Berawal dari Terry yang tiba-tiba mengirim pesan pada Jennie, menanyakan perkembangan katalog mineral rombelnya sampai mana, berujung dengan ajakan Terry untuk mengantarnya ke tempat jilid hard cover yang harganya murah.
Tempatnya memang agak jauh dari kampus, tapi harganya sangat murah. Jika di tempat foto copy sekitar kampus rata-rata 25 ribu ke atas, maka di sana hanya 15 ribu saja. Lumayan bisa hemat 10 ribu terlebih tidak banyak yang menjilid ke sana jadi antriannya tidak terlalu banyak.
Sebenarnya ketika Jennie minta rekomendasi tempat menjilid laporan praktikum, ia sama sekali tidak bermaksud modus. Toh, Jennie berencana akan pergi bersama Bintang, tapi Terry tiba-tiba menawarkan diri dan Jennie tidak berani untuk menolak.
Alhasil setelah review materi geologi berakhir mereka berangkat bersama. Jennie terpaksa harus buka jasa titip untuk Bintang setelah cowok itu puas meledeknya.
"Laprak geologi gue sekalian dijilid aja Jen." Bintang menyerahkan tumpukan laporan geologinya yang baru saja dibagikan beberapa menit lalu.
"Buset Bin, ini gue bawa banyak banget!" protes Jennie. Totebagnya sudah penuh berisi kumpulan laporan praktikim geologi dan kartografi miliknya dan Bintang.
"Amal Jen, kan lo bareng doi juga. Kalau kesusahan minta bantuan dia dong."
"Bangke emang!" Bintang tertawa lalu menepuk bahu Jennie sebelum meninggalkannya lebih dulu.
Tak lama Terry muncul dengan motornya dan berhenti tepat di depan Jennie. Dahinya berkerut begitu melihat isi totebag Jennie.
"Banyak banget."
"Punya Bintang sekalian."
Terry hanya bergumam lalu menyuruh Jennie segera naik ke motornya. Mereka sama sekali tidak sadar kalau dari kejauhan Jebi diam-diam memperhatikan dengan tatapan yang sulit diterka.
"Responsi tuh cuma tes lisan doang apa gimana Kak?" Tak tahan dengan suasana hening di perjalanan, Jennie akhirnya memilih untuk membuka topik pembicaraan.
"Tergantung, ada yang cuma lisan ada yang tertulis juga."
"Susah gak?"
"Kalau selama ini lo merhatiin semua materi praktikum ya lo gak bakal kesusahan, toh pertanyaannya gak bakal jauh dari sana." Jennie mencebikkan bibirnya. Jawaban Terry memang benar, tapi sangat tidak membantu. Yang ada Jennie kesal mendengarnya apalagi nada bicaranya yang terkesan angkuh.
Akhirnya Jennie menyerah untuk mengobrol dengan Terry. Ia membiarkan perjalanan mereka begitu saja tanpa sepatah katapun hingga sampai di tempat tujuan.
"Mau ditungguin apa gimana? Ngejilid hard cover lumayan lama."
"Kalau ditungguin emangnya Kak Terry gak keberatan?" tanya Jennie ragu-ragu. Sejujurnya ia lebih memilih untuk menunggu daripada harus bolak balik untuk mengambilnya. Jiwa mager Jennie menolak keras.
"Gak masalah."
"Yaudah Kak kita tungguin aja gimana?" Terry mengangguk setuju. Mereka berdua duduk di bangku kayu yang sudah disediakan. Namun baru lima menit Terry sudah berdiri dan mengajak Jennie pergi.
"Kita mau kemana Kak, bukannya mau nungguin sampe beres?"
"Masih lama, kita jalan dulu aja sekalian nungguin. Mumpung lagi di bawah juga."
"Hah?"
"Gak usah banyak tanya, ayo naik!" Jennie menuruti ucapan Terry dengan patuh. Mereka melaju semakin menjauh dan Terry sama sekali tidak memberitahu akan membawa Jennie kemana.
Jennie memang sering ke Semarang bawah bersama Momo untuk sekadar jalan-jalan atau belanja di mall, tapi ia sama sekali tidak tahu ke arah mana Terry melajukan motornya. Mulanya ia hapal karena searah dengan bandara, tapi semakin lama jalan yang dilewati mereka semakin asinng.
Mereka memasuki area perumahan lalu melipir ke jalan kecil. Menyusurinya hingga menemukan sungai dan jalan setapak. Suasananya sangat sepi dan sekarang Jennie bisa melihat jelas puluhan pohon mangrove di kanan kiri mereka.
Sesekali Terry mengeluh sebab jalanannya yang masih berupa tanah dan susah untuk dilewati karena tidak rata. Kalau Jennie yang membawa motornya mungkin ia memilih untuk turun dan meninggalkannya saja di suatu tempat.
Mata Jennie melotot begitu melihat pemandangan di depannya. Laut terbentang jelas dengan deburan ombak khas pantai utara. Tidak begitu besar, tapi tetap memikat. Keduanya turun dari motor dan berjalan mendekati bibir pantai.
Tidak ada siapapun di sana selain mereka. Pantai itu benar-benar sepi dan seperti belum terlalu terjamah. Senyum Jennie mengembang dengan sendirinya. Kedua matanya terpejam menikmati embusan angin. Rasa lelahnya hilang seketika. Diam-diam Terry mencuri pandang ke arahnya.
"Lo pasti belom pernah ke sini," ujar Terry membuat Jennie kembali membuka matanya.
"Belum pernah. Aku di Semarang cuma pernah ke Pantai Marina doang itu pun cuma sekali," jawab Jennie teringat Bintang saat membawanya jalan-jalan keliling Semarang untuk pertama kalinya.
"Gue lebih suka ke sini, sepi dan jarang ada pengunjung."
"Ini pantai apa? Kok aku baru tau kalau di Semarang ada pantai kaya gini."
"Namanya Pantai Tirang. Pengelolaannya emang belum sebagus Pantai Marina makanya gak terlalu terkenal. Lagian aksesnya juga jelek apalagi kalau musim hujan, susah banget dilewatin."
Terry membuka sepatunya dan membiarkan kakinya telanjang di atas pasir. Jennie mengikutinya dan meletakan sepatunya di dekat milik Terry. Mereka lantas berjalan ke arah Barat. menyusuri pantai sambil menikmati langit yang mulai menguning terbiaskan cahaya matahari.
Pantai Tirang memang bukan tempat yang sempurna untuk menikmati sunset, tapi cukup bagus untuk dijadikat pelepas penat atau tempat untuk mengobrol dengan tenang tanpa banyak orang yang berlalulalang. Meski harus sedikit terganggu oleh suara yang ditimbulkan beberapa pesawat yang melintas di atas mereka karena letaknya ternyata tak jauh dari Bandara.
"Kak Terry tau tempat ini dari mana?"
"Dulu gue pernah ikut acara tanam mangrove di sini, yang diadain anak-anak Mapala." Jennie mengangguk-angguk paham. Ia merasa terhibur sekaligus berterima kasih karena Terry telah mengajaknya ke sini. Untuk sementara ia jadi tidak begitu cemas memikirkan responsi dan UAS yang sudah di depan mata.
"Kayanya Kak Terry tertarik banget sama mangrove ya? Karya tulis kak Terry juga Tentang mangrove."
Terry tersenyum kecil. Ia tidak membantah ataupun membenarkan ucapan Jennie.
"Lo tau nggak kenapa gue tertarik?" Jennie menggeleng.
"Mangrove itu salah satu kunci untuk ekosistem pesisir, sayangnya masih banyak orang yang belum sadar sama manfaatnya. Ironisnya sekarang hutan mangrove di seluruh dunia terus menipis." Jennie hanya meringis merasa paham gak paham. Ia tahu kalau semua hutan sedang krisis, tapi tidak pernah sampai memikirkannya dengan serius. Lagipula memangnya dia bisa apa?
"Banyak hutan mangrove yang gak keurus banyak juga yang udah dikelola, tapi hasilnya nggak lebih baik dari pada yang gak diurus. Sektor pariwisata yang sering dibanggakan dan dipamerkan aja malah kadang jadi merusaknya secara perlahan. Ya walaupun gak semua kaya gitu."
Jennie mulai mengeluh dalam hatinya. Percakapan seperti ini jelas tidak cocok dengan Jennie. Daripada membicarakan kelangsungan hidup mangrove, ia lebih suka membahas gosip para selebriti atau gosip-gosip kecil tentang anak kampusnya.
Walau di kelas Jennie masih terbilang mahasiswa rajin dan patuh terhadap semua tugas, tapi ia bukan seseorang yang dapat berpikir kritis dalam hal-hal seperti ini. Jujur saja sebenarnya Jennie malah tidak peduli.
"Ck, lo tuh emang tipe orang yang gak bisa diajak ngomong serius ya?" Jennie tersentak dengan ucapan Terry lalu buru-buru minta maaf. Wajah bosan Jennie memang tidak bisa membohongi lawab bicaranya. Sekali lihat pun Terry langsung menyadarinya kalau Jennie sama sekali tidak tertarik dengan topik obrolan mereka.
"Kayanya gue harus sering-sering bawa lo ke sini biar lo seenggaknya tertarik dikit sama mangrove. PKM kita itu tentang mangrove, kalau lolos kita juga bakal ngurus mangrove dan mensosialisasikannya ke masyarakat, tapi kalau lo-nya aja gak minat gini gimana masyarakatnya nanti?"
"Aku kan gak begitu ngerti soal mangrove, jarang liat juga."
"Jangan banyak alesan, gue udah suruh lo mempelajari tentang mangrove."
"Udah aku pelajari kok. Semua bahan yang Kak Terry kasih udah aku baca." Sebelah alis Terry terangkat pertanda kalau ia tidak percaya dengan ucapan Jennie.
"Kalau gitu lo pasti tau itu mangrove jenis apa?" Terry menunjuk puluhan pohon mangrove yang masih kecil. Tingginya hanya sepaha Jennie. Mungkin baru ditanam beberapa bulan.
"Itu ... aku nggak tau Kak, kan aku cuma ngapalin namanya aja gak tau bentuk aslinya kaya gimana." Terry mendelik tajam bikin nyali Jennie menciut.
"PR buat lo, next time waktu gue ajak lo ke sini lagi lo harus tau jenis mangrove apa yang ada di sini!" kata Terry tegas dan tanpa bisa dibantah.
"Rhizophora bukan kak?" Langkah Terry terhenti. Dia memandang Jennie dengan wajah datar andalannya.
"Kenapa lo bisa bilang Rhizophora?"
"Cuma nebak," jawab Jennie spontan dan membuat Terry semakin terlihat kesal. Padahal Jennie hanya bersikap jujur. Satu-satunya jenis mangrove yang Jennie ingat hanya Rhizophora sisanya ia lupa karena namanya susah-susah, tapi kalau melihat ekspresi Terry sepertinya jawaban Jennie benar. Sayangnya ia tidak punya alasan atas jawabannya itu.
"Habis UAS lo harus belajar tentang mangrove!"
"Hah? Kita kan cuma bikin karya tulis Kak bukan mau bikin usaha mangrove, ngapain belajar sampe segitunya?"
"Tujuan gue bikin PKM bukan sekedar cuma mau ikut-ikutan bikin karya tulis atau biar keliatan keren, tapi gue pengen seenggaknya apa yang gue pelajari, ada manfaatnya buat orang lain. Lagian nggak ada ruginya belajar tentang mangrove, kalau lo tahu seluk beluk mangrove lo juga pasti bakal suka." Jennie cengengesan tak begitu yakin. Jangankan pada mangrove, pada pohon depan rumah neneknya saja dia tidak begitu mempedulikannya.
"Pokoknya selama jadi anggota tim gue, lo harus belajar banyak."
"Harus banget?"
"Lo nolak?"
Tatapan tajam Terry bikin Jennie refleks menggelengkan kepala dan menjawab, "Enggak."
Terry ingin tertawa melihat ekspresi Jennie yang mendadak patuh, tapi tentu saja tidak dia lakukan. Terry masih konsisten dengan wajah datarnya.
"Bagus, sekarang ayo kita pulang udah mau magrib." Sadar kalau hari sudah mulai gelap, Jennie buru-buru mengejar langkah Terry. Bulu kuduknya meremang. Seram juga lama-lama. Apalagi kalau ingat hanya ada mereka berdua di sana.
"Jangan lupa baca doa kalau gak mau ada yang ngikutin."
"KAK TERRY!"
Hayo siapa yang gk tau tanaman mangrove?
#17 Juni 2020