The Teacher Becomes a Mom

By Oryzatika

722K 57.4K 1.6K

[END] Hidupku yang biasa saja tiba-tiba memusingkan ketika dua lelaki melamarku. Apa yang harus aku lakukan... More

1. Target Menikah
2. Dewasa adalah ....
3. Penyebab Azka Alpa
5. Di Rumah Aqlan
6. Terlambat Dijemput
7. Menjaga Azka
8. Tidak Sengaja Berjumpa
9. Kebun Binatang
10. Tidak Sengaja Berjumpa (Lagi)
11. Azka Sakit
12. Jawaban Lamaran?
13. Kontroversi Pernikahan
14. "Istri Saya"
15. Dekorasi Rumah versi Tania
16. Isi?
17. Menginap di Rumah Ortu
18. Foto Pernikahan
19. Teman Lama
20. Sudah Dianggap?
21. Bang Naufal
22. Ini Mag!
23. Hari Jadi Perusahaan
24. Ngobrol
CURHAT
25. Kejutan di Hari Penamatan
26. Kejutan Masih Berlanjut
27. Kedatangan Tamu
28. Menghangat?
29. Masuk Rumah Sakit
30. Bang Naufal Kenapa?
31. Sahabat
32. Bang Naufal Mau Nikah?!
33. Naufal & Riana
34. Mas Rafa Selingkuh?
35. Curhat
36. Amarah
37. Menata Ulang
38. Menyesal
39. Tak Ingin Jumpa
40. Missing You
41. Perjumpaan
42. Cerai?
43. Ingin Jumpa
44. I Heart You (END)
EXTRA PART

4. Azka Berulah

14.7K 1.4K 42
By Oryzatika

Kenakalan apa yang pernah kalian lakukan di sekolah?

***


Seminggu sudah Azka tidak masuk sekolah. Aku yang biasanya bertugas menyambut anak-anak sementara guru lain menyiapkan kelas, akhirnya bisa melihat mobil BMW silver berhenti di depan gerbang.

Azka keluar dari mobil dengan digendong oleh Papanya. Tidak biasa. Biasanya anak itu keluar sendiri atau digandeng oleh Mamanya. Wajah cerahnya juga yang biasa dia tampilkan kini tidak ada.

Papanya menurunkan Azka di depanku—di depan pintu masuk. Seperti biasa yang aku lakukan kepada yang lain, aku mengambil tas Azka dari Papanya setelah anak itu mencium pungung tanganku. Menunggu Azka melepas sepatunya, lalu memberikan tasnya agar dibawa masuk ke dalam kelas.

Azka tidak bergeming walau tasnya sudah ada di tangannya. Wajahnya tertunduk. Aku tahu penyebabnya.

Papanya berjongkok menyamai tinggi Azka. Tangannya tersampir di kedua pundak putranya.

"Azka hari ini sekolah ya, Papa mau kerja," ujar pria itu.

Jika biasanya aku juga bisa melihat senyuman pria itu, kini tidak. Wajahnya justru terlihat suram. Lingkaran gelap di bawah matanya bisa aku lihat. Walau demikian, karismanya masih terpancar.

"Azka mau sama Mama," cicit Azka. Suaranya terdengar seperti hendak menangis.

Pria itu menghela napas berat. Dia berdiri seraya mengusap wajahnya kasar.

"Saya titip anak saya. Hari ini dan mungkin seterusnya, saya titipkan di TPA. Saya sudah bicara sama kepala sekolah," ujarnya padaku. "Jam empat kan batas penjumputannya?" tanyanya juga.

"Iya, Pak. Jangan khawatir." Aku mengangguk. Jujur, aku tidak tahu harus berkata apa untuk membuat wajah kedua lelaki ini kembali bersinar. Wanita yang mereka cintai telah pergi untuk selama-lamanya, mana mungkin wajah mereka bisa kembali cerah dalam waktu dekat. Dan mungkin setahun pun masih belum bisa menghilangkan awan hitam di hati mereka.

Almarhumah Bu Naila mempunyai pengaruh besar terhadap kedua lelaki yang berbeda jauh usianya, bahka hampir ke beberapa orang lain juga. Termasuk diriku.

Jika kalian bertanya, apakah aku merasa kehilangan atas kematian Bu Naila? Dan apakah aku bersedih? Jawabannya, IYA. Almarhumah Bu Naila sudah seperti kakak bagiku.

Kemarin aku sempat melihat berita online tentang kabar duka almarhumah. Dari berita itu, aku baru tahu kalau Bu Naila juga relawan di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA). RPSA merupakan pelayananan bagi anak traumatis, dan kasus khusus lainnya.

Betapa mulianya hati Bu Naila. Wajar jika banyak yang kehilangan.

-----

"Hwaaa ...."

Tiba-tiba aku terlonjak kaget mendengar suara anak menangis dari dalam ruang bermain. Bersama Kak Emi, aku berlari masuk ke dalam ruangan. Seharusnya kami memang ada di dalam, mengawasi anak-anak. Tapi kepala sekolah memanggil, karena ada administrasi yang harus dilengkapi. Untung kami berdiskusi di depan ruang bermain, jadi ketika ada anak menangis, kami masih sigap menghampiri.

Yah, semoga tidak ada hal parah yang terjadi.

Anak-anak menunjuk-nunjuk ke arah Azka, sementar di depan Azka ada Nur—teman sekelasnya—yang menangis. Ini pertama kalinya aku melihat wajah Azka seperti itu. Matanya memicing dengan hidung yang kembang kempis. Napasnya naik turun.

"Kenapa, Nur?" tanya Kak Emi merangkul Nur.

Sedangkan aku yang memprediksi bahwa Azka adalah biang keroknya, mengelus punggung Azka untuk meredamkan emosinya.

Nur menjawab pertanyaan Kak Emi seraya menangis, jadi kami tidak mengerti ucapannya.

"Ada yang tahu kenapa Nur menangis?" tanyaku mengedarkan pandangan kepada semua anak-anak yang mengelilingi kami.

"Azka, Bu," jawab beberapa anak seraya menunjuk Azka.

"Azka?" Aku menatap Azka. Sesuai dugaanku. Tapi, ini pertama kalinya Azka membuat menangis temannya. Biasanya, Azka selalu baik pada temannya. Dia bahkan suka berbagi makanan kepada teman-temannya.

"Azka, Nur diapakan kok sampai menangis?" tanyaku lembut, tanpa ada nada menuntut.

Bukannya menjawab, Azka lari menerobos kerumunan. Lalu berjongkok menyembunyikan wajahnya di pojokan ruangan.

Aku henghampiri Azka setelah memberikan kode kepada Kak Emi bahwa Kak Emi mengurus Nur, dan aku akan mengurus Azka.

Aku ikut berjongkok di samping Azka dengan tangan yang merangkul pundak kecilnya.

"Ikut Bu Tania yuk," ajakku.

Azka tidak menolak saat aku membantunya berdiri dan menggandengnya ke dalam kantor. Aku mendudukkan Azka di sofa kantor, saat seorang anak membawakan tas milik Azka. Aku yang menyuruh anak itu tadi saat menggiring Azka keluar ruang bermain.

Namun, anak itu tidak sendiri. Teman-temannya mengekor. Maklum, mereka penasaran dengan apa yang akan aku lakukan pada Azka.

"Azka mau dihukum, Bu?" tanya salah satu anak.

"Ih, kenapa ke sini semua. Ayo, keluar," usirku, tapi tidak ada nada kasar.

"KELUAR SEMUA, KELUAR!" Suara keras itu milik Kak Nikmah. Dia memang dikenal galak oleh anak-anak. Padahal aslinya baik. Dia sengaja membangun image galak di depan anak-anak agar mereka takut. Katanya, ketiga guru di sini sudah kalem. Kalau tidak ada yang keras, bisa-bisa anak-anak ngelunjak.

Kak Nikmah tersenyum seraya mengangguk kepadaku. Dia pun menutup pintu dari luar setelah anak-anak lain keluar, dan menyisakan aku dengan Azka.

Azka menunduk dan kulihat pipinya basah. Aku menarik kursi plastik dan duduk di hadapannya. Kuraih tasnya dan mengeluarkan bekal miliknya. Tadi Kak Emi sempat bercerita tentang Azka yang berbeda dari hari-hari sebelum Mamanya meninggal. Salah satunya, bekalnya yang selalu habis, kini tidak disentuh sama sekali.

"Wah, cantiknya bekal Azka," pujiku setelah membuka tutup bekal Azka. Nyatanya, bekal itu tidak secantik yang dibuat almarhumah Bu Naila. Pasti Papanya yang membuatnya. Namun, aku tetap memberikan apresiasi kepada pria itu. Sebagai laki-laki, ini sudah bagus, walaupun aku tidak bisa mengenali yang mana wajah dan yang mana badan. Jangankan anggota tubuh, ini bentuk apa, aku juga tidak tahu.

"Azka belum makan, kan? Makan dulu ya," bujukku. Aku ingin dia nyaman dulu sebelum aku mengorek apa yang terjadi tadi.

Azka menggeleng.

"Kenapa? Azka gak lapar? Atau mau makan nasinya Bu Nikmah?" tanyaku. Hari ini, Bu Nikmah yang memasak untuk makan siang anak-anak.

Azka menatapku.

"Aaak ...." Aku menyodorkan sendok yang terdapat nasi dan suiran telur. Kupikir Azka menatapku karena ingin makan, tapi tanganku masih tergantung. Azka menutup mulutnya rapat.

"Atau Azka mau minum dulu?" tanyaku yang dengan sigap mengambil air minum dari tas Azka.

Azke menerima botol minumnya yang sudah aku buka tutupnya. Dia meminum beberapa teguk, lalu memberikannya padaku lagi.

"Mau makan? Atau mau cerita?" tawarku.

"Azka mau sama Mama," ujarnya.

"Azka tahu Mama di mana?" tanyaku. Aku hanya memastikan, apakah anak ini tahu keadaan yang sesungguhnya atau tidak. Aku tidak ingin salah ucap pada anak sekecil Azka, karena ucapan kita bisa memengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya.

"Mama meninggal."

Deg. Ada rasa nyeri saat mendengar kalimat itu dilontarkan dari mulut kecil Azka. Sepertinya, Papanya tidak mau menggunakan istilah lain untuk menjelaskan apa yang terjadi pada Mama anak ini.

Aku mengusap pipinya yang kembali basah.

"Azka tahu artinya meninggal, kan?" tanyaku hati-hati.

"Pelgi jauh," jawab Azka. "Azka lihat Mama dimasukkan di dalam tanah. Mama tidul, tidak mau bangun. Papa bilang, Mama tidak kembali lagi. Hwaaa ...."

Tangis anak itu pecah.

Aku segera memeluk badan mungilnya. Dia sesenggukkan di pelukanku. Berkali-kali aku menepuk punggungnya pelan, berharap dengan melakukannya, Azka merasa lebih baik.

Setelah cukup lama Azka menangis dipelukanku, akhirnya anak itu diam. Aku melepas pelukan. Kutatap matanya yang bengkak dan merah.

"Azka mau cerita kenapa tadi Nur menangis?" Akhirnya aku menanyakan masalah yang membuatku membawanya ke sini.

"Azka pukul, Nul. Nul nakal. Dia bilang Azka tidak punya Mama. Azka punya Mama kan, Bu? Ibu pelnah lihat Mamanya Azka, kan?"

Kembali aku memeluk anak yang sedang rapuh ini.

"Azka punya Mama kok. Ibu pernah lihat. Kan setiap hari nganter Azka ke sekolah." Aku melepas pelukan, kuusap kedua pipinya yang basah, dan mengelap ingusnya yang keluar. Terbiasa berhadapan dengan segala hal yang terjadi pada anak-anak, aku tidak merasa jijik sekali pun.

"Bu Gulu tahu Mama Azka ke mana?" tanyanya.

Aku tersenyum getir.

"Mama Azka ke surga."

"Sulga di mana, Bu Gulu?" sesenggukan Azka sudah berhenti. Sepertinya dia menemukan harapan dari ucapanku tadi.

"Bu Guru juga gak tahu, Sayang."

Azka menunduk lesu.

"Kenapa Mama gak mau pulang? Mama nakal."

Entah aku harus bersedih atau tertawa sekarang. Kalimat terakhir Azka terdengar lucu di telingaku.

"Bukan Mamanya Azka gak mau pulang. Mama pasti mau. Mama kan sayang sama Azka, tapi Mama gak bisa."

"Kenapa?" tanya Azka cepat.

"Karna Allah sayang sama Mamanya Azka."

"Azka juga sayang sama Mama. Papa juga."

"Tapi Allah lebih sayang sama Mamanya Azka."

Mata Azka kembali berkaca-kaca. "Allah nakal, ambil Mama dali Azka."

Kalau sudah seperti ini, aku tidak tahu harus berkata apa. Menjelaskan hal ini kepada anak kecil sangatlah sulit bagiku. Jadi, aku terdiam untuk beberapa saat, memilah kata yang tepat untuk aku sampaikan.

"Allah gak nakal. Justru sekarang Mamanya Azka bisa lihat Azka ke mana pun Azka pergi. Biasanya, kalau Mamanya Azka di rumah atau di rumah sakit, Mamanya Azka bisa lihat Azka di sekolah, gak?"

Azka menggeleng.

"Nah, sekarang Mamanya Azka bisa lihat Azka kapan pun dan di mana pun. Dan kalau Azka mau ketemu sama Mama, Azka harus jadi anak baik. Tadi Mamanya Azka lihat lho, kalau Azka dorong temannya. Mamanya Azka gak suka. Kalau Azka gak jadi anak baik, nanti Mamanya Azka gak mau ketemu Azka lagi lho."

Aku menarik napas dalam. Apa kalimatku tidak terlalu berputar-putar? Ah, aku pusing menjelaskannya. Semoga Azka paham. Kalau tidak, aku menyerah. Biar Kakak-Kakak yang menjelaskan.

"Jadi Azka halus jadi anak baik supaya bisa ketemu sama Mama?"

"Iya, sayang," anggukku.

Sejurus kemudian, Azka berlari keluar seraya berkata, "Azka mau minta maaf sama Nul."

Aku bernapas lega. Anak itu paham maksudku. Soal dia paham atau tidak tentang arti meninggal, tidak masalah. Nanti juga dia akan  paham. Sekarang umurnya masih terlalu dini untuk memahami arti kata menyedihkan itu.

Bibirku tertekuk ke bawah, mengasihani Azka yang ditinggal mati oleh Mamanya. Semoga anak itu diberi ketabahan oleh Allah.

***

Berdiskusi adalah cara termujarab untuk mengetahui suatu masalah, bukan dengan menaikkan emosi.



Terima kasih yang sudah baca, vote, dan coment

Berhubung istrinya sudah meninggal, gak lama lagi muncul chemistry dari si duda.

Tapi, kalian jangan senang karna istrinya meninggal. Tania aja sedih lho

Continue Reading

You'll Also Like

19.3M 1.8M 51
Sudah terbit, buku bisa dibeli di shopee. INGAT BELI YANG ORI!! [Follow akun ini dulu, bro. Anda senang, aku juga. Simbiosis mutualisme] Tuhan, mana...
8.2M 468K 55
⚠️FOLLOW DULU SEBELUM BACA! ⚠️Rawan Typo! ⚠️Mengandung adegan romans✅ ⚠️Ringan tapi bikin naik darah✅ Neandra Adsila gadis cantik yang berasal dari d...
11M 921K 63
MENIKAHI SULTAN KAYA RAYA💸 Salah satu cara agar cepat menjadi kaya dengan cara yang instan adalah dengan mendapatkan suami yang kaya. Itulah impian...
9.1M 497K 40
Ayasha itu tipikal cewek pada umumnya, suka lupa diri kalau ada cogan lewat. Dia juga jenis cewek yang bakal meleleh kalau ketemu cowok mapan, pintar...