304 TH STUDY ROOM 02 (FAN FIC...

By QueenOfHoliday

76K 3.8K 1.2K

Terbit : 27 Oktober 2019 Tamat : 17 Januari 2021 ~~~TAMAT~~~ Lanjutan cerita Desyca dan mas... More

01
02
03
04
05
06
07
RUMAH
08
09
Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)
10
11
12
13
14
15
MOHON MAAF & Q.n.A
16
17
18
19
20
21
22
PERTANYAAN
PROMOSI CERITA BARU
24
SPOILER 1!!!
25
26
SPOILER 2!!!
27
28
PROMOSI CERITA BARU 2
MAAF
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
MAAF
43
44
45
46
ANAK ARJUNA & DESYCA
TOLONG BANTUANNYA. πŸ™
47 ~ END
HELLO AND THANK YOU
CUAP - CUAP
PROMOSI CERITA BARU 3

23

1.2K 66 4
By QueenOfHoliday

" Des. " panggil mas Juna saat aku tengah asik menonton film di televisi.

" Ya mas? " tanya ku tetap memandang televisi tanpa menghiraukan dirinya.

" Des. " panggil dirinya lagi untuk ke dua kalinya sembari merebahkan kepalanya di paha ku yang terbalut celana pendek selutut.

" Hm? Kenapa? " tanya ku akhirnya memandang dirinya yang tengah berebah di paha ku.

" Mas udah nelpon mamih sama papih. Bilang kalo kamu udah hamil. " beritahu diri nya pada ku. Membuat ku mengusap wajah tampan nya yang kini juga sedang memandang ku.

" Terus? Gimana? Pasti heboh deh si mamih. Ya kan mas? " ujar ku mengerutu dan membuat dirinya tertawa karena apa yang ku ucapkan ini benar adanya. Apalagi aku bukannya tak hafal dengan sifat orang tua ku yang satu itu.

" Iya Des. Heboh pake banget malah. Dellon juga tuh. Pengen banget ke sini nanti pas kamu lahiran katanya. " ujar mas Juna mengiyakan ucapan ku.

" Tuh kan bener. Trus papa sama tante Meri? Udah di kasih tau belum mas? " tanya ku lagi.

" Belum. Harus ya di kasih tau? " ujar mas Juna terdengar malas.

" Mas, kan udah baikan sama papa sama tante Meri. Kasih tau dong. Pasti seneng deh mereka udah mau dapet cucu dari mas Juna. Lagian Manda sama Adel pasti ikut seneng mau punya ponakan dari mas. " ujar ku tersenyum simpul sembari mencoba memberi dirinya saran. Aku pun terus menyisir dan memainkan rambut hitamnya dengan jari jemari ku seperti biasa yang ku lakukan pada dirinya.

" Gitu ya? Haish. Mas malas sebenarnya Des. " ucapnya jujur pada ku mengatakan yang sebenarnya.

" Ayo dong mas. Ya? Kasih tau papa sama tante Meri. " ujar ku merayunya dan membuat dirinya memandang ku tajam.

" Ya udah, cium tapinya. Baru mas mau nelpon. " ujar mas Juna akhirnya.

Aku yang tahu jika dirinya tak akan menyerah sebelum mendapat apa yang dirinya inginkan pun akhirnya menundukkan kepala ku dan mulai melumat bibirnya dengan perlahan.

Mas Juna yang mulai mendapat ciuman dari ku pun mulai menahan kepala ku dengan salah satu tangannya dan membuat ku beberapa kali menepuk bahunya sedikit keras karena posisi seperti ini membuat ku agak khawatir jika menyakitkan untuk perut ku yang sekarang sudah berisi.

" Mas. Kasian anak mu. Gimana sih. " tegur ku setengah menggerutu dan membuatnya tertawa pelan.

" Maaf baby. Ayah kangen bibir bunda mu. " ujarnya mengelus perut ku beberapa kali dengan satu tangannya seolah berbicara dengan anak kami berdua. Sedangkan tangannya yang lain mulai mengelus punggung ku dengan perlahan.

" Kebiasaan kan. " ucap ku datar dan membuatnya kembali tertawa. Jujur saja, kehamilan ku ini semakin membuat mas Juna sering tertawa. Membuat dirinya lebih tampan berkali - kali lipat.

" Maaf Des. Sakit banget ya? " ujarnya bertanya sembari memandang ku dengan sedikit rasa bersalah yang bersarang di wajahnya.

" Ngilu mas. " keluh ku mengaku. Dan ucapan ku ini berhasil membuat semakin memijat pelan punggung dan pinggang ku karena ulah nya ini.

" Maaf ya sayang. " ucapnya benar - benar menyesal karena melihat ku yang sedikit kesakitan akibat menunduk terlalu dalam.

" Gak papa. Jangan lagi mas. Kasian baby nya. Kalo mau cium mas aja yang ngangkat kepala. " ujar ku dan membuat dirinya menganggukkan kepala.

" Iya bunda. " ucapnya mencium perut ku lama dengan tawa yang berderai.

" Mau panggilan ayah bunda mas? " tanya ku pada dirinya setelah sekian lama terdiam dengan tetap memandang wajahnya yang mengusak - usak wajahnya di perut ku. Apalagi saat dirinya tadi bicara dengan perut ku, dirinya menyebutkan ayah dan bunda.

" Iya. Lucu kali ya kalo mas di panggil ayah, kamu di panggil bunda. Ayah Juna, bunda Desyca. Gimana? Mau gak Des? " tanyanya berkhayal dan menerawang sembari membayangkan itu semua terjadi nanti saat anak kami sudah bisa bicara. Aku tak menyangka, kehamilan ku ini begitu membuat dirinya sebahagia ini. Bahkan mas Juna sudah memikirkan kedepannya akan bagaimana.

" Boleh. Aku ikut aja mas mau gimana. " jawab ku tersenyum simpul melihat bagaimana senang dirinya saat ini.

" Mau Des? Ayah sama bunda? " tanya dirinya sekali lagi memastikan.

" Iya ayah. Bunda ikut maunya ayah. " ujar ku tertawa sembari menggoda dirinya dengan melakukan panggilan ayah bunda. Dan ulah ku ini berhasil membuat dirinya tertawa kesenangan.

*****

" Gih telpon papanya mas sama tante Meri. " pinta ku kembali mengelusi wajahnya untuk ke dua kalinya.

" Ya udah, iya iya. Mas telepon. " sahutnya mengambil telepon genggamnya dan mulai menelpon ayahnya.

" Loudspeaker aja mas. Aku mau denger. " pinta ku sekali lagi dan langsung di turuti oleh mas Juna. Sehingga aku bisa mendengar nada tunggu sebelum akhirnya papa mas Juna mengangkat telepon mas Juna.

" Hallo? Arjuna? Ada apa nak? " tanya papa begitu beliau mengangkat telepon dari anak lelakinya itu.

" Papa udah di rumah? Atau masih di kantor? " tanya mas Juna tanpa basa basi.

" Iya Juna. Papa baru sampai rumah. Kenapa? Kalian berdua sehat kan? Ada masalah nak? " sahut papa dengan nada bingung dan sedikit rasa khawatir.

" Sehat kok pa. Enggak papa. Aku cuma mau ngasih tau. Desyca hamil. " ucap mas Juna sembari memandang ku yang tengah tersenyum ke arahnya. Membuat dirinya mencoba meyakinkan diri untuk terus berbicara dengan ayahnya ini.

" Serius Arjuna? Syukur alhamdulillah. Bagaimana kondisi Desyca sama kandungannya, Juna? Sehat kan? " tanya papa mas Juna. Dapat ku dengar nada kesenangan dari suara beliau dan berhasil meluluskan senyum yang semakin lebar di wajah ku.

" Sehat pa. Ini dia lagi di samping ku. Tolong kasih tau tante Meri sama Manda dan Adel tentang kehamilan Desyca. " sahut mas Juna meminta pada papanya.

" Iya nak. Nanti papa kasih tau mereka. Mereka pasti seneng denger Desyca sudah hamil. Apalagi kalian sudah cukup lama menikah. Desyca nya mana nak? " ujar papa dengan nada yang amat bahagia.

" Papa mau ngomong sama Desyca? " tanya mas Juna lagi.

" Boleh. " jawab papa dan membuat mas Juna menyerahkan telepon itu pada ku.

" Hallo pa? Apa kabar? " sapa ku dan membuat aku dan papa terlibat percakapan cukup lama dengan di temani pandangan dari mas Juna pada ku.

*****

" Udah kan nelpon papanya? " tanya mas Juna begitu aku menutup telepon dan menyerahkan kembali handphone miliknya.

" Udah. He he. Gimana perasaan mas Juna abis nelpon papa? "

" Biasa aja tuh. " sahutnya singkat.

" Sering - sering dong telepon papanya, mas. " ujar ku tersenyum.

" Hm. Iya iya. " ujar mas Juna tak mau membahas masalah ini lagi.

" Jangan ambekan ih. Udah mau jadi ayah juga. " ucap ku tertawa.

" Gak tuh. Siapa yang ngambek? " sahutnya singkat. Tapi dirinya tetap tersenyum pada ku sembari mengelus - elus pinggang dan perut ku.

" Marah gak sama aku? " tanya ku lagi bertanya padanya.

" Nope. Gak bisa Des mas marah sama kamu. " ujarnya tersenyum tipis pada ku.

" Mana bisa sih gue marah sama elo lama - lama Des. " batin mas Juna tetap dengan pandangannya yang di tujukan pada ku.

" Katanya mau ngabarin anak - anak di grup? Jadi gak? " tanya mas Juna pada ku.

" Jadi kok. Bentar. " ujar ku mengambil handphone ku yang tergeletak di meja. Sedangkan mas Juna mulai mengubur wajahnya di perut ku sembari mencium - cium nya dengan perlahan dan intens. Aku yang menyukai ulah nya ini pun tetap membiarkannya dan tak menahan kelakuannya ini sama sekali.

*****

" Hallo semuanya. " ujar ku mengirimkan chat di grup OSN Fisika kami.

" Apa kabar mu dan Arjuna di sana Des? Sehat kan? " tanya pak Zam yang pertama kali membalas pesan ku.

" Alhamdulillah pak, sehat. Bapak sendiri gimana sama bu Nurul? "

" Kami semua sehat kok. " ucap pak Zam di seberang sana. Membuat ku tersenyum senang.

" Apaan deh slebor. " sahut Dirga membalas.

" Hallo nyonya Atmadja. " kali ini Reihan yang muncul di grup dengan emoticon tertawa lebar.

" Hi dek Desyca. " panggil mas Bejo.

" MAS BEJO! KANGEN. " ujar ku dengan capslock di grup chat.

" Woi slebor! Capslock banjir ke mana - mana! " tegur Dirgarong pada ku.

" Biarin! week!!! " seru ku tak perduli dengan Garong yang berkomentar.

" Hallo semuanya, kalian semua sehat? " tanya Hyunbin yang baru muncul.

" Sehat Ge. "

" Alhamdulillah, sehat Ge. "

" Nggih Ge. Aku sehat. " balas ku, Reihan, mas Bejo bersamaan.

" Aku punya pengumuman penting buat kalian semua. " ujar ku mulai mencoba membuat mereka semua penasaran.

" Ada apa dek? semuanya baik tho dek? " tanya mas Bejo langsung. Benar - benar tipikal seorang daddy. Daddy Bejo.

" Kamu baik - baik saja kan Des? " tanya Laoshi yang akhirnya muncul karena penasaran dengan pengumuman yang akan ku sampaikan nanti.

" Baik kok mas Bejo, Laoshi. Baik banget malah aku di sini. " ucap ku menjawab pertanyaan mereka berdua.

" Ada apa Desyca? " tanya pak Zam penasaran.

" Say Hello to me,  Uncle and Granpa. " ketik ku di grup dan membuat semua orang yang ada di grup itu kebingungan selain aku dan mas Juna.

" Hah? "

" Apa sih Des. "

" Sejak kapan kamu memanggil ku uncle, Desyca? " bergantian Dirga, Reihan dan Laoshi membalas chat ku barusan dengan nada bingung.

" Desyca? Kamu hamil nak? " tanya pak Zam tiba - tiba langsung peka dengan chat yang ku kirimkan tadi.

" Yes. Seratus buat pak Zam. Bener pak, Aku positif hamil. " beritahu ku pada mereka semua sembari mengirimkan foto tespack yang sempat ku foto kemarin. Dan ulah ku yang jujur pada mereka ini berhasil membuat mereka semua memberondong ku dengan chat - chat mereka.

" Serius dek? "

" Elo seriusan hamil Des? "

" Elo jadi nyokap Des? "

" Beneran hamil kamu Desyca? "

Bergantian mas Bejo, Reihan, Dirga dan Laoshi menanyai ku dan memberondong ku dengan pertanyaan - pertanyaan sejenisnya.

" He, iya. Aku hamil. Udah tujuh minggu. " jawab ku tersenyum senang. Karena aku membagikan informasi ini kepada mereka. Apalagi mereka semua tau mengenai sakit ku, kecuali pak Zam.

*****

" Alhamdulillah! Selamat Des. "

" Congrats dek. Mas ikut seneng. "

" Woaah, gue jadi om. "

" Selamat ya Desyca. Akhirnya. "

" Congrats Des.  Gege harap kandungan mu sehat. " bergantian Reihan, mas Bejo, Dirga, Laoshi dan Hyunbin memberi ku ucapan selamat.

" Kamu gak bercanda kan Des?! " tanya Laoshi heboh.

" Ya enggak lah Laoshi. Kalau gak percaya, tanya aja mas Juna. Lagian tespacknya kan udah aku fotoin tuh. " sahut ku tertawa.

" Mas Bantet. Woy cebol mesum. " panggil Dirga pada suami ku.

" Mas Juna. "

" Mas Juntet. " mas Bejo dan Reihan ikut memanggil suami ku ini.

" Arjuna. " kali ini Laoshi pun ikut memanggil mas Juna di chat grup.

" Mas, baca dulu tuh chat di grup. Pada manggil mas semua tuh. " pinta ku pada mas Juna yang tengah berebah nyaman beralaskan paha ku dan mengubur wajah nya di perut ku sembari menyisir rambut hitamnya dengan jari jemari ku.

" Kenapa sih. Berisik deh. " erangnya tak suka karena kenyamanannya terganggu sembari tetap mengambil handphonenya, dan menuruti permintaan ku.

" Di liat dulu dong mas sayang. " ucap ku tersenyum pada dirinya.

" Yo. Ada apa. " tanya mas Juna singkat di grup. Menuruti apa ujar ku untuk membalas panggilan mereka semua pada mas Juna.

" Si cewek slebor beneran hamil mas? " tanya Dirga yang pertama kali membalas chat mas Juna.

" Iya. " balas Juna singkat.

Tipikal dirinya memang memang begitu adanya. Ucapan singkatnya ini benar - benar berhasil membuat mereka semua heboh di grup dengan membahas mengenai kami berdua.

*****

" Gak kerasa ya, pak Zam, Laoshi sama Gege udah mau jadi kakek aja ya. " ucap ku polos setelah kehebohan itu berakhir dan berhasil membuat mereka bertiga kembali heboh.

" Kok kakek dek? Piye tho iki? " tanya mas Bejo bingung.

" Lho, iya kan mas. Kan anak ku nanti manggil mas, Reihan sama Dirga om. Berarti manggil pak Zam, Gege sama Laoshi harusnya kakek dong. " jawab ku polos.

" Astaga, udah jadi om aja gue. " ujar Reihan tak menyangka.

" Yes, gue di panggil om Dirganteng. " ucap Dirga kesenangan.

" Bapak pasrah saja lah Des. Memang begitu kenyataannya. " ucap pak Zam tak bisa berbuat apa - apa. Pasalnya memang  statusnya adalah bapak guru ku dan membuat beliau akan menjadi kakek dari bayi yang ku kandung saat ini.

" Enak saja. Aku bukan kakek - kakek. Aku masih muda Desyca. " tolak Hyunbin segera. Tak terima secepat ini dirinya di panggil om.

" Aku tutor kamu ya Des. Bukan om mu. Jadi aku masih berhak buat di panggil om sama bayi mu nanti. " ujar Laoshi yang ikut ikutan menolak panggilan kakek yang ku sematkan untuk dirinya.

" Laoshi sama Gege gimana sih. Kalian berdua kan om nya Dirga. Dirga sekarang jadi om. Berarti kalian kakek dong. " sahut ku tetap dengan emoticon polos yang ku kirim di chat grup.

" Terima aja Ge, Laoshi. Kalian memang udah mau jadi kakek. " tambah Reihan tertawa seraya membela ku dan berhasil membuat ke dua pria itu menekuk wajahnya di Negara gingseng sana.

" Aih! Benar - benar mereka semua ini. " runtuk Laoshi di Korea sana begitu membaca chat kami semua.

" Bocah - bocah kelewatan. " gerutu Hyunbin yang kini berada di samping Laoshi duduk.

" Ayolah Des, aku belum setua itu buat di panggil kakek. " ucap Hyunbin memelas membalas chat ku di grup.

" Atau, aku gak usah mengakui Dirga sebagai keponakan ku saja. Jadi aku masih bisa di panggil om oleh anak mu Des. Bagaimana? " tanya Laoshi dan berhasil membuat keponakannya mengamuk.

" Nah aku setuju dengan ide mu ini, Jie. " ucap Hyunbin cepat, semakin membuat keponakan mereka mengamuk saat ini.

" Kalian berdua kenapa sejahat ini dengan ku sih. Aku itu yang keponakan kalian. Kenapa jadi aku yang selalu kena sih. " sungut Dirga tak terima. Dan kehebohan di grup pun kembali terjadi untuk beberapa saat.

*****

" Seneng Des? " tanya mas Juna pada ku begitu melihat diri ku yang tertawa kecil sendiri sembari membaca semua chat yang ada di grup kami.

" Iya seneng banget. Aku jadi kangen mereka deh mas.  Asik kali ya ngumpul sama mereka lagi. " sahut ku sembari memandang dirinya yang masih berebah di paha ku.

" Kamu mau ke Pekanbaru aja Des? Sekalian lahiran di sana? Biar di temenin Reihan, Bejo sama Irene di sana? " tanya mas Juna serius.

" Gak usah deh kayaknya ya mas? Ribet nanti urusannya. Bisa - bisa di tahan mamih lama di sana. " ucap ku mengingat bagaimana sifat mamih selama ini.

" Jadi? "

" Lahiran di sini aja deh kayaknya. Lagian masih lama ini mas. " ucap ku tersenyum. Membuat dirinya balas tersenyum pada ku.

" Yakin kamu? " tanya mas Juna memastikan sekali lagi.

" Iya. Lagian emang kalo aku balik ke Pekanbaru lama, mas gimana? kan kerja. Aku juga kerja kan. "

" Mas bolak balik Pekanbaru Bandung aja. Mas gak bisa ninggalin kerjaan di sini kan. Kalo kamu, cuti aja nanti. " ucapnya dan berhasil mendapat gelengan kepala dari ku.

" Ya udah. Berarti aku juga gak pulang ke Pekanbaru. Masa iya aku pisah sama mas. Aku gak mau. " tolak ku cepat.

" Iya, enggak kok. Gak jadi ke Pekanbaru kita. " sahut mas Juna mengalah pada ku sembari kembali menguburkan wajahnya di perut ku.

Dapat ku rasakan dirinya memberikan beberapa kecupan - kecupan kecil di perut ku dan membuat hati ku langsung menghangat merasakan  sikap sayangnya ini.

" Mas. Geli ih di cium - cium gitu. " ujar ku tertawa.

" Nyangka gak sih Des, kamu di hamilin sama mas? " tanya mas Juna random.

" Ya enggak lah, nikah sama mas aja aku gak pernah kepikiran. Sekarang mas malah selalu jadi tempat aku pulang. " ucap ku sembari terus memandang dirinya.

" Sama. Mas juga. Tiba - tiba udah jadi suami kamu, sekarang udah mau jadi calon ayah. Semuanya gak pernah ada di fikiran mas selama ini. " balasnya dan membuat ku tersenyum, karena semua yang di utarakan mas Juna ini benar adanya. Kami berdua sama - sama tak ada yang menyangka jika kami berdua melangkah sejauh ini.

*****

" Mas Juna. " panggil ku pada dirinya yang tengah membuka laptop di depan televisi.

Kini aku ikut duduk di samping dirinya. Aku bahkan melingkarkan ke dua kaki ku di pinggangnya dari samping dan menyandarkan kepala ku di bahunya dari samping.

" Hm? Kenapa sayang? " tanya mas Juna sembari melirik ku yang tengah bermanja - manja dengan dirinya.

Tapi tak lama kemudian, dirinya kembali melanjutkan pekerjaannya yang sama sekali tak terganggu sedikit pun dengan kelakuan ku saat ini. Padahal ini sudah jam sepuluh malam dan dirinya masih sibuk dengan pekerjaannya.

" Mau makan mas. " ujar ku singkat.

" Bukannya kita baru makan Des? " ujar mas Juna bingung.

" Laper lagi. Mau makan. " jawab ku pada dirinya.

" Mau makan apa Des? Mas yang masak? Atau order aja sayang? Hm? " tanya mas Juna paham.

Karena biasanya jika aku kembali lapar, aku akan langsung memasak atau memakan makanan yang masih ada di atas meja. Tapi sekarang, aku justru memeluk dirinya dan mengatakan jika aku sedang lapar. Sehingga dirinya langsung faham aku sedang tak mau memasak atau makan makanan yang masih ada di atas meja saat ini.

" Mau mie instan. Makan indom*e, boleh mas? " tanya ku hati - hati. Dan benar saja, pertanyaan ku ini langsung mendapat lirikan tajam dari dirinya. Bahkan mas Juna sampai menghentikan pekerjaannya karena ulah ku ini.

" Des? Tau kan kamu sekarang lagi gak boleh sering - sering makan makanan instan? " ujarnya dingin sembari mengubah posisi duduknya menghadap ku.

" Dedes udah lama gak makan mie mas. Sekali ini aja deh. Aku pengen banget makan itu. Boleh ya? " ucap ku memelas sembari menampilkan puppy eyes ku pada dirinya guna mencoba membuat dirinya menyetujui keinginan ku ini.

" Tapi Des... "

" Mas? Ya? Dedes pengen. " ucap ku dengan mata yang mulai berkaca - kaca.

" Hhh... Ya udah. Iya mas bikinin. Tapi pake sayur pake telur sama pake kornet. Kalo cuma mie doang enggak. Mas gak ngizinin kalau cuma mie doang gak pake apa - apa. " ujarnya mengalah sebelum membuat air mata ku jatuh sembari meminta aku memakan mie instan dengan bahan komplit seperti ucapannya tadi.

Dan dengan segala syarat yang dirinya berikan pun, akhirnya mas Juna mau membuatkannya untuk ku. Aku yang memang sudah menginginkan makan mie instan pun langsung mengiyakan syarat - syarat dari dirinya ini tanpa membahasnya lebih lanjut lagi.

" Ya udah, iya. Yang penting makan mie. " ucap ku dengan senyum lebar. Bahkan mata ku yang berkaca - kaca pun sudah tak tersisa lagi. Membuat mas Juna menghela nafas lelah karena harus selalu mengalah dengan diri ku yang sedang hamil seperti saat ini.

" Untung kamu hamil Des. Kalo enggak, gak bakal mas izinin makan mie. Biar kamu nangis juga tetep gak mas izinin. " gumamnya pelan sembari memandang wajah ku yang sudah kembali cerah setelah sebelumnya merengut karena terancam tak di perbolehkan oleh dirinya.

*****

" Gimana Des? Enak? " tanya mas Juna sembari memandang ku yang tengah lahap menikmati masakan buatan dirinya.

" Enak. Enak banget. Mas mau gak? " tanya ku tertawa lebar sambil mencoba menyuapi dirinya. Dirinya pun langsung menggelengkan kepalanya sembari tetap memandang ku.

" Enggak. Mas udah icip tadi pas bikin. Kamu abisin aja. " tolaknya sembari tetap memperhatikan ku makan.

" Makasih banyak mas Juna. " ucap ku tak jelas di sela - sela kunyahan ku.

" Hm, iya. Sama - sama. Yang penting kamu makan banyak. " ujarnya sembari menyerahkan susu cokelat yang juga di buatkannya untuk diri ku guna menemani ku makan saat ini.

" Tapi, kali ini aja Des ya mas izinin kamu makan mie instan. Lain kali, mas gak ngasih. " tambahnya dan membuat ku mengangguk sekenanya.

" Makasih mas sayang. " ujar ku dan berhasil meloloskan senyum di bibir mas Juna yang masih memandang ku sampai saat ini.

" Sama - sama sayang. " sahutnya.

*****

Continue Reading

You'll Also Like

304K 27K 74
FIKSI
17.5K 2.4K 16
Ga bisa buat desk baca aja
359K 31.7K 28
❝ Nggak usah cemburu.❞ ❝ Kenapa? Gue pacar lo! Wajar kalo gue cemburu sama cewek itu! ❞ ❝ Ya karena itu. ❞ ❝ Hah? ❞ ❝ Don't jealous with her, because...
5.4K 578 50
Ini kisah Lavelyn mengejar lelaki idaman yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Namanya Astalian Altama. Laki-laki yang bahkan tidak per...