. Paling sepuluh menitan kalo pake sepeda. Makannya setelah gue pikir-pikir, heran juga kenapa waktu di halte tadi lo bilang bis kita beda jurusan? Padahal kalo diteliti, rumah gue sama rumah lo itu ada di kecamatan yang sama. Bedanya lo di perumahan sedangkan gue ada di wilayah pemukiman biasa."

Gian terpegun mendengar apa yang dikatakan oleh Aileen. Benar juga, kenapa dia bisa sebodoh itu untuk memilh alasan? Sepertinya nasib sial sedang berpihak padanya.

Belum juga Gian membalas, Firda sudah lebih dulu menyahut. "Loh, kenapa Kak Gian di halte? Bukannya dia selalu bawa motor ke sekolah ya?"

Aileen makin dibuat bingung dengan pertanyaan Firda. Sedangkan di tempatnya berdiri, Gian sedang frustasi dan merutuk dirinya sendiri yang benar-benar bodoh dalam memilih alasan. Tapi tentu saja, Gian adalah Gian. Lelaki yang lihai dalam mengendalikan dirinya.

"Firda, mending kamu masuk ke kamar dan nggak usah ikut campur. Tidur! Ini udah malem. Biar Kakak yang anter Aicanmu ini."

Firda mengangguk kemudian pergi meninggalkan ruang tamu. Sedangkan Gian kembali menatap Aileen dengan dingin dan tajam.

"Nggak usah banyak omong! Pake hoodie itu terus gue anter pulang, Aican. Jangan ge-er, ini karna gue ngrasa berterima kasih aja sama lo yang udah mau nganterin Firda."

Aileen hanya bisa mendengus sebal. Ia memakai hoodie abu-abu kebesaran itu, kemudian mengikut Gian yang sudah keluar rumah terlebih dahulu.

***

Gian dan hoodie abu-abunya.



Continue Reading

You'll Also Like

2.8M 166K 67
Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka...
AV By s h e y

Teen Fiction

3.7M 296K 50
Sequel ALTHAIA. Asgara Ardew Lazarus. Pria dingin anti sosialisasi ini menyebut perempuan adalah mahluk yang merepotkan, kecuali Mommy tersayang nya...
415K 32.9K 47
ERLAN PANDU WINATA , anak kedua dari ZIDAN WINATA. Terlahir dari keluarga berada, hidup penuh dengan kemewahan ia tak pernah kekurangan dalam segala...
4.4M 260K 47
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...