Alfian's Familie

By Aphrokyl

437K 40.6K 9.2K

Berbagai kerandoman Alfian Familie More

1. Sakit
2. Pacar
3. Mowgli
4. Bobo Siang
5. Dede Bayi
6. Hukuman
Fact
7. Sakit (2)
8. Ditinggal Bunda
9. Kala itu
10. Ayah sakit
11. Dewasa
12. Bunda Sakit
13. Akbar-Reza (1)
14. Akbar-Reza (2)
15. Pacaran
16. Anthony galau
17. Ngidam (1)
18. Posesif
19. Ngidam (2)
20. Restu
21. Belanja
22. Restu Reza
23. Little Surprise
24. Princess
25. Berantem
26. Pulang Kampung
27. Bucin
28. Serius
29. Puasa
30. Cemburu
31. Cemburu (2)
32. Liburan
33. Ribut
34. Drama
35. Bayu-Ihsan (1)
36. Pesawat (Reza-Akbar)
37. Takbiran
38. Kue Lebaran (AU)
39. Pesawat (2) (Reza-Akbar)
40. Pesawat (3) (Reza-Akbar)
41. Bandara
42. Jalan
43. Piknik
44. Minder
45. Bayu-Ihsan (2)
46. Anak Pungut
47. Bunda Posesif
48. Anthony's
49. Mantan Fajar
50. Pengantin Baru
51. Pacar Fani
52. Bayu-Ihsan (3)
53. Akbar Bintang Pangisthu
54. Jonatan Gideon
55. Jonatan's
56. Permen
57. 🐨
58. Mati Lampu
59. Akbar dan Aa' nya
60. Menua bersama
61. Karanda's Family
62. Karanda's Family (2)
63. Symphony (AU)
64. Jonatan dan Papi
65. Karanda's Family (3)
66. Orang Tua (AU)
67. Joshua Evander Gideon
69. Jo dan adiknya
70. Hadiah
71. Drabble
72. Chat
73. Little Akbar
74. Anthony cemburu
75. Akbar dan Bapak
76. Project WFH Lokal
77. Seandainya
78. Berbagi
79. Album Foto
80. Fani
82. 23 vs 28
83. The Captain (AU)
84. Rusthavito's Family
85. Vito-Ikhsan
86. Vito-Ikhsan (2)
87. Vito-Ikhsan (3)
88. Drabble (2)
Mo tanya
89. Ulang Tahun Ayah
QnA
90. Ulang Tahun Reza
Sharing
91. Kolam Karet
92. Antara Mama dan Yoyo
93. Drabble (3)
94. Aa'nya Akbar
95. Lamaran (1)
96. Drabble (4)
97. Kusumawardana's Family
98. Kapten Reza
99. Lamaran (2)
100. Drabble (5)
Bonus
Bonus 2
Bonus 3 (1)
Bonus 3 (2)
Bonus 4 (1)
Bonus 4 (2)
Bonus 5 (1)
Bonus 5 (2)
Hai

81. 22 vs 27

2.5K 261 152
By Aphrokyl

Marvin in your area gais~

Wajib komen yang banyak, kalo ga nanti di smash Mami Kevin loh hehe







"RIANNNNN!"

Yang punya nama tersedak es jeruknya. Mengusap bibirnya kemudian menatap galak pada yang memanggil.

"APA?!"

"Kartu kredit gue diblokir," Tangis Kevin.

"Ya terus?!" Tanya Rian sewot.

"Hidup gue gimana Yannnn-" Rengek Kevin.

"Gausah hidup sekalian!"

Kevin makin memasang wajah memelas. Sahabatnya ini sungguh tega.

Tidak lama Ihsan datang. Menatap bingung pada Kevin yang hampir menangis.

"Vin, kenapa?"

"Icannnn!!! Masa Rian nyuruh gue gausah hidup!" Adu Kevin.

Ihsan mengeryit bingung. "Kenapa sih Yan?"

"Kartu kreditnya diblokir,"

Ihsan tertawa kecil. "Oalah."

Kevin tambah menangis melihat Ihsan tertawa. Membuat Rian semakin sebal dengan tingkah kekanakan sahabatnya itu.

"Berisik Vin, sumpah dah. Lagian kenapa sih tiba-tiba kartu kredit lo diblokir?"

"Bokap gue udah ga mau bayarin tagihan kartu kredit gue katanya, masa gue disuruh bayar sendiri,"

Ihsan tertawa geli. "Kapok kan lo, makanya jangan boros,"

Kevin menelungkupkan wajahnya di atas meja. Memutar otak bagaiman Ia akan hidup setelah ini.

Tiba-tiba Ia berdiri. Membuat Ihsan dan Rian kaget. "Kenapa lo?"

"Gue cabut duluan,"

"Lo mau kemana?!" Tanya Ihsan.

"Nyari om-om kaya!"

Jawaban Kevin membuat Ihsan dan Rian melongo. Itu benar masih sahabatnya kan?

*****

Tapi pada akhirnya Kevin memilih ke kantor Ayahnya. Membuat keributan agar kartu kreditnya dibuka lagi.

"Pak, itu- anak Bapak-" Ujar sekretaris Tuan Sukamuljo.

"Kenapa lagi dia?"

"Memasang aksi protes?" Jawabnya ragu.

"Biarkan saja," Tuan Sukamuljo memilih untuk melanjutkan rapatnya.

Sedang Kevin mendecak sebal karena aksinya tidak dihiraukan sang Ayah. Ia lalu naik ke ruang Ayahnya, membuka pintu ruangan dengan kasar tanpa peduli siapapun yang ada didalam.

"Papa!"

"Punya sopan santun tidak? Papa tidak punya anak kurang ajar sepertimu,"

Kevin mendelik sebal. "Buka kartu kredit Kevin!"

"Tidak. Bisa bangkrut lama-lama Papa kalau kamu masih seperti itu terus."

"Kevin kabur nih dari rumah!"

"Memang kamu masih tinggal dirumah?"

Oh iya lupa, dia kan lagi ngungsi di apartemen Rian sekarang.

Kevin cemberut. Kesal karena aksi protesnya tidak ditanggapi sang Ayah. Kemudian Tuan Sukamuljo memberinya sebuah map. "Ini apa?"

"Kontrak. Kalau kamu bisa dapatin tanda tangan dari Gideon Grup, kartu kreditmu Papa buka,"

Kevin tersenyum meremehkan. "Tanda tangan doang? Kecil,"

Tuan Sukamuljo tersenyum penuh arti. Belum tau saja Kevin kalau dia disuruh menemui Marcus Gideon, bukan Tuan Besar Gideon.

*****

Kevin berharap dosa-dosanya tidak semakin bertumpuk karena merutuki Ayahnya sendiri. Dia kira tanda tangan yang dibutuhkan adalah tanda tangan Tuan Besar Gideon, tapi ternyata tanda tangan Marcus Gideon yang terkenal kejam dan dingin.

Tau gitu kan mending gue ngemis di jalan! Kalau engga cari om-om atau duda kaya aja sekalian! Batin Kevin miris.

Suara langkah kaki membuat Kevin semakin gugup. Ia menarik nafas berulang kali berusaha menenangkan dirinya.

"Siapa ini?"

"Perwakilan dari Sukamuljo Grup, Tuan. Atas kontrak yang disepakati minggu lalu."

"Aku tidak pernah bilang setuju atas kontrak tersebut."

"Tapi Tuan Besar bilang-"

Marcus menatap Kevin. "Kenapa pula Tuan Sukamuljo mengirim anak kecil kemari?"

Kevin melotot mendengar kalimat Marcus. Anak kecil? Minta disambelin rupanya itu bibir.

"Anak kecil? Hei, Tuan Gideon yang terhomat, tolong dicamkan baik-baik bahwa aku bukan anak kecil."

"Oh."

Oh?

Kevin semakin geram dengan kelakuan Tuan Muda Gideon itu. "Kau mau tanda tangan atau tidak?!"

Marcus melambaikan tangannya, membuat gestur mengusir. "Tidak minat."

Kevin mengerjap beberapa kali. Benar-benar menyebalkan laki-laki dihadapannya. Pantas saja sampai sekarang masih jomblo! Kevin berdoa pada siapapun itu yang nantinya menjadi pasangan dari Gideon muda ini semoga diberikan banyak kesabaran yang melimpah.

Kevin meraih mapnya diatas meja. "Baik, aku pergi sekarang!"

Tidak mendapat jawaban, Kevin yang kesal melampiaskannya dengan membanting pintu kaca ruangan Marcus. Biar saja pecah. Memangnya Kevin peduli.

*****

"Dapatkan atau kartu kreditmu diblokir selamanya?"

"Yang lain saja!"

"Harus kamu!"

"Kenapa pula harus aku?! Lagian seberapa pentingnya sih tanda tangan manusia sombong sepertinya?!"

"Karena mereka yang memberi dana lebih besar daripada perusahaan lainnya!"

Kevin mendelik kesal. Kenapa pula Ia jadi terlibat masalah perusahaan yang tidak -tepatnya- ingin dipahaminya itu?!

"Aku tidak mau! Demi Tuhan Pa! Dia benar-benar menyebalkan! Aku bisa mati muda kalau berurusan terus dengannya!"

"Tidak mau tau. Pokoknya jalankan saja perintah Papa!"

Benar-benar Tuan Sukamuljo ini. Bagaimana bisa menjadikan anaknya tumbal?! Batin Kevin kesal.

*****

Rian, Ihsan, Bayu, dan Fajar tertawa kencang saat mendengar cerita Kevin. Bukannya kasihan, mereka justru menertawakan penderitaan temannya.

"Woi! Bantuin elah!"

"Rayu aja rayu, katanya kemarin pengen nyari om-om kaya?" Ujar Bayu.

"Iya tuh Vin, kan lumayan, bokap lu bisa kerja sama, lu ada yang nyuplai uang saku, nyokap lu juga pasti senang kan bisa besanan sama Gideon grup," Sambung Fajar.

Kevin melotot sebal. Menendang kaki Fajar sekuat tenaga, "Lambene!"

Mereka masih tertawa. Hanya Ihsan yang tersenyum penuh prihatin pada Kevin.

"Terus gimana Vin?"

"Gatau ah Can, lagian bokap juga ada-ada aja sih, udah tau anaknya ga pernah berurusan sama gituan, malah disuruh minta tanda tangan kontrak besar, kalo malah malu-maluin kan bisa-bisa semua dananya dicabut,"

"Coba aja dulu, siapa tau bisa." Ujar Rian menyemangati.

Kevin masih tampak lesu. "Kalau gue mati mendadak gara-gara kelakuan Gideon muda itu, tolong pastiin kalian balas dendam sama dia,"

*****

Kevin kembali lagi kesini. Ke perusahaan Gideon dengan map ditangannya. Ia melirik pakainnya, memastikan Ia sudah tidak terlihat seperti anak kecil.

Sejenak Ia bingung ketika tidak menemukan sekretaris Marcus di mejanya. Ia memberanikan diri untuk mengetuk pintu dan masuk saat tidak ada jawaban.

Namun yang didapatnya saat membuka pintu adalah, sosok pria yang tengah mengancingkan kemeja. Membuat Kevin menjerit kaget.

"Shit! Mama, mata Kevin!" Ia sontak menutup matanya.

"Siapa yang menyuruhmu masuk?!"

"Sekretarismu tidak ada di meja dan kau tidak menjawab saat aku ketuk pintumu!" Jawab Kevin masih tetap menutup matanya.

Marcus segera menyelesaikan kegiatannya. "Mau apa lagi kau kemari?! Aku tidak punya waktu meladeni anak kecil!"

Kevin melotot. Menurunkan tangannya dan berujar, "Dan sudah kubilang aku bukan anak kecil, Gideon!"

Marcus tidak menghiraukannya. "Keluar. Sebelum kupanggil satpam untuk mengusirmu."

"Hei! Aku datang baik-baik. Kenapa pula kau mengusirku?!"

Tuan Muda Gideon itu memijat kepalanya lelah. "Bawa kemari," Pasrahnya.

Kevin mendudukkan dirinya dihadapan Marcus. Memberikan map berisi kontrak kerja sama mereka.

"Jelaskan dengan singkat,"

Kevin memejamkan mata sejenak untuk menahan emosi. Lalu menjelaskan kontrak tersebut persis seperti yang diajarkan sekretaris Ayahnya.

Marcus mengangguk singkat. Sejujurnya Ia tertarik dengan kontrak tersebut, tapi Ia malas meladeni ketika seorang anak kecil yang dikirim sebagai perwakilan. Ia lalu menandatangi kontrak tersebut.

"Gitu kek dari kemaren, bikin emosi aja," Gumam Kevin.

"Sorry?"

"Enggak, gapapa. Kalau begitu permisi, urusanku sudah selesai."

"Bagus. Aku bisa jantungan kalau meladeni anak kecil sepertimu terus-terusan."

Kalau bukan karena kontrak kerja sama mereka, ingin sekali rasanya Kevin memukul kepala Gideon muda yang sombong itu dengan map ditangannya.

*****

"Loh? Kan udah?!" Seru Kevin.

"Belum. Urusi dulu kerja sama ini. Baru setelah berhasil, Papa buka kartu kreditmu,"

Kevin mengerang sebal. Tangannya meremat kertas kerja sama itu. Biar saja.

"Itung-itung kau belajar mengurus perusahaan. Memang kamu kira gampang menghasilkan uang?"

"Yang lain saja, ya please? Apa saja yang penting dengan perusahaan lain. Kevin ga mau kalau berurusan sama Gideon muda itu lagi!"

"Sayangnya, hanya itu satu-satunya kerja sama yang sedang dilakukan perusahaan."

Kevin pasrah. Sepertinya ini karma karena Ia banyak salah dengan Ayahnya itu.

*****

Marcus sibuk dengan HP ditangannya. Tanpa sadar Ia menabrak seseorang hingga kopi ditangan kirinya tumpah.

"HEI!"

"Sorry-" Marcus mengernyit. "Kau?"

Yang ditabrak -Kevin- mendelik sebal. Bajunya basah karena tumpahan kopi san yang paling parah, tumpukan kertas ditangannya juga basah.

"Punya mata tidak?!" Ujar Kevin kesal. Sial sekali Ia pagi ini. Tangannya melepuh karena Americano Marcus.

"Sorry. Kau tidak apa-apa? Tanganmu memerah,"

Kevin melirik tangannya. Tapi Ia lebih peduli pada kertas-kertasnya. "Tugasku! Argh! Aku begadang seminggu mengerjakan ini dan kau hancurkan hanya dalam sedetik?!"

Marcus mengedip. Mau mengelak juga Ia yang salah. "Mau kubantu buat ulang?"

"Aku cuma punya waktu 2 jam dari sekarang! Belum lagi perjalananku ke kampus!"

"Tapi kalau kau mengomel seperti itu terus tidak akan mengembalikan tugasmu. Lagian kenapa pula kau ada disini? Kampusmu jauh dari sini."

"Aku mengantarkan berkas kerja sama itu, dan sekarang ikutan basah karena ulahmu sendiri."

"Sudah. Waktumu semakin terbuang percuma." Marcus mengajak Kevin duduk. Mengamati tugas Kevin sebentar dan mulai mengerjakan.

Meski tidak sempurna dan selesai semuanya, setidaknya tugas Kevin kembali hampir dua pertiganya.

"Terima kasih. Aku duluan kalau begitu." Kevin membereskan kertasnya. Tapi kemudian masalah kembali menghampirinya, naik kendaraan umum dijam segini pasti Ia akan terjebak macet.

"Ayo kuantar." Marcus mengambil kertas Kevin. Membuka mobilnya dan menyuruh Kevin masuk.

"Terima kasih," Lirih Kevin.

Marcus menahan tangan Kevin sejenak, "Pakai ini," Katanya sambil menyerahkan jaket. "Bajumu basah."

Kevin mengangguk. Lalu segera keluar. Tanpa menunggu mobil Maecus berlalu, Kevin segera menuju kelasnya.

*****

"Vin! Lo beneran nyari om-om?!" Ujar Ihsan tidak percaya.

"Apaan sih?!"

"Itu tadi pagi, katanya Ihsan liat lo dianterin pakai mobil gitu, bukannya mobil lo disita bokap?" Tanya Rian.

"Itu si Gideon muda!" Kevin menceritakan kejadian tadi pagi pada dua sahabatnya itu.

"Gue kira lo beneran mau nyari om-om," Ujar Ihsan lega. "Gausah aneh-aneh ya Vin,"

"Gue cabut duluan,"

"Kemana?"

"Ketemu orang songong!"

Rian geleng-geleng kepala. "Gue doain kena karma secepatnya,"

*****

"Duduk."

Kevin mendudukkan dirinya di sofa. Kemudian Marcus duduk dihadapannya dan menyerahkan bungkusan kecil.

"Ini apa?"

"Salep. Untuk tanganmu,"

"Ah, ini bukan apa-apa,"

"Obati, atau akan membekas nantinya,"

Kevin bergumam terima kasih. Selanjutnya mereka tenggelam dalam pembahasan kerja sama.

*****

Marcus menghentikan mobilnya di basement apartemen. Ia mengantar Kevin pulang karena tiba-tiba hari sudah malam. Dan sebagai laki-laki yang baik, Marcus menawarkan tumpangan.

"Kev-" Ucapannya terhenti saat melihat Kevin tertidur. Marcus memperhatikan wajah tenangnya yang seperti bayi. Pipinya yang tembam menambah daya tarik untuknya.

Marcus kemudian memilih untuk membangunkannya. Agar Kevin bisa segera kembali ke kamarnya dan tidur dengan nyenyak.

"Vin,"

Kevin mengerang. Matanya mengerjap beberapa kali sebelum sadar mereka dimana. "Aku ketiduran ya?"

Marcus mengangguk. "Kembalilah. Istirahat yang benar."

"Terima kasih atas tumpangannya, hati-hati dijalan, Koh,"

Marcus terpaku sejenak. "Kau- bilang apa?"

Kevin yang sadar langsung buru-buru membuka seatbelt, lalu keluar dan kabur secepat Ia bisa. Mukanya bahkan sudah memerah. Sedang Marcus, tanpa dapat ditahan, bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman.

*****

Hari-hari selanjutnya, tidak tau bagaimana caranya mereka menjadi dekat. Entah Kevin yang selalu mencari alasan untuk bertemu atau Marcus yang pura-pura tidak paham kontrak kerja sama mereka agar Kevin datang ke kantornya.

"Kokoh!"

"Permisi Kev, bukan teriak, ini kantor."

"Lihat nih! Basah semua!"

"Ya terus?"

"Salah Kokoh!"

"Yang bikin basah hujan, kok yang disalahin Kokoh?"

"Ya kan kalau Kokoh ga suruh kesini, Kevin ga kehujanan!"

Marcus dengan tidak berperasaan melempar sebuah handuk pada Kevin. "Ganti sana," Tunjuknya ke sebuah ruang.

Kevin keluar setelah mengganti bajunya dengan kemeja Marcus.

"Kamu mau pakai celana basah gitu?"

"Kevin- ga pakai celana pendek lagi,"

"Terus? Saya juga ga nafsu sama anak kecil," Jawab Marcus cuek. "Daripada masuk angin nanti,"

Kevin kesal. "Bener ya, awas aja nanti kalau grepe-grepe!" Kevin kembali masuk ke ruangan tadi, membuka celana jins nya dan membiarkan paha putihnya hanya tertutup kemeja kebesaran milik Marcus.

Saat Kevin keluar, Marcus menoleh. Dan rasanya Marcus ingin mengutuk dirinya sendiri karena menyuruh Kevin membuka celana jinsnya. Tau gitu biar saja Kevin masuk angin karena memakai celana basah!

Marcus berdeham. Mengalihkan pandangannya dari paha putih nan mulus milik Kevin.

Tapi ketika Kevin mulai mondar-mandir kesana kemari, apa Marcus harus diam saja?

Saat Kevin terdiam di depan sebuah foto yang tergantung di dinding, Marcus dengan tidak sabar mendorong Kevin, mencekal tangannya kuat membuat Kevin terkurung antara dinding dan tubuh Marcus.

"K-koh-"

Marcus hanya menatap Kevin. Membuat yang ditatap salah tingkah.

Tangan Marcus terulur. Mengusap rambut basah Kevin. Membuat Kevin merinding.

"K-koh, tadi janjinya ga grepe-grepe-"

Marcus menyeringai. "Emang saya janji?"

Kevin mendelik. Hendak mendorong Marcus tapi tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Menampilkan sekretaris Marcus yang kaget.

"A-anu, Pak Marcus? Pak Marcus kemana ya? Kok gaada?" Lalu buru-buru keluar.

Kevin yang sadar langsung mendorong Marcus menjauh. Sambil berseru kencang. "MESUM!"

*****

Beberapa minggu setelahnya, kontrak kerja sama mereka usai. Membuat Kevin maupun Marcus tidak punya alasan untuk bertemu.

"Kenapa lo?" Tanya Rian.

Kevin menggeleng. Memilih merebahkan kembali kepalanya diatas meja.

"Vin? Sakit?" Ujar Ihsan khawatir.

Kevin menggeleng lagi.

"Galau kayaknya nih anak. Ga bisa ketemu Kokoh gantengnya lagi," Ejek Rian.

"Diem aja lu!" Sembur Kevin.

"Kalau suka tuh ngomong Vin," Kata Ihsan. "Eh tapi, Kokoh ganteng lu itu, masih single?"

Kevin terdiam. Kok dia bisa lupa dengan itu ya? Bagaimana kalau kenyataannya Kokoh gantengnya itu udah nikah?

.

"Kokoh?" Sore harinya Kevin dibuat terkejut karena Marcus muncul dikampusnya.

"Temani aku makan,"

Kemudian mereka berakhir di sebuah restoran mewah. Kevin yang hanya memakai celana jins serta kaos membuatnya terbanting dengan Marcus yang mengenakan setelan jasnya.

"Koh," Bisik Kevin. "Pindah aja yuk,"

"Kenapa?"

"Kevinnya salah kostum,"

Marcus melirik Kevin. Kemudian membuka jasnya dan menggulung lengannya hingga ke siku. "Lain kali ya, udah terlanjur booking tempat,"

Kevin mengangguk tidak rela. Tapi sedetik kemudian rona merah menjalar di pipinya saat Marcus menggenggam tangannya.

"Koh-"

"Ya?"

Kevin menatap Marcus sebentar, "eng-enggak," Lalu menunduk.

Marcus mengabaikan sikap aneh Kevin. Setelah selesai makan,

"Mau langsung pulang?"

"Terserah Kokoh," Sebetulnya Kevin ingin bilang 'Mau jalan-jalan sama Kokoh,' tapi tidak jadi.

Saat Marcus membuka pintu mobil untuk Kevin, sebuah suara menyapa mereka.

"Koh Dion,"

Marcus menegang. Ia kenal suara ini. Hanya satu orang yang memanggilnya dengan nama itu. Ia berbalik, menemukan sebuah senyum manis menyapanya. "Agnes?"

Kevin terpaku. Ia menatap peremuan dihadapan mereka. Kemudian saat melihat sorot rindu dari mata Marcus, Ia sadar. Apakah Ia tidak punya kesempatan?









Gajadi udahan.

Atut nanti diteror massa ✌

Selamat malam minggu para jomblo!

Continue Reading

You'll Also Like

181K 14.3K 15
Lancel Baratheon pemuda ceria yang ditakdirkan tidak sempurna. Ia bisu dan lingkungan tidak mendukungnya. Terbiasa diam hingga membuat Lancel melupak...
141K 398 11
cerita pendek hot,harap bijak dalam membaca. Semua tokoh dan gambar aku ambil foto di pinterest. Dan maaf banyak typo dan kata kata yang kurang pas...
100K 6.7K 34
Zean, seorang pria yang tengah berjuang memperbaiki kesalahan masa lalunya, memutuskan untuk kembali fokus pada keluarga kecilnya. Ia bertekad mewuju...
560K 36K 43
Kara, atau Askara Bhumi adalah bocah pendek nan polos yang terkesan manis juga imut dengan pipi yang sedikit besisi ditubuh mungilnya. Bocah yang bar...