Beby memandang kafe didepannya bingung. Ia mengerjap pelan sembari melirik teman abangnya yang sedang memarkirkan motornya. Perlahan ia mendekati cowok itu.
"Kak, katanya pulang kok kita kesini? " Tanya Beby.
Selesai dengan urusan motornya. Cowok itu terlihat melepaskan jaket coklat yang ia pakai dan menyampirkannya ke badan Beby. "Makan,"
Beby mengerutkan keningnya, "makan?"
Cowok itu tersenyum tipis. Tipis sekali. Mungkin ia hanya mengangkat kedua sudut bibirnya tak sampai satu sentimeter. Dan Beby yang polos tak menyadari itu.
Dengan pelan cowok itu membawa tangannya untuk menyelipkan sejumput rambut Beby yang menghalangi pelipis ke belakang telinga Beby. "Tadi dikantin belum makan."
Beby ber-oh-ria sambil menganggukan kepalanya.
Sedangkan cowok didepan Beby mengulum bibirnya, ia hanya saja tak pandai mengekspresikan diri ketika melihat cewek didepannya itu terlihat begitu menggemaskan dimatanya.
Lalu tanpa basa-basi lagi ia menggenggam tangan Beby membawanya untuk memasuki kafe.
Disisi lain terlihat beberapa cowok didalam kafe sedang mengerjakan sesuatu. Dan salah satu cowok diantara mereka yang mengenakan kaos hitam melihat semua tingkah laku kedua remaja berbeda gender dibalik dinding kaca kafe. Ia meletakkan bolpoin ke meja dan bertopang dagu ingin melihat sejauh mana keakraban mereka.
"Gue pesenin dulu ya." Ucap salah satu cowok itu, mungkin juga ia yang paling mencolok diantara mereka karena memiliki kulit sawo matang sedangkan yang lain memiliki kulit putih dan kuning langsat.
Cowok berkulit sawo matang itu kemudian berdiri dan berjalan menuju antrean.
Sementara temannya sedang memesan, cowok berkaos hitam itu mulai beranjak dari duduknya mengindahkan para temannya yang tengah memanggil-manggil dirinya.
Dengan langkah lebar ia menghampiri dua remaja tadi yang menjadi pusat perhatiannya. Apalagi ketika cowoknya mengelus sayang rambut ceweknya membuat ia menggeram kesal.
Tidak ada yang boleh menyentuh adiknya selain dia dan saudaranya!
"Beby!"
Panggilan itu cukup membuat beberapa pasang mata melirik
seakan mereka menantikan tontonan yang ala drama.
Sedangkan Beby yang merasa dipanggil segera menoleh dan membelalakkan matanya ketika mendapati sosok yang akhir-akhir ini akrab dengannya itu berjalan mendekatinya.
Beby berdiri, "bang Dion?!"
Tiba-tiba saja Beby merasa gugup karena takut ketika melihat abangnya itu.
Dion, si cowok berkaos hitam, itu melirik sinis cowok yang berani-berani pegang adiknya. Kemudian menatap Beby dengan tajam, "Beby ngapain disini? Bolos?"
Beby hanya menunduk dengan mata berkaca-kaca. Bibirnya menutup rapat bingung ingin memberi alasan apa kepada abangnya.
Cowok yang bersama Beby itu membuka mulutnya hendak mengatakan sesuatu tetapi Dion menyela.
"Kita pulang sekarang!" Dion memberi penekanan disetiap kata yang ia lontarkan. Sebelum membawa Beby pergi, Dion menyempatkan untuk melepas jaket coklat yang melapisi badan adiknya. Lalu ia memberikannya pada cowok dibelakang Beby dengan cara dilemparkan.
Dengan sedikit kasar, Dion menggandeng Beby membawanya keluar dari kafe.
"Maaf kak El," lirih Beby sebelum benar-benar keluar dari kafe.
Cowok itu Elan atau sering dipanggil El itu hanya memegang erat jaketnya sembari memandang punggung Beby sampai hilang memasuki sebuah mobil. Ia mengacak rambutnya kesal. Yang tanpa ia sadari membuat beberapa perempuan didalam kafe malah memekik senang. El segera beranjak keluar dari kafe.
Sementara para teman yang ditinggalkan Dion terlihat bengong, jika saja cowok berkulit sawo matang yang tadi memesan tidak menyadarkan dari 'keterpukauan' mereka.
"Eh, si Dion mana?"
***
Nio memejamkan matanya, terlihat dari raut wajahnya yang mencoba menahan segala kekesalannya. Tak hanya karena kejadian di kantin tapi juga karena sahabat datarnya itulah penyebabnya.
Ia kembali menatap layar ponsel yang sudah sejak tadi ia pandang. Dengan penuh kesabaran ekstra ia mencoba kembali untuk menghubungi sahabatnya.
Dan Nio harus dibuat kembali lagi mengumpat untuk ke sekian kali ketika panggilan tak terjawab.
Apa-apaan?
El sialan!
Dan sekarang yang hanya bisa Nio lakukan adalah mengumpat sepuasnya. Sebab kelakuan sahabatnya itu yang seenak jidatnya membawa pergi Beby keluar sekolah dengan pesan singkatnya.
Nio menghela napas kasar. Ia mencengkram ringan pagar pembatas rooftop sekolah seraya menikmati semilir angin yang lewat.
Dengan cepat Nio melihat layar ponselnya kembali ketika ponsel itu bergetar.
Dan sekarang Nio susah payah menelan ludahnya ketika mendapati nama yang tertera di layar itu yang sempat ia kira sahabatnya tetapi tebakannya justru meleset.
Damian.
Nio tak menyangka jika abang tertuanya ini cepat sekali mendengar kabar tentang Beby.
Sebelum menggeser tombol hijau, Nio menarik napas perlahan dan sesegera mungkin mengangkat telepon itu.
"Halo bang?"
Sebisa mungkin Nio menjaga suaranya agar tidak bergetar dan sesekali mengucapkan doa di dalam hati.
⚫
⚫
⚫
Tbc
Dek Beb
Bang Az
Bang Ni
Oh ya... Kalau kalian gak sreg sama cast-nya. Kalian bisa visualisasiin terserah kalian yeh. Kalian bebas menghayal gaes,,,,,
Pssst... Next bagian Azka ma Beby^o^
Vote and komen yessssssss
Rabu, 17 Juni 2020