Di ruangan tempat dimana Haechan dan babeh asrama disekap, tidak ada yang jaga. Sedari tadi Haechan sedang berusaha melepaskan ikatan tali di tangannya. Haechan itu banyak akal, jangan lupakan itu. Dia tidak akan menyerah sampai benar-benar bisa lepas.
Di liriknya babeh asrama-Taeil, yang sudah tersadar. Taeil pun juga sedang menatap Haechan.
"Beh, kita bisa keluar kok. Babeh sabar ya, saya lagi berusaha ini."
"Gaperlu, kaki babeh udah lumpuh. Kamu... lari sendirian aja."
Haechan tidak akan kabur sendirian. Tentu saja dia akan mengajak Taeil, apapun kondisinya. Karena Haechan sudah menganggap Taeil seperti ayahnya sendiri.
"Kita bakal keluar dari sini bareng-bareng dan ngelaporin semua ini ke polisi. Haechan janji."
Namun perkataannya tidak di respon oleh Taeil. Haechan mendecak, tangannya terus bergerak, berharap ikatan tali itu di tangannya segera terlepas.
Tap!
Tap!
Tap!
Terdengar suara langkah kaki dari luar ruangan. Haechan maupun Taeil langsung dibuat menegang. Kalau sampai Hyunjin yang datang, kesempatan mereka untuk kabur akan lenyap. Mau bagaimapun, Haechan tidak ingin mati konyol. Dia ingin selamat dan membongkar kedok pemilik sekolah ini.
Perlahan pintu ruangan dibuka. Dua orang langsung masuk dengan tergesa-gesa. Dahi keduanya di banjiri oleh keringat. Dada mereka pun turun naik, kelelahan setelah berlari.
Haechan melongo, matanya melebar. Meskipun cahaya di ruangan itu redup sekali, Haechan bisa melihat wajah Soobin dan Jeno yang berdiri di depan pintu.
"Woi!"
Keduanya menoleh, terkejut bukan main ketika melihat Haechan dan Taeil juga berada disini.
"Ssssttt!" Jeno meletakkan jari telunjuknya di depan bibir. Mengisyaratkan Haechan untuk diam.
Sebab, dirinya dan juga Soobin sedang di kejar-kejar oleh Jaehyun.
Jaehyun sangat menyeramkan, karena dia membawa alat penyetrum. Kalau sampai di antara mereka ada yang kena, pasti langsung pingsan. Lalu setelahnya, Jaehyun pasti akan menyekap mereka sebelum benar-benar membunuh.
Yea, walaupun sebenarnya Soobin juga bawa senjata-cutter untuk berjaga-jaga. Tapi kan tetap saja. Peluangnya untuk kalah sangat banyak jika melawan Jaehyun dengan senjata itu.
"WOI, DIMANA?!" teriak Jaehyun dari luar. "Percuma sembunyi. Lo bakalan tetep ditemuin!"
Setelahnya terdengar suara langkah kaki yang menjauh.
Jeno, Soobin dan Haechan menghela nafas lega.
"Lo lepasin babeh, gue lepasin Haechan." Titah Jeno. Dan soobin pun mengangguk.
Keduanya pun langsung mendekati Haechan dan Taeil. Segera melepaskan ikatan tali yang melilit tubuh mereka.
"Saya gabisa jalan," ucap Taeil.
"Soobin gendong, ayo!"
"Jangan.."
"Beh, jangan gini beh. Ayo kita kabur dan lapor ke polisi."
Taeil menggeleng, "JAEHYUN!"
Ketiganya langsung melotot kaget. "Beh! Jangan teriak beh!
"JAEHYUN MEREKA DISINI!"
"BABEH?!"
Pengkhianat lagi?!
Haechan panik, dia mengedarkan pandangannya ke segala arah, mencoba mencari jalan keluar selain pintu. Tapi sialnya, tidak ada jalan keluar lain.
"Maaf, saya minta maaf. Kalau saya ga nurutin mereka, nanti mereka bunuh istri saya."
Jeno tak habis pikir. Ternyata pelakunya benar-benar licik.
Untung Jeno bawa petasan-bagian dari rencana. Jika mereka tidak bisa melarikan diri, Jeno bisa menyalakan petasan dan mengajak teman-temannya kabur.
Tak lama setelahnya Jaehyun datang. Dia membuka pintu dengan kasar.
"Bngst. Disini ternyata."
Soobin mengambil ancang-ancang, Haechan masih duduk di atas kursi karena kakinya kan sakit. Sementara Jeno sedang mengeluarkan petasan dan korek api untuk kabur.
Jeno menatap Soobin sekilas seolah menberikan isyarat gendong Haechan.
"Yaelah, segala gendong-gendongan. Ngarep banget bisa selamat?"
"Berisik."
"Siapa dulu yang mau di setrum?"
Di nyalakannya petasan itu, lalu Jeno melemparnya ke arah Jaehyun.
Beberapa detik setelah petasan meledak, ruangan itu langsung dipenuhi oleh kepulan asap. Jeno langsung mengajak Soobin lari. Sebab itu adalah kesempatan bagus untuk kabur.
Jaehyun terbatuk-batuk, kakinya jadi terluka karena terkena ledakan petasan. Walaupun tidak parah tapi cukup perih.
"Ah, baj*ngan!"
Di luar, Jeno dan Soobin berlari cukup kencang. Walaupun Soobin merasa cukup kewalahan karena menggendong Haechan, dia tetap bisa mengatasinya.
Sambil berlari, Soobin menoleh ke arah Jeno. "Kita udah nemuin Haechan! Hubungin yang lain dan cepetan lapor polisi!"
Jeno mengangguk. "Kita harus keluar dari sini-!"
Bruk!!!!
Mereka semua berhenti secara refleks ketika melihat tubuh Yeonjun jatuh dari atas. Sukses menjadikan Soobin, Jeno dan Haechan terkejut bukan main.
"KAK YEONJUN?!"
"OI! KALIAN DI BAWAH?" teriak seseorang dari atas-Hyunjin. "JEONGIN DI ATAS NIH! GUE BUNUH JUGA YA?!"
Jeno mendongak, tangannya mengepal. "BNGST!" umpatnya kesal.
"KENAPA? TAKUT? RENJUN JUGA PALING UDAH MATI SEKARANG. BERANI GA NIH NYAMPERIN KE SINI?!"
Sepertinya sekarang mereka harus berpisah.
Jeno menatap Soobin serius, laki-laki itu menepuk lengan Soobin, "elo sama Haechan buruan lari keluar."
"Elo?!" tanya Haechan.
"Gue bakal selametin Jeongin. Plis jangan nolak, harapan kita ada di tangan lo berdua. Langsung pergi ke kantor polisi, ya?"
Haechan dan Soobin diam. Mereka tidak bisa meninggalkan Jeno sendirian untuk melawan Hyunjin. Yeonjun saja kalah, apalagi Jeno?
"Woi!" Jeno kesal. "Buruan!"
"Jeno, gue mau ngasih tau sesuatu ke lo sebelum pergi." Ucap Haechan.
"Apa?"
"Gualin.. dia juga salah satu dari komplotan mereka.."
Jeno membisu. Dia keheranan karena Guanlin kan sudah meninggal.
Setelahnya, mau tidak mau.
Soobin dan Haechan harus melarikan diri duluan untuk lapor ke kantor polisi.
-•••-
Renjun ketakutan. Dia meringkuk di salah satu bilik toilet. Berharap setan itu tidak menemukannya disana.
Habis sudah nyawa Renjun kalau berhasil di tangkap.
Laki-laki itu menggigiti kuku jarinya hingga berdarah. Dahinya sudah dipenuhi oleh keringat dingin. Tubuhnya pun gemetaran sejak tadi.
Renjun sibuk memikirkan, apakah besok dirinya masih bisa hidup?
Renjun belum mau mati.
Dia masih punya banyak keinginan yang belum tercapai.
Brak!!
Terkejut, Renjun membekap mulutnya sendiri dengan telapak tangan. Satu persatu bilik toilet di buka secara kasar. Renjun semakin dibuat panik. Dia benar-benar sudah tidak bisa menenangkan diri dan berfikir jernih.
Dengan tangan gemetar, dia mengeluarkan pisau lipat dari saku celananya. Renjun tahu menyerang balik setan dengan pisau tidak akan ada gunanya. Tapi setidaknya dia mau berusaha, kan?
Brak!!
Bilik toilet tempat dirinya berada pun terbuka.
Di hadapannya ada sosok setan bertopi yang menatapnya penuh kesenangan.
"Ketemu! Ketemu!"
"Lo maju selangkah, langsung gue kirim lo ke neraka!"
"Ketemu! Ketemu!"
"WAH, NGELEDEK?!" nada bicaranya meninggi.
Awalnya Renjun memang masih punya sepercik rasa keberanian. Tetapi setelah setan itu melangkah maju dan mengulurkan tangannya untuk mencekik leher, nyali Renjun kembali menciut.
Cekikannya cukup kuat. Renjun benar-benar kesusahan untuk melepaskan diri dan mengais nafas.
Renjun terbatuk-batuk, menatap wajah setan itu dengan mata melotot.
"Mati! Ayo mati!"
Perlahan tenaga Renjun terkuras habis karena terus dipakai untuk meronta. Tubuh Renjun mulai melemas. Dia pasrah.
Tidak ada harapan.
Sama sekali tidak.
"Uhuk!! Uhuk!!"
Tinggal beberapa detik lagi. Mungkin nyawanya akan langsung melayang.
Tetapi beruntungnya Renjun karena-
"ENYAH LO BNGST!"
Dia di tolong.
Oleh Felix Lee.
Setelah menyingkirkan setan itu dengan jimat ditangannya. Felix langsung menarik Renjun pergi. Sebenarnya Renjun masih kebingungan, karena jelas-jelas saat di chat Felix menolak untuk membantu mereka semua.
Keduanya berlari menyusuri koridor asrama yang sangat gelap. Hingga Felix mengajak Renjun berbelok ke ruangan kesehatan.
Ditutupnya pintu ruangan itu, setelahnya Felix berbalik untuk menatap Renjun.
"Lo gada yang luka, kan?" bisiknya.
"Ka-kaga."
"Selow, gue gajahat. Gue cuma mau bantuin kalian."
"Terus kenapa lo nolak tadi?"
"Karena gue juga takut. Tapi pas Jeno bilang kaya gitu, gue jadi merasa ditampar secara ga langsung."
Renjun mendecih, "tapi thanks juga ya. Kalo kaga ada lo mungkin gue udah koid. Btw, lo ko bisa tau gue di toilet?"
"Lo teriak, gblk."
Ah, iyaya. Renjun kan tadi meneriaki si setan saat berkata ; "WAH NGELEDEK!"
"Yang lain dimana?"
"K-kak Yeonjun sama Jeongin ada di lantai atas, gue ninggalin mereka. Kalo sisanya, kaya ada di sekitar sini. Tapi gue juga gatau."
"Kak Yeonjun?"
Menghela, "temannya Baejin pas di sel tahanan."
"Oh.. yaudah sekarang-"
"Sebentar. Lo bisa ga jelasin ke gue apa alesan lo fitnah Baejin?"
Felix diam. "Emang itu penting dibicarain sekarang?"
"Gue cuma mau tau."
"Ren, nyawa yang lain itu dalam bahaya. Gue janji gue bakal cerita. Jadi sekarang fokus dulu buat nyelamatin yang lain, ok?"
-•••-
"Hadeh, jin. Lo tuh udah bener ada di penjara. Coba kalo lo diem-diem aja, nyawa lo kan jadi ga terancam gini."
Di halaman belakang asrama laki-laki. Baejin di ikat di sebuah kayu besar yang sengaja ditancapkan ke tanah. Bukan cuma satu, jumlah kayu itu ada banyak. Seolah memang sudah di siapkan untuk mengikat dirinya dan juga yang lain oleh Guanlin dan pesuruhnya.
"Untung apa sih lo kaya gini, lin? Lo tau ga sih pas tau lo mati, kita semua sedih? Kenapa lo malah bohongin kita?!"
"Gue bilang, gue juga terpaksa kali. Gue gamau mati."
Baejin menggeram, "lo aja gamau mati apalagi kita!"
"Gini ya, jin. Kalo disuruh pilih dibunuh atau membunuh, semua orang pasti bakal milih membunuh lah. Namanya juga sayang nyawa."
Young Min tiba-tiba datang membawa minyak tanah dan membawa lima karung. Dia datang dengan seringai lebar.
"Udah, gausah sedih karena mau mati. Kematian lo berguna kok, bisa menguntungkan gue dan juga ayah gue."
"Gue ga sudi jadi tumbal!"
Guanlin menggeleng, "lo bukan tumbal yang sebenarnya. Kita tuh lagi ngincer Renjun dan Jeno."
"Seharusnya lo tuh ga dibunuh karena ga lihat itu situs. Tapi karena lo, Haechan dan juga Soobin bisa cepu ke polisi, ya mau gamau."
"Lo ga sebut nama Felix."
"Jelas nggak. Dia kan bantuin gue." Guanlin terkekeh.
"Lo diem aja ya sampe jasad teman-teman lo dateng. Abis itu kalian gue bakar rame-rame sampe jadi abu. Anjay, asik!"
Jika punya kekuatan super, sudah Baejin pastikan Guanlin akan langsung mati di tangannya.
Dia bukan teman brengsek lagi.
Tapi teman jahannam!
Sekarang, bagaimana cara dia melepaskan diri dan menyelamatkan teman-temannya yang lain?
"Oh, gue kaya gini juga karena dendam. Cukup udah kalian semua manfaatin gue. Lo pikir gue sebaik itu, hm?"
.
.
.
.
.
Menuju chapter terakhir :)