Chapter 20
Misi Pertama
"Coba ulangi?" pinta Dexa dengan kening berkerut.
"Kita akan membantu Shakira dalam tugasnya. Permintaan khusus dari Kaisar Gras untuk meningkatkan kemampuan Ardelra." jelas Ragil
"Sialan!!"
"Maksud lo gue?" seru Ragil yang merasa tersinggung
"Ayah gue." sahut Dexa dengan wajah emosi.
Di hari sabtu, biasanya kelompok yang terbentuk di kelas dua akan mendapatkan sebuah misi untuk di kerjakan.
Lamanya pekerjaan yang akan mereka lakukan di tentukan oleh ketangkasan mereka dalam penyelesaian misi. Batas waktu pekerjaan adalah senin pagi pukul 08.00.
Jika ada tim yang terlambat mengikuti kelas sebagaimana yang di telah di jadwalkan. Maka tim tersebut akan mendapatkan detensi dan kelas tambahan.
"Bukanya ini suatu kehormatan untuk kita?" sela Lu
"Bagi lo iya. Bagi gue ini siksaan." keluh Dexa
"Berhenti mengeluh," potong Ragil, "Kalian punya waktu 30 menit untuk bersiap."
Ardelra pun langsung bubar dari ruang kapel. Atas insiden penyerangan beberapa waktu yang lalu. Kerajaan dan kementrian sihir telah mengambil sebuah keputusan.
Mereka akan melakukan pelatihan mandiri dengan masing-masing pembimbing. Ini di lakukan untuk meminimalisir penyerangan klan Kurosaki yang sewaktu-waktu dapat mengancam.
Tes antar kelompok di hentikan dan di ganti dengan misi mandiri. Lu kembali ke asrama Biranda. Tepat saat Mia sedang bersiap untuk pergi.
"Bagaimana dengan misimu?" tanya Lu.
Dan Mia tidak perlu bertanya jenis misi apa yang di dapatkan Lu. Semuanya sudah jelas di dalam kepalanya.
"Kami akan ke Aveyard untuk menjaga pemindahan tentang artefak sihir yang berada di museum."
"Wah, bukankah itu terlalu mudah?"
Mia terkekeh
"Tingkat S." jelas Mia dengan segurat senyum di bibirnya yang tipis.
"Ehh?! Bagaimana bisa?"
"Penjelasannya panjang. Tapi ini berkaitan dengan Lexio Fortana."
Raut wajah Lu berubah serius dari seperkian detik.
"Maksudnya?"
"Maaf Lu, tapi aku tidak bisa menjelaskannya. Kami harus segera pergi. Dan mungkin aku akan terlambat pulang di hari senin."
Mia pun segera menghilang di balik pintu kamar. Meninggalkan Lu dengan berbagai macam pertanyaan.
.
.
.
"Uekkk." Lu kembali muntah dan untung saja. Dia sudah menyediakan kantong plastik hitam. Yang memang sengaja untuk di bawa.
"Seharusnya lo mempelajari ramuan anti muntah dari Profesor Dayana." ngerutu Ragil
"Akan gue ingat Kak."
Butuh waktu beberapa menit bagi Ardelra untuk menunggu Lu merasa baik. Mereka berempat tiba di depan blue house atau istana biru tempat Kaisar sihir melakukan pemerintahannya.
Shakira sendiri, sebagai pengawal pribadi Kaisar Grass telah menanti mereka berempat di pintu masuk.
"Hay, Ragil," sapa Shakira dengan sumringah. Lalu menatap ke arah Lu dan tiga cowoknya, "Servamp?" sambungnya saat menatap Naell yang berdiri di sisi Dexa.
"Hallo." balas Naell dengan datar
"Gue tidak menyangka bahwa lo mampu mengelabui kami semua waktu itu. Bahkan Kaisar sendiri kesulitan merasakan mana yang lo sembunyikan."
"Gue harap itu bukan pujian."
"Dan itu bukan sebuah pujian," Shakira kembali menatap ke arah Ragil, "Kita akan melakukannya."
"Melakukan apa?" sela Dexa
"Lo belum mengatakannya?" tanya Shakira pada Ragil, "Kalian akan pergi ke Shaun."
"Shaun? Pria tua itu? Jangan bilang kita akan mendapatkan pendidikan militer darinya?"
"Seharusnya itu misi." ungkap Arsenal.
"Ck, kalian ini banyak protes," ngerutu Shakira, "Kalian akan membantu Shaun di rumah singgahnya. Kaisar Gras ingin kalian mempelajari sesuatu darinya."
"Dengan menjaga mereka?"
"Siapa yang lo maksud mereka?" tanya Naell.
Dexa hanya tersenyum tipis
"Lo akan tahu nanti."
Hal pertama yang di lihat oleh Ardelra adalah sebuah pondok kecil yang berada jauh dari pusat ibukota Aveyard. Mereka harus menggunakan gerobak kayu yang di tarik oleh seekor kuda hitam.
Dinding pondok itu terbuat dari tanah liat dan atapnya terbuat dari tumpukkan jerami kering.
Di sekitar pondok, berlarian anak-anak umur 6 tahun dengan segala rupa. Mereka semua tampak kotor dengan noda tanah yang menempel di baju dan wajah mereka.
"Dexa!" seorang pria tua dengan rambut memutih berlari senang begitu melihat Dexa hadir di depan rumahnya.
Pria tua itu terlihat sangat kurus dengan kulit yang membungkus tulang. Giginya sudah ompong sebagian saat dia terkekeh di hadapan Dexa.
"Kau datang?"
"Eheh." Dexa antara tertawa dan meringgis.
"Dia akan tinggal selama 2 hari disini. Atas permintaanmu terhadap Kaisar Gras."
"Oh itu." pria tua itu manggut-manggut mengerti.
"Kenalkan ini Shaun pengajar energi mana di tempat ini." Shakira memperkenalkan Shaun pada semua orang.
Shaun, pria tua itu maju mendekat ke arah Arsenal. Di tatapnya Pangeran Aveyard itu dengan seksama.
"Ada darah ningrat yang ku rasakan. Hmm," dia bergumam pelan, "Pewaris kerajaan?"
"Arsenal." seru Arsenal memperkenalkan diri. Shaun tersenyum puas.
"Sudah ku duga," lalu beralih menatap Lu. Kali ini Shaun memandang cukup lama. Terlebih ke dalam manik mata Lu.
Gadis Biranda itu justru merasa risih dengan tatapan Shaun. Lu khawatir, Shaun akan menyadari amazora yang di milikinya.
"Hmm." Shaun bergumam kasar. Tidak mengatakan apapun. Lalu berlanjut pada Naell.
"Servamp?"
Naell mengganguk pelan.
"Bagaimana anda mengetahuinya?"
Shaun tersenyum lebar. Hingga semua orang bisa melihat giginya yang tinggal beberapa di dalam rongga mulut.
"Sekali lihat. Aku bisa tahu."
Dan terakhir adalah Ragil. Kening Shaun langsung berkerut. Dia terlihat sangat terkejut dan syok. Sekaligus merasa kebingungan.
"Mana mu aneh. Aku tidak pernah melihat hal seperti ini."
"Ragil spesial. Dia angkatan terbaik di angkatan kami. Anda ingat? Calon jenderal anggota Knighter yang di rekomendasi pihak kerajaan?"
"Ah, anak ini?" tanya Shaun tidak percaya.
"Benar, sayang. Ragil menolaknya dan memilih untuk menjadi ketua Kapel di Diwangka."
"Sayang sekali." gumam Shaun kecewa.
"Mereka berempat akan tinggal membantumu. Tugasku hanya mengantar."
Shakira pun menepuk pelan pundak Ragil.
"Gue balik." dan setelah itu Shakira menghilang dalam aparatte.
"Singkat, padat dan jelas." komentar Dexa saat melihat Shakira hilang dalam sekejap.
Naell memandang tajam ke arah anak-anak yang kini tengah berdiri menatap balik mereka.
Cowok Servamp itu menyadari arti kata mereka yang di maksudkan Dexa beberapa saat yang lalu.
"Apa kami harus menjaga mereka?" tanya Naell pada Shaun.
"Hahaha, benar sekali. Ini anak-anak emas yang di titipkan orang tua mereka padaku."
Kening Naell semakin berkerut.
"Ayo ucapkan salam pada kakak ini," menunjuk Dexa, "Dia kakak satu aliran yang dulu tinggal disini dan sekarang akan tinggal bersama kita."
"Hore!!!"
Anak-anak itu langsung berlari menghampiri Dexa dan dengan cepat. Dexa telah membangun sebuah dinding es kecil yang memisahkan mereka.
Anak-anak kecil itu menatap dinding es dengan tatapan berbinar sekaligus takjub.
"Ralat! Gue hanya menginap," protesnya pada Shaun, "Gue sudah lebih hebat dari yang anda bayangkan."
Shaun hanya tersenyum lebar sementara itu. Mata Naell memincing tajam pada sosok yang tengah bersembunyi di balik pondok.
__/_/___/______
Tbc...
Ahh, senangnya...
Bisa kelar nulis dua chapter hari ini
('∀`)♡