Skenario Kehidupan oleh Tuhan

By Bramacorah

143 19 1

Aku telah ditipu, dibohongi, dan dikhianati. Ia telah mengambil segalanya dariku, semua hal yang berharga bag... More

SKoT
1 : Kedatangan
2 : Cara Pandang
3 : Rumah
4 : Pemahaman
5 : Relasi
6 : DAM 18
7 : Gelang
8 : Persiapan
9 : Hubungan
10 : Raya
11: Perjalanan
12 : Perasaan
13 : Antipati
14 : Pernyataan
16 : Mata Yang Tenang
17 : Surat
18 : Kecewa
19 : Kasih Sayang
20 : Langit Yang Sama
21 : Kepergian Dan Penyesalan
22 : Panggil Aku...

15 : Malam

2 1 0
By Bramacorah

Dari Jurnal Andhika

Hufft.. Kemah ya? Aku tidak tahu apa yang harus ku bawa, sejak dulu, aku belum pernah berkemah sama sekali. Jangankan berkemah, pramuka saja aku membolos. Bagiku pramuka adalah hal yang paling menyebalkan, berteriak sambil menepuk-nepuk dada dan bernyanyi hal yang tidak jelas. Yang paling anehnya lagi, mereka bisa tertawa dengan ketidak jelasan mereka.

Di surat yang dibagikan oleh guru, semua murid diharuskan membawa pakaian dua stel, baju pramuka lengkap, alat sholat, alat mandi, obat-obatan, dan makanan. Untuk makanan diharuskan membawa tempe, telur, dan mi instan. Sungguh merepotkan. Siang ini acara sudah dimulai, dan paginya aku belum mempersiapkan sesuatupun. Aku mengambil tas ranselku dan mengisinya dengan kaos dan beberapa celana dalam, aku juga memasukkan training kedalamnya. Jaket, sajadah, dan peci haji saja yang kubawa. Aku memasukkan sabun, sampo, dan sabun mukaku kedalam satu plastik yang sama, untuk mempermudah saat mandi. Dua plastik kosong dan beberapa bawang yang kuambil dari kebun belakang. Dan yang paling penting, ponselku. Kurasa ini sudah cukup, kemudian aku berganti seragam dan pergi meninggalkan rumah.

Aku membeli dua bungkus mi instan dan setengah balok tempe, walaupun aku berniatan untuk mengambil beberapa punya adik kelas, setidaknya ini untuk berjaga-jaga. Disekolah ternyata sudah banyak murid yang datang. Apalagi anak kelas 7 yang sepertinya sudah semua datang. Aku menghampiri tenda reguku, dan menaruh tasku disana.

"Nggak mau tau! Cari sekarang kompor ma! Nanti kita makan apa kalo nggak ada kompor?" bentak Rahman.

Aku yang mendengar bentakan Rahman, keluar dari tenda.

"Ada apaan sih ribut-ribut?" tanyaku heran.

"Ini loh ka, si Rama nggak bawa kompor" jawab Fahmi.

"Gak bawa kompor? Santai elah" jawabku ringan, "Sini geh ma, ikut saya cari kompor" lanjutku.

Rama pergi mengikuti, aku mengarahkannya ketenda anak kelas 7.

"Coy! Sini geh bentar!" panggilku kepada salah satu anak disana.

"Gini, nanti kami minjam kompor kalian buat masak ya. Bentaran doang" sahutku.

"Tapi kak.. nanti regu aku gimana?" jawabnya.

"Ya nggak gimana-gimana lah, kan cuma sebentar, sekali masak udah kok. Oke?" paksaku.

Anak itu hanya membalasnya mengangguk, aku langsung menghampiri tenda anak tersebut.

"Eh kalian, temen kalian ini tadi udah minjemin kompornya buat kelas 9 loh ya. Jadi kalau saya ataupun regu saya yang mau pake, pinjamin dulu. Oke?" sahutku.

Mereka semua membalasnya dengan heran dan juga ragu, "I-iya kak". Aku tersenyum mendengar jawaban mereka.

Aku menyerahkan sisanya kepada Rama untuk mengurus bagian masak-memasak. Kemudian aku pergi meninggalkan buper dan tidur di area SD hingga maghrib.

-

"Ka, Dhika, bangun! Bentar lagi maghrib" suara itu membangunkanku.

Rama berdiri didepanku sambil menggoyangkan tubuhku. Awalnya kukira panitia yang akan membangunkanku, ternyata anak ini. Aku berdiri setengah mengantuk, berjalan sempoyangan keluar kelas. Aku menuju toilet dan membasuh wajahku, mengambil wudhu dan langsung menuju tempat sholat.

"Dhika, kamu kemana aja tadi? Sore tadi semuanya dikumpulin loh, pemeriksaan barang bawaan. Untung nggak diabsen" ujar Rahman.

"Di SD, tidur" jawabku singkat.

Untung saja aku tidur di SD. Kalau tidak, mungkin saja ponselku sudah menjadi barang sitaan. Sehabis sholat maghrib, kami berkumpul bersama untuk makan malam, seluruh regu mengumpulkan masakan yang sudah dibuat menjadi satu dan menbagikannya. Aku dan teman-temanku makan dengan lahapnya, beruntung regu kami tidak mendapatkan masakan yang Rama buat, sehingga kami bisa makan yang enak. Selesai makan, aku baru menyadari satu hal. Tidak satupun anggota pengurus yang ikut makan, termasuk Vira.

Sehabis sholat Isya, aku baru melihat seluruh pengurus datang. Aku menghampiri Haqi, yang menjadi ketua acara.

"Haq, tadi panitia pada kemana?" tanyaku khawatir.

"Tadi kami panitia, abis ngecek jalur Halang Rintang buat besok" jawabnya lemas.

"Kalian udah makan?" tanyaku lagi.

"Ya gimana mau makan. Udah abis kok" jawabnya kesal.

Aku menyesal makan cukup banyak tadi, aku langsung pergi ketenda dan mengambil mi yang kubawa, meminta telur kepada tenda sebelah dan mengambil kompor portable yang ada di dapur Buper. Aku membawa semua itu ke area samping sekolah, aku merasa bersalah, terutama kepada Vira. Dari penjelasan yang Fadhil berikan, Vira bertugas di samping sekolah, aku merebus mi dan telur disana sambil menunggu Vira datang.

Mi sudah matang, terdengar acara Api Unggun sudah dimulai, tapi Vira belum juga terlihat. Aku terus menunggu sambil memainkan ponselku. Tidak lama, sebuah cahaya mengarah kearahku, cahaya yang terang sekali. Cahaya itu terus mendekat kearahku.

"Dhika? Lo ngapain disini? Lo tau kan, kalau sekarang lagi acara Api Unggun?" tanya Vira kaget, ia menghampiriku dengan sebuah senter.

"Nungguin lu, gua tau lu belum makan. Makanya gua nunggu disini sambil merebus mi" jawabku tersenyum.

"Rebus mi? Buat gue?" tanya Vira heran.

"Iya udah, duduk sini, makan. Kalau nggak makan badan lu makin kecil!" ejekku.

"Ihh.. Apaan sih" balasnya tersenyum. Vira kemudian duduk disebelahku dan mengambil mi yang rebus tadi.

"Makasih ya" sahutnya kearahku, ia tersenyum dan menatap mataku dalam. Aku jadi salah tingkah begini, "I-iya.. Santai aja" jawabku grogi.

"Gua nepatin janji gua kan? Gua buatin lu masakan" sahutku.

"Yaelah.. Rebus mi semua orang juga bisa kali" balasnya tertawa.

"Vira, sekolah ini kok sama aja sama sekolah lain ya. Maksud gua kan ini SMPIT, tapi kesannya islamnya kurang dah" ujarku.

"Tergantung sama muridnya, kalau aja muridnya anak baik-baik semua, gabakal kayak gini" balasnya.

"Tergantung muridnya ya.." balasku. Tiba-tiba ponselku bergetar, Vira yang berada disebelahku juga merasakan getarannya.

"Lo bawa hp? Wah.. wah.. Sini mana hp lo! Kalo nggak, gue laporin ke pak Cahyo nih!" ancamnya.

"Eh jangan dong, iya-iya nih, buat apa sih emangnya?" tanyaku khawatir.

Vira mengambil ponselku dengan cepat, kemudian ia memotret dirinya diponselku.

"Eh.. Lu ngapain foto-foto!? Sini ah!" sahutku kaget, dan langsung merampas kembali ponselku.

"Udah gue post distory lo, hehe" balasnya iseng. Sialan, di story-ku. Aku membalasnya dengan merangkul Vira cepat kemudian mengambil foto. Wajah Vira seketika memerah, dan dia langsung menutupi mukanya.

"Kita belom pernah foto bareng kan? Udah gua kirim fotonya ke lu. Impas" sahutku. Vira masih menutupi mukanya.

"Sialan lo ka! Sebel gue!" balasnya jengkel. Aku meresponnya dengan tertawa.

Kami lanjutkan dengan perbincangan ringan dan lain sebagainya, kemudian aku merebahkan badanku diatas tanah, dan merentang kedua tanganku kesamping.

"Langitnya bagus ya, banyak bintang" sahutku.

Vira melakukan hal yang sama denganku, namun ia menjadikan tangan kananku sebagai bantal kepalanya. Jantung berdetak tak karuan menghadapi hal ini.

"Emangnya di Jakarta nggak ada?" tanya Vira.

"Satu-satunya hal yang bisa lo liat di malam Jakarta, cuma lampu sorot warna-warni dari Mall Taman Anggrek" jawabku bercanda, ia tertawa mendengar jawabanku tadi.

"Eng.. Vira, balik ya? Udah jam sepuluh loh" lanjutku sambil melihat jam di ponsel.

"Nggak, nggak usah balik, disini aja. Lo tuh anggota, anggota harus nurut sama panitia, lo harus nurut sama gue!" balasnya.

"Iya-iya.. Mbak panitia" balasku iseng.

Vira membalasku dengan satu cubitan keras dipinggangku, sakit. Tidak lama aku sudah tidak mendengar ocehannya lagi, saat ku tengok Vira, ia sudah tertidur diatas tanganku. Tanganku terasa berat sebelah, dan juga pegal. Disisi lain, aku tidak ingin posisi ini berganti. Vira tidur cukup dekat dengan kepalaku, aku bisa merasakan panas nafas yang keluar dari hidungnya, aku geli merasakannya.

Tidak kusangka akan berakhir sepertu ini, kami malah tidur bersama dibawah langit malam. Aku hanya berharap tidak ada orang yang melihat, sehingga tidak ada kesalah pahaman. Kepalaku tidak bisa menoleh, wajah Vira terlalu dekat. Jika aku menoleh kearahnya, bisa-bisa hidung kami bersentuhan. Aku memaksakan diri untuk tidur secepatnya sambil mengusap perlahan kepala Vira.

Continue Reading

You'll Also Like

58.8K 3K 48
The story is about a very prominent Rajput family in Rajasthan, well-known in their village, and they have a large business empire of the jewelry and...
443K 58.5K 151
ပြန်သူမရှိတော့ဘူးဆိုလို့ ယူပြန်လိုက်ပြီ ဟီးဟီး ဖတ်ပေးကြပါဦး
192K 16.1K 38
"လူကြီးတွေ စီစဉ်နေကြပေမဲ့ ညီမလေးကို အကိုကြီး လက်မထပ်ချင်ဘူး..." "ဟမ်..." ဖူး မှာ ရှက်ရမှန်း နာရမှန်းကို မသိပဲ အံသြရင်း နားမလည်ခြင်းကိုသာ ခံစားခဲ့ရပါသ...
38.7K 727 47
A bunch of one-shot girlxgirl of you and Sabrina! I take requests, fluff (❤) Angst (💔) smut (💋)