Pencet patrick di ujung kiri bawah, please:)
Terimakasih:)
Happy reading
-----
"Awas biar gue angkat ke uks!!"
"Eh kok–"
"Gak usah banyak tanya."
-----
Dahi Seana mengerut guna menyesuaikan cahaya yang masuk menusuk korneanya.
"Aaah" Seana memegang kedia pelipisnya yang mendadak berdenyut hebat.
"Eh lo udah bangun???" Mimi sontak berdiri dan memeriksa keadaan Seana.
"G-gue dimana." Seana mencoba untuk duduk.
"Gak usah dipaksain buat duduk, lo lagi di UKS, lo tadi pingsan." Mimi mengambil segelas air dan meminumkannya kemulut Seana.
"Berapa lama?"
"Apanya berapa lama?"
"Gue pingsan."
"20 menit lagi bel pulang sekolah bunyi."
Mata Seana melebar mendengar penuturan dari Mimi.
"Selama itu?!?"
"Iya, gue panik tau, lo gak bangun bangun." Mimi memajukan bibirnya.
"SEANA!! LO BAIK BAIK AJA KAN?!? MANA YANG SAKIT?!?!" Bara tiba tiba memasuki ruang UKS dengan sangat cepat dan berlari menuju ranjang Seana.
"Eeeh bujuk buset!! Nge gas amat kak buka pintunya." Mimi mengelus dada karna terkejut.
"Gak kok kak. Udah mendingan." Seana tersenyum ke arah Bara yang kelihatannya sangat panik itu.
"Gue ada rapat osis dari pagi, ini baru selesai. Pas nyari lo ke kelas kata anak anak di kelas lo lagi di UKS, makanya gue langsung ke sini. Sumpah demi apa gue panik setengah mati." Bara kemudian mengelus kepala Seana, dia sangat panik.
"Ehem ehem.. Masih ada gue disini, ehem." Mimi mendeham karna melihat perlakuan manis Bara kepada Seana.
"Iya tau, gak gue anggap sebagai roh halus kok." Ucap Bara berdacak pinggang dan tersenyum ke arah Mimi.
"Ya udah deh kak, gue izin pulang duluan ya, jagain Seana gue." Mimi menepuk bahu Bara.
"Emang ye gak ada sopan sopannya." Bara geleng geleng kepala melihat tingkah Mimi.
"Emang gitu kak orangnya." Seana tersenyum tipis dengan bibir pucatnya.
"Lo gue anterin pulang ya?" Bara menatap mata Seana.
"Hmm." Seana tersenyum dan menganguk.
"Kuat jalan?" Bara menaikkan sebelah alisnya.
"Kuat kak." Seana duduk dari tidurnya. Menggantungkan kedua kakinya yang masih terbalut kaus kaki.
"Biar gue pasangin." Bara mengambil alih sepatu Seana dan mengenakannya ke keki kecil Seana.
"Gue jahat ke Kak Bara. Padahal dia udah baik banget ke gue. Gue harus belajar mencintainya." Batin Seana sambil menatap puncak kepala Bara yeng tengah lihat mengenakan kedua sepatunya.
"Udah selesai." Bara tersenyum ke arah Seana masih dengan posisi setengah jongkok.
"Makasih banyak kak." Seana tersenyum dan mengelus rahang Bara.
Bara membeku seketika. Ia terkejut dengan perlakuan Seana. Tidak biasanya dia berlaku manis seperti ini.
"M-maaf kak." Seana menundukkan kepalanya dan menggoyangkan kakinya yang masih tergantung.
Bara tersenyum ke arah Seana dan memasukkan anak rambut yang bergelantungan kebelakang telinga Seana.
"Makasih, makasih lo udah memperlakukan gue kayak tadi, gue senang, lebih dari apapun." Kemudian dia terdiam sesaat.
"Udah yuk." Lanjutnya, ia tak ingin mendengar balasan apapun dari Seana, karna Bara tau hatinya sepenuhnya masih untuk Kanda. Bara menggenggam tangan Seana kuat. Menuntun langkah Seana yang masih sangat lemah.
-----
"Nyokap bokap lo ke luar kota lagi?" Bara menuntun Seana berjalan menuju rumah Seana.
"Iya kak, malahan 80% hidupnya hidup di luar kota, sesekali doang pulang kesini."
"Hmm, terus siapa yang bakal jagain lo?"
"Aku udah biasa ngapa ngapain sendiri kok." Seana membuka pintu rumahnya.
"Aku boleh mampir dulu?"
"Boleh, ayo masuk kak, maaf rumah ku kecil." Bara tersenyum ke arah Bara, dan Bara lansung saja membawanya menuju sofa ruang tamu Seana.
"Kakak mau minum apa?"
"Gak, gak usah repot repot. Lo mending istirahat." Sejujurnya Seana masih sangat lemah. Seana merebahkan kepalanya di sandaran kursi.
"Toilet lo dimana? Gue kebelet." Bara melihat sekitar
"Itu disitu." Seana menunjuk ke arah dapur.
"Oke, bentar ya."
Bara berjalan menuju toilet. Seana kembali merebahkan kepalanya di sandaran sofa.
"Sakit banget sih." Seana memijat pelipisnya.
Tak sadar Seana tertidur dengan posisi duduk seperti itu.
"Ya ampun sampe ketiduran di sofa, baru ditinggal sebentar." Bara duduk disebelah Seana dan meraih kepala Seana menuju bahunya.
"Gimana caranya gue ninggalin lo sendirian disini? Kondisi lo belum baik sama sekali." Sesekali Bara mengelus kepala Seana.
Bara mengambil hp nya dari dalam saku jaket dan mencari nomor seseorang.
"Halo, pa, malam ini Bara jagain temen Bara yang lagi sakit."
"Emang orang tuanya tidak ada?"
"Karna itu Bara mau jagain dia, dia tinggal sendiri, sama kayak aku."
"Kamu hati hati. Papa janji bakalan sering pulang."
"Iya pa, Bara percaya sama papa." Bara tersenyum tulus.
"Jadi bagaimana keputusan kamu setelah ini? Lanjut kuliah atau meneruskan usaha papa?"
"Bara akan meneruskan usaha papa."
"Keputusan yang bagus nak. Papa bangga sama kamu."
"Iya pa, apapun bakal Bara lakuin biar papa bahagia. Tapi papa harus tepati janji papa."
"Iya pasti. ya sudah kalau begitu, papa matikan dulu telfonnya ya?"
"Iya pa, jangan lupa istirahat."
Bara kemudian mematikan sambungan telfonnya dan meletakkan kembali hp itu kedalam saku jaket levisnya.
"Mudah mudahan ini keputusan yang pas." Bara mengusap wajahnya gusar.
"Gue ngelakuin ini semua demi lo, Seana."
Seana yang sudah tertidur pulas sempat terbangun ketika mendengar suara Bara yang tengah berbincang dengan seseorang melalui telfon genggam. Dan ia cukup terkejut, apa maksud dari kalimat terakhir Bara?
"Demi gue? Kenapa? Ada apa sebenarnya."
-----
Burung gereja mulai berkicau riang pagi ini. Seana dan Bara ternyata tertidur sampai pagi di sofa dengan posisi duduk. Seana terbangun lebih dulu. Badannya sudah kembali normal. Kepalanya pun sudah tidak sakit lagi.
"Kak, bangun kak." Seana mengguncang tubuh Bara pelan.
"Hmm" Bara mengerang kecil.
"Lucunya."Seana menidurkan kepala Bara di tangan sofa kemudian kekamar untuk mengambil sehelai selimut untuk menyelimuti tubuh Bara.
Seana kemudian berjalan menuju dapur, berniat untuk memasakkan Bara sesuatu sebagai sarapan. Setelah melihat bahan bahan yang ada, akhirnya Seana memutuskan untuk memasak nasi goreng.
Beberapa waktu kemudian, nasi goreng Seana sudah masak. Ia kembali berjalan menuju ruang tamu, dan dia masih mendapati Bara yang tertidur pulas di sofa ruang tamunya. Seana berjalan ke arah pintu utama, guna membiarkan udara segar masuk kedalam rumahnya.
"Kak, Kak Bara." Seana mendekati Bara dan berjongkok tepat di depan wajah Bara.
"Sumpah, kakak baik banget ke aku, kakak selalu ada disisi aku disaat aku terpuruk." Seana bermonolog sambil mengelus puncak kepala Bara.
"Aku gak tau harus balas kebaikan kakak dengan cara apa." Tiba tiba saja tangan Seana ditahan oleh Bara dan Bara menariknya hingga jarak mereka kini sudah sangat tipis.
Seana kaget dengan tindakan yang dilakukan oleh Bara secara mendadak. Bara membuka matanya perlahan. Kemudian ia tersenyum dengan ekspresi wajah tanpa dosa.
"Lo hanya perlu membuka hati lo buat gue." Bara kemudian duduk dan mendudukan Seana ke atas pahanya.
Seana tidak tau harus berbuat apa. Ia ingin saja melawannya, namun otaknya mencoba mengatakan untuk diam saja.
"Kak, ak–"
Bara dengan sigap lansung menyambar bibir tipis milik Seana untuk membungkamkan Seana. Bola mata Seana membulat sempurna. Ini serangan tiba tiba!
Seana kemudian mendorong kasar dada bidang Bara, kemudian melepaskan ciumannya.
"Aku belum selesai ngomong." Seana mengerutkan alisnya emosi.
"Mau ngomong apa?" Bara menatap manik Seana.
"A-aku–aku–" Seana sedikit gugup.
"Aku cinta kamu, melebihi siapapun." Ucap Bara secara cepat dan kembali menyambar bibir tipis Seana. Namun kini tak ada perlawanan dari Seana sedikitpun. Seana hanya diam saja menerimanya. Seana melingkarkan kedua tangannya di leher Bara.
Kemudian ia menangis, menangis terharu, ternyata masih ada orang yang menyayanginya secara tulus.
-----
"Ya udah aku pulang dulu ya." Ucap Bara sambil mengikat tali sepatunya. Jangan tanya kenapa Bara menggunakan aku-kamu sekarang. Mereka telah resmi menjadi sepasang kekasih pagi ini. Jangan salahkan Seana yang terlalu cepat menerima cinta Bara, atau Bara yang terlalu mendadak memacari seseorang yang baru beberapa hari putus.
"Iya kak, hati hati." Seana berjalan terlebih dahulu menuju gerbang rumahnya.
"Eh? Kok ada bunga?" Seana berjongkok dan menautkan kedua alisnya bingung.
"Kenapa?" Bara berdiri dibelakang Seana.
"Ada bucket bunga kak." Seana mengambilnya dan merapikannya kembali.
"Ah biarin aja deh, mungkin punya orang jatuh." Seana kemudian meletakkan di tiang pagar rumahnya.
"Ya udah, kakak hati hati ya. Makasih udah nemenin aku."
"Iya sayang, sama sama." Bara mengelus puncak kepala Seana yang sudah menjadi kegiatan rutinnya.
"Ya udah aku pulang sekarang ya, jangan malas makan lagi." Bara tersenyum.
"Oke bos." Seana membalas senyuman Bara.
Kemudian Bara menjalankan mobilnya meninggalkan pelataran rumah Seana.
"Apa bunganya aku bawa kedalam aja ya?" Seana kembali meraih bunga yang ia temukan di depan pagar rumahnya itu.
"Bawa aja deh, bunganya bagus." Kemudian ia membawa bucket bunga itu kedalam rumahnya dengan hati gembira.
-----
Waaaaah!!!
Aku benci pikiranku!!!
Dasar otac ku ga bener!!
Jadi kalian di tim
Kanda atau Bara
sekarang?