Pernikahan Chanlie adalah event paling indah yang pernah Lu Han lihat selama ini. Diadakan di hotel paling mahal di Beijing karena ternyata suami Chanlie adalah pebisnis. Mereka benar-benar mengusahakan yang terbaik dimulai dari dekorasi, makanan, gaun hingga detail yang terkecil.
Konsepnya perpaduan antara budaya tradisional dan pernikahan modern. Orang tua Chanlie setuju untuk menggabungkan upacara pernikahan dan resepsi di hari yang sama. Tujuannya untuk menghemat energi dan waktu. Terlebih lagi setelah ini pengantin akan berbulan madu ke Bali dan Lombok.
Chanlie tampak cantik dengan gaun cheongsam merah dengan ekor panjang yang membalut tubuh rampingnya. Sedangkan suami Chanlie, Wu Yifan, menggunakan tuksedo dengan warna merah marun. Mereka tampak elegan dan serasi ketika berdiri berdampingan.
Lu Han bertugas sebagai maid of honor di pernikahan ini. Ia berdiri di samping Chanlie selama acara berlangsung. Untung ia punya banyak pengalaman menghadiri fashion week, jadi berdiri seharian tidak membuatnya pegal. Ia juga harus menemani Chanlie yang berkeliling meja mengumpulkan hadiah pernikahan. Ada 50 meja yang harus mereka datangi. Rupanya keluarga Wu cukup berpengaruh karena mereka mengundang banyak orang dari kalangan pebisnis. Lu Han juga melihat beberapa wajah orang luar negeri.
Lu Han merasa jantungnya hampir copot karena ia bertemu Sehun di meja ke-9. Mereka sempat bertukar pandang dan Sehun juga tampak terkejut dengan kehadiran Lu Han. Wajah terkejut mereka berubah menjadi senyum, sampai akhirnya Lu Han harus mengikuti Chanlie ke meja berikutnya.
Resepsi pernikahan Chanlie lebih bernuansa barat dengan musik pop dan para tamu yang ikut berdansa. Lu Han sebenarnya tertarik untuk turun ke lantai dansa, tapi perutnya sangat lapar sekali. Sebelum ia sempat mengambil piring, mamanya tiba-tiba muncul menyeretnya.
"Sehun, ini Lu Han. Berdansalah dengannya!"
Tanpa Lu Han sadari, ia sudah ada di pelukan Sehun secara paksa. Lu Han mendelik tidak terima kepada mama-nya. Hendak protes, tapi sekarang banyak orang. Akhirnya ia menurut saja. Dengan pasrah, Lu Han melingkarkan tangannya ke leher Sehun dan secara naluriah, Sehun meletakkan tangannya yang besar di pinggang Lu Han. Tubuh mereka berayun pelan mengikuti alunan musik.
"Maafkan mamaku, Sehun." Bisik Lu Han
"Tidak apa-apa. Sebenarnya ini ide ibuku." Balas Sehun sambil terkekeh di telinga Lu Han. Terpaan napasnya membuat Lu Han merinding.
Dari dekat, wangi parfum Sehun sangat enak, campuran cemara dan sedap malam. Dari pengalamannya bekerja sebagai model parfum terkenal, Lu Han tau ini parfum mahal. Membuat Lu Han tergoda untuk membenamkan wajahnya di bahu Sehun, tapi ia sadar itu tidak sopan dan sangat canggung.
Sesungguhnya Lu Han tidak suka kecanggungan ini. Ia tidak suka ketika orang lain merasa tidak nyaman ketika bersamanya karena hal itu membuat Lu Han berpikir bahwa ia adalah orang yang membosankan. Ia ingin Sehun merasa nyaman ketika di dekatnya dan begitu pula sebaliknya.
Sudah tiga hari sejak pertemuan pertama mereka dan mereka tidak berinteraksi sama sekali. Meskipun menyimpan nomor Sehun, tidak sekalipun terlintas di benak Lu Han untuk menghubunginya. Apalagi ia cukup disibukkan dengan persiapan pernikahan Chanlie. Gadis itu memberondongnya dengan berbagai pertanyaan mengenai gaun pernikahan dan kostum keluarga.
"Jadi, kau dari pihak mana? Kutebak dari keluarga Wu."
"Ya, Yifan sepupu jauhku. Kakekku adik kakeknya."
Gen keluar Wu pasti superior sekali karena baik Sehun dan Yifan sama-sama tinggi dan tampan. Well, Lu Han tidak menampik jika gen keluarganya juga cukup bagus. Lihat saja dirinya, Yixing, dan Chanlie. Mereka menarik secara berbeda, tapi semua orang akan berpendapat mereka cantik.
Momen mereka terinterupsi oleh suara perut Lu Han yang berbunyi sangat keras. Sehun terkekeh sedangkan wajah Lu Han memerah karena malu. Sungguh perusak suasana.
"Kau lapar?"
"Ti-tidak."
"Ayo kutemani makan."
Lu Han menyerah dan mengikuti ajakan Sehun karena ia sangat lapar sampai rasanya mau pingsan. Sehun menyodorkan piring untuk Lu Han dan menemaninya mengambil makanan. Lu Han jadi tidak enak mengambil porsi banyak.
"Hanya itu saja?"
"Apa aku boleh mengambil lebih?"
"Tentu saja. Dari suara perutmu, kau pasti sangat lapar."
Seperti mendapat lampu hijau, akhirnya ia menambah porsi di piringnya dengan senang hati. Sehun mencarikan tempat duduk untuk mereka. Agak menjauh dari lantai dansa karena tidak mau ibunya atau mama Lu Han menginterupsi.
Mereka memang sangat tertarik dengan perkembangan hubungannya dengan Lu Han, tapi Sehun tidak mau dinikahkan malam ini juga. Ia baru mengenal Lu Han beberapa hari. Masih jauh untuk membicarakan hal-hal yang serius.
"Kau tidak makan?"
"Aku sudah makan tadi."
"Aku bahkan tidak sempat makan siang. Acaranya hectic sekali."
"Ya, kau jadi maid of honor."
Dari kejauhan Sehun bisa melihat ibunya mengacungkan jempol padanya. Sehun membuang muka. Ia tidak melakukan apapun dengan Lu Han. Hanya bersikap ramah. Sehun tidak tega melihat Lu Han kelaparan dan tentunya tidak mau Lu Han ambruk ketika sedang berdansa dengannya. Untuk menghindari tatapan ibunya, Sehun mengalihkan pandangan pada Lu Han yang sedang menyuapkan potongan besar daging.
"Makan pelan-pelan."
"Ini enak sekali. Mau coba?"
Lu Han menyodorkan sepotong daging untuk Sehun dan tanpa ragu, Sehun melahapnya. Sehun bisa melihat ibunya melompat-lompat gembira dari sudut matanya. Tidak sulit untuk bersikap ramah kepada Lu Han karena gadis itu juga bersikap demikian. Meskipun, sikap ramahnya dengan Lu Han bisa berarti berbeda di mata orang lain.
"Setelah ini, apa lagi?"
"Sepertinya lempar bunga."
Meskipun tidak tertarik untuk bergabung, Lu Han tetap dipaksa berdesakan menanti lemparan bunga Chanlie. Ia sudah sangat lelah dan hanya ingin tidur, tapi mama memaksanya. Ia bahkan memberikan tips untuk berdiri di posisi mana yang paling strategis.
Secara mengejutkan, Lu Han mendapatkan buket bunganya. Mungkin karena ia cukup tinggi dan berdiri di posisi yang bagus. Atau mungkin mamanya sudah janjian dengan Chanlie untuk melemparkan buketnya ke arah Lu Han. Apapun itu Lu Han menolak menyebutnya takdir.
"Sepertinya kita akan segera berbesan, Nyonya Wu." Lu Han mendengar mamanya bicara.
"Ya, kita harus segera menyusun detail pernikahan." Balas Ibu Sehun sambil menyenggol lengan anak lelakinya.
Lu Han hanya bisa melempar tatapan minta maaf kepada Sehun yang tersenyum canggung. Kedua ibu mereka sungguh tidak bisa membaca situasi.
Jika di hari pertama mereka bertemu, Sehun dan Lu Han berpisah dengan perasaan lega, kali ini Lu Han mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga Sehun dengan canggung. Ia merasa tidak enak karena beberapa kerabat jadi tahu jika ia dijodohkan dengan lelaki itu. Lu Han sungguh tidak sabar untuk segera kembali ke New York.
**
Keesokan harinya, Lu Han hanya ingin mengisi hari dengan istirahat. Ia lelah sekali setelah pernikahan Chanlie kemarin dan ingin balas dendam untuk tidur. Rencananya batal karena pagi-pagi, Mamanya mengumumkan bahwa keluarga Sehun akan datang untuk makan malam. Mata Lu Han melotot tajam ke sang mama.
"Mama mengundang keluarga Wu untuk apa?!"
"Hanya sekedar makan malam."
"Ma, aku tidak berencana menikah dengan Sehun! Untuk apa Mama mengundang mereka?"
"Ibunya Sehun teman baik mama. Mama hanya bersikap baik kepada sahabat."
Lu Han mendesah kesal. Ini pasti akal-akalan sang mama. Ia dan Sehun baru bertemu dua kali. Tidakkah terlalu cepat untuk pertemuan keluarga?
"Tapi, Ma, sudah kubilang kan aku dan Sehun tidak ada hubungan apapun."
"Kalau begitu ya sudah. Kau tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa, kan? Mama mengundang keluarga Wu ke sini tanpa alasan apapun. Sehun juga sepupu jauh Chanlie sekarang. Apa salahnya memperat hubungan keluarga?"
Lu Han menggeram marah. Sebenarnya masih ingin mengomel, tapi ditahan. Tidak ada gunanya uring-uringan. Keluarga Sehun akan datang dalam waktu 8 jam. Toh, ini hanya makan malam yang memakan waktu kurang dari 2 jam. Setelah itu ia akan terbebas dari Sehun.
Lu Han berbalik untuk kembali ke kamar, berniat untuk melanjutkan tidurnya. Ia sudah memejamkan mata, tapi rasa kantuk sudah terlanjur hilang. Ia masih merasa kesal kepada mamanya yang mengambil keputusan dengan seenaknya sendiri.
Katakanlah ini hanya makan malam biasa, tapi sudah jelas sekali intensinya. Selama sepuluh tahun hidup sendiri, Lu Han tidak pernah memikirkan untuk berkeluarga. Sekarang, ia dipaksa untuk mengikuti perjodohan. Lu Han rasa, mamanya terlalu gegabah dalam mengambil keputusan.
Keluarga Wu datang pukul empat sore karena Bibi Wu bilang ingin membantu memasak. Terlalu awal untuk makan malam, menurut Lu Han. Hanya Bibi Wu dan Sehun saja karena ternyata ayah Sehun sedang dinas ke luar kota.
Sehun terlihat tampan setiap hari. Ia selalu memakai baju semi-formal seperti kemeja dan dress pants. Berbanding terbalik dengan Lu Han yang hanya memakai oversized t-shirt dan hotpants ketika di rumah. Ia sungguh menyesal tidak mengganti baju ketika membuka pintu depan. Mau ganti baju sekarang juga sudah terlanjur.
Lu Han tidak terbiasa berkutat di dapur. Selama sepuluh tahun hidup sendiri di Amerika, ia tidak pernah memasak. Hidupnya bergantung pada take out atau makan di set pemotretan. Jadi, ia sungguh tidak berguna sekali di dapur sehingga Bibi Wu menertawakannya dan mama berakhir mengusirnya.
"Tidak apa-apa. Sehun tau basic memasak." Celetuk Bibi Wu.
"Oh, syukurlah. Setidaknya salah satu dari kalian bisa diandalkan."
Karena tidak nyaman dengan pembicaraan kedua wanita itu, akhirnya Lu Han memilih untuk beranjak. Ia terpaksa duduk dengan ayahnya dan Sehun yang sedang bermain mah-jong. Lu Han sungguh tidak tertarik dengan permainan yang dua orang itu lakukan. Mereka terlihat menikmati sekali sampai mengacuhkan Lu Han.
Ia ingin kembali ke kamarnya dan kembali tidur sampai waktu makan malam tiba, tapi itu sungguh tidak sopan. Tidak pernah ia merasa tidak berguna seperti ini. Ia seperti orang asing di rumahnya sendiri.
"Mau bergabung?" Tanya baba.
"Tidak. Aku tidak tahu cara bermainnya."
"Kau bisa bergabung dengan Sehun. Ternyata ia sangat bagus!"
Lu Han terpaksa menurut karena ia tidak suka diacuhkan. Ia duduk di sebelah Sehun dan mulai memperhatikan. Sesekali Sehun akan membisikinya aturan permainannya. Mereka akan berbicara dalam bahasa Inggris agar baba tidak menguping. Ini adalah bagian yang paling menyenangkan. Menggoda babanya hingga ia merajuk dan menuduh mereka berbuat curang.
Ia duduk sangat dekat sekali dengan Sehun sehingga wangi parfum Sehun bisa tercium. Aromanya sama seperti di pesta kemarin, tapi lebih ringan. Ia suka seseorang yang wangi karena menurutnya aroma tubuh seseorang mencerminkan bahwa ia bisa mengurus diri. Di sisi lain, Lu Han jadi was-was dengan aroma tubuhnya sendiri. Ia tadi mandi menggunakan sabun mawar kesukaannya. Sudah 2 jam yang lalu sih, tapi semoga baunya tidak hilang.
Makan malam mereka berjalan dengan baik, meskipun diiringi dengan sentilan pernikahan dari pihak orang tua. Setidaknya mereka tidak memaksa secara langsung. Lu Han tidak berniat meninggalkan meja makan karena mama memasak hotpot kesukaannya. Ia rela melawan apapun demi hotpot enak ini.
"Jadi, kapan Sehun akan kembali ke Amerika?"
Lu Han mendengar mamanya bertanya. Sedari tadi ia banyak memberi Sehun pertanyaan.
"Kira-kira setelah tahun baru." Suara baritone Sehun terdengar.
Setelah tahun baru, berarti masih sekitar sebulan lagi.
"Bagaimana dengan Lu Han?" kali ini Ibu Sehun yang bertanya.
"Begitu manajerku mendapatkan tiket, aku akan langsung berangkat."
Lu Han pikir ia pulang hanya untuk mendatangi pernikahan Chanlie. Mungkin ia akan tinggal selama seminggu dan kembali lagi ke New York. Sampai saat ini manajernya belum menghubunginya lagi. Ia hanya mengiriminya pesan untuk menikmati waktunya di China dan akan membelikannya tiket untuk kembali. Pihak agensi bilang ia berhak mendapatkan libur setelah 10 tahun bekerja tanpa jeda.
"Lu Han bisa mengajak Sehun berkeliling sebelum mereka kembali ke Amerika."
Dengan cepat, Lu Han menatap mamanya tajam.
"Ya, ide bagus. Sehun sangat hapal tempat bagus di Beijing. Lu Han sudah 10 tahun tidak berkunjung, kan?"
"Tidak perlu repot, Bibi. Aku bisa menghabiskan waktu di rumah."
"Hey, jangan sungkan. Kapan lagi kau akan punya kesempatan untuk jalan-jalan dengan tour guide yang tampan."
Karena Sehun tidak berkata apa-apa, akhirnya Lu Han setuju. Lagi-lagi, tanpa konfirmasi dari Sehun dan Lu Han, orang tua mereka sudah menyiapkan daftar tempat yang harus mereka kunjungi selama seminggu ke depan.
**
Kencan—Lu Han menyebutnya outing—pertama mereka dimulai dengan makan siang di restoran bebek favorit Sehun. Lu Han pasrah saja kali ini karena ia tidak terlalu paham tempat makan mana yang paling enak di kota kelahirannya. Untungnya semua makanan di restoran ini enak dan Lu Han sangat puas.
Setelah makan siang, mereka memutuskan untuk melakukan kegiatan turisme dengan berjalan-jalan ke Beihai Park dan Forbidden City. Sebelumnya Lu Han pernah mengunjungi kedua tempat itu saat study tour ketika masih SMP. Berkunjung kembali tanpa harus direpotkan dengan catatan ternyata lebih menarik. Terlebih lagi ketika dilakukan di musim dingin. Hamparan salju yang menutupi bangunan membuat pemandangan menjadi lebih indah dan—Luhan benci mengatakan ini—romantis.
"Biasanya danau akan beku di musim dingin dan orang-orang akan bermain di atasnya." Ujar Sehun.
"Wah, pasti menyenangkan sekali."
Danau Beihai Park tidak membeku hari ini meskipun tertutup salju di beberapa bagian. Hari ini juga sepi karena bukan akhir pekan. Lu Han dan Sehun jadi lebih leluasa untuk berkeliling.
Sehun mengajak Lu Han beristirahat ketika waktu sudah menunjukkan jam 4 sore. Mereka sudah berkeliling tanpa henti selama tiga jam. Tiba-tiba hujan turun ketika mereka sedang mencari bangku untuk duduk.
"Yah, hujan!"
Mereka harus berlari menyebrangi halaman Forbidden City untuk mencari tempat berteduh yang tiba-tiba saja ramai dikerumuni orang. Lu Han kira tadi tempat ini nyaris kosong.
"Kau basah kuyup, Lu Han!"
"Kau juga."
Hujan di musim dingin bukanlah sesuatu yang bagus. Lu Han sungguh tidak nyaman dengan kain yang menempel di kulitnya, mantelnya yang jadi sangat berat, dan kaos kakinya yang basah. Ia mulai menggigil kedinginan.
"Hei, mau mampir ke rumahku?" Tanya Sehun. Lu Han hanya menatap Sehun dengan mata bulatnya. "Tidak jauh dari sini. Nanti kau aku antar pulang naik mobil."
Rumah Sehun? Berarti akan ada orang tua Sehun juga di sana? Apakah tidak apa-apa? Lu Han sungguh tidak enak.
"Bagaimana?" Sehun mendesak. Lu Han mendongak, mendapati bibir Sehun bergetar dan wajahnya memucat. Ia pasti juga terlihat sama.
"Baiklah."
Mereka kembali berlari menerobos hujan. Lu Han menyalip Sehun di depan meskipun ia menggunakan sepatu hak tinggi.
"Tempatnya dimana Sehun?"
"Tiga blok lagi."
Lu Han memperlambat larinya, membiarkan Sehun memimpin. Mereka berdua seperti orang gila karena berlarian menerobos trotoar tanpa payung. Sesekali bahu mereka bertabrakan dan membuat, keduanya oleng. Lu Han tertawa lebar ketika Sehun hampir terjerembab.
"Yak, hati-hati!"
Sudah lama ia tidak main hujan-hujanan seperti ini. Dulu ia suka sekali bermain di bawah hujan bersama Yixing dan Chanlie, tapi tidak di musim dingin, tentu saja. Kegiatan hujan-hujanan di New York juga sebatas hujan buatan ketika ia melakukan pemotretan. Itupun airnya hangat.
Sehun berbelok di sebuah bangunan tinggi yang Lu Han tebak adalah gedung apartemen. Petugas keamanan sempat kaget melihat mereka yang masuk dengan basah kuyup, tapi tidak menegur apapun ketika mengetahui itu Sehun. Wanita di meja resepsionis juga kaget ketika melihat Lu Han.
"Ya, ampun! Kalian berdua seperti kucing yang basah." Bibi Wu menyambut mereka setelah Sehun membuka pintu.
"Ya, hujannya deras sekali."
"Ayo masuk, Lu Han. Akan aku carikan baju ganti. Kau harus mandi air hangat."
Lu Han tidak sempat memperhatikan keadaan apartemen keluarga Wu karena ia sudah tidak tahan ingin ganti baju. Ia hanya mengikuti Bibi Wu yang menunjukkan kamar mandi dan bergegas mencarikannya baju.
"Ini baju Sehun. Akan sedikit kebesaran, tapi baju bibi pasti kekecilan untukmu."
Lu Han menarima sepasang celana training hitam dan kaus putih polos dari tangan Bibi Wu. Pakaian ini aromanya seperti Sehun. Diam-diam Lu Han menyesap wanginya ketika Bibi Wu sudah pergi.
Sungguh ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Luhan baru bertemu Sehun empat kali dan ia sudah mengunjungi rumahnya. Ia sendiri ragu mamanya pernah berkunjung kemari. Mama dan Baba pasti heboh mengetahui Lu Han mampir ke sini. Meskipun karena terpaksa.
**
Lu Han dapat mencium aroma teh melati ketika ia berjalan ke arah ruang tamu. Sehun dan Bibi Wu duduk berdampingan. Sehun di sofa panjang, sedangkan ibunya di kursi single. Lu Han terpaksa duduk di sofa sebelah Sehun.
"Minumlah selagi panas."
"Terima kasih."
Apartemen keluarga Wu sangat modern dengan desain yang minimalis dan didominasi warna putih. Setiap perabotan tertata sangat rapi tanpa ada yang out of place. Lu Han dapat melihat percikan warna di sana-sini dari bunga yang menjadi penghias ruangan.
"Kemana Paman Wu?"
"Ayah Sehun sedang ada bisnis di Shanghai. Baru pulang besok."
"Oh."
"Lu Han, sekalian makan malam di sini ya? Bibi tadi sudah menelpon ibumu."
Lu Han mengumpat dalam hati. Mama dan babanya pasti akan mengadakan pesta nanti malam, merayakan ketidakhadirannya di rumah.
"Tidak perlu repot, Bi."
"Tidak repot. Aku sudah memesankan makanannya. Setelah itu Sehun akan mengantarmu pulang naik mobil. Bisa 'kan, Sehun?"
"Ya, tidak masalah."
Melihat binar di wajah Ibu Sehun, Lu Han tidak kuasa menolak. Untungnya, ia tidak harus membantu memasak.
Mereka bertiga mengobrol santai sambil menunggu makanan diantar. Ibu Sehun orang yang menyenangkan. Ia bisa mengatur obrolan mereka menjadi topik menarik dan terlihat sangat antusias ketika Lu Han berbicara sehingga memancing Lu Han untuk bercerita lebih. Berbeda dengan Mamanya yang selalu ingin didengarkan atau Babanya yang sangat pendiam. Bibi Wu adalah teman mengobrol yang asyik. Pasti menyenangkan sekali jika punya ibu mertua seperti Bibi Wu.
"Jadi, apa agenda kalian besok?"
Sehun dan Lu Han saling bertukar pandang. Mereka tidak memiliki rencana apapun besok. Sejujurnya Lu Han tidak pernah berpikir aka nada kencan selanjutnya setelah hari ini. Ia tidak mau berharap banyak dan lebih suka mengikuti alur.
"Belum tahu, Bu." Jawab Sehun jujur.
"Oh, Sehunah, bukankah kau bilang ingin membeli hadiah natal? Kalian bisa pergi bersama besok." Bibi Wu menoleh kepada Lu Han. "Apakah kau sudah berbelanja hadiah Natal?"
"Haha, aku belum memikirkannya."
Biasanya Lu Han akan membeli hadiah Natal untuk keluarganya di toko online atau membelikannya di New York dan mengirimkan lewat kurir jika mereka ada permintaan khusus. Ia jarang pergi keluar sendiri karena semua orang tau, pusat perbelanjaan sangat ramai menjelang Natal. Lu Han benci berdesakan dan berebut dengan orang lain.
"Akan sangat bagus jika kalian pergi bersama. Aku sudah terlalu tua untuk mengantarkan Sehun berbelanja."
Lagi-lagi, Lu Han tidak bisa menolak karena Sehun pun tidak mengatakan apa-apa. Rasanya tidak enak berkata tidak jika Bibi Wu yang baik hati ini yang memintanya. Sepertinya ia harus mulai membuat daftar hadiah karena ia tidak ingin ada satu barang yang terlewat keesokan harinya.
**
"Aku dengar kau akan melakukan kencan kedua hari ini?" Mama tiba-tiba menyembul ketika Lu Han sedang bersiap untuk berbelanja hadiah Natal.
"Aku hanya belanja hadiah Natal."
"Jadi, bisa kubilang kencan yang kemarin sukses, hmm?" Mamanya terlihat sangat bahagia sekali hari ini. Seperti baru saja menang lotre.
"Apa mama dan baba punya permintaan hadiah khusus?" Lu Han berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Aku ingin kau bawa pulang Sehun sebagai hadiah."
"Jangan konyol! Sehun itu manusia. Aku pergi dulu. Sehun sudah menunggu." Lu Han menyambar tas tangannya dan berlalu keluar rumah.
"Selamat bersenang-senang!"
Hari ini Sehun membawa mobil dan berinisiatif untuk menjemputnya. Katanya, ia takut tiba-tiba hujan lagi dan Lu Han cukup senang karena tidak harus naik taksi. Mobil Sehun bagus, satu keuntungan lagi untuk Lu Han.
Sehun membawanya ke Oriental Plaza, pusat perbelanjaan terkenal di Beijing. Tempatnya cukup ramai malam ini, meskipun tidak penuh sesak. Rata-rata pengunjungnya adalah orang yang baru pulang kantor.
"Kau mau mulai dari mana?" Tanya Lu Han. Ia sudah menyiapkan daftar belanja yang cukup panjang dan mereka akan menghabiskan waktu semalaman.
"Dari toko mainan dulu, bagaimana?"
"Setuju."
Lu Han harus menyiapkan hadian untuk dua keponakannya, tiga jika termasuk bayi Yixing yang masih di dalam perut. Mungkin ia bisa membelikan perlengkapan bayi. Sayangnya, ia lupa bertanya calon bayi Yixing laki-laki atau perempuan.
Sehun mengambil sebuah troly besar membuat Lu Han bertanya-tanya, berapa keponakan yang Sehun punya? Lu Han sendiri belum memiliki pilihan untuk hadiah para keponakannya. Anak Yixing semuanya laki-laki; yang pertama berumur 5 tahun dan yang kedua 3 tahun. Ia masih menimbang apakah harus membelikan hadiah juga untuk keponakan ke-3 karena ia baru akan lahir 3 bulan lagi.
Berbeda dengan Lu Han, Sehun sudah menetapkan hadiah apa yang ia pilih. Mereka berkeliling di section mainan anak laki-laki terlebih dahulu dan Sehun sudah memenuhi hampir separuh troly-nya. Sepertinya Sehun sangat berpengalaman dalam memilih hadiah. Mungkin Lu Han bisa menanyakan pendapatnya.
"Berapa keponakan yang kau punya, Sehun?" Tanya Lu Han sambil melirik troly yang semakin menumpuk. Isinya mulai dari robot, mobil, dan mainan edukasi.
"Oh, aku belum mempunyai keponakan. Kris Ge adalah sepupuku yang pertama menikah. Ini untuk anak-anak di yayasan. Keluarga kami memiliki yayasan anak. Jadi, setiap tahun kami selalu belanja banyak. Biasanya Ibu yang membantuku."
"Ooh." Lu Han mengangguk paham. "Aku punya dua keponakan laki-laki. Menurutmu hadiah apa yang bagus untuk mereka?"
"Hm, mainan ini sekarang sangat populer." Sehun menunjuk satu set hot wheels.
Hmm, mereka akan senang mendapatkan mainan bagus dan mahal seperti ini. Akan tetapi, Yixing sedang hamil besar, Lu Han tidak mau ia kesakitan karena menginjak mainan anaknya. Lu Han juga bisa membayangkan Yixing akan kerepotan membereskan mainan anaknya. Ia tidak punya helper di rumah.
Mereka berkeliling lagi karena Lu Han banyak sekali menimbang-nimbang. Sehun dengan sabar mengikutinya di belakang. Sesekali pria itu memberi komentar. Mereka terlihat seperti pasangan baru. Lu Han jadi geli sendiri dengan pikirannya. Meskipun, sepertinya bukan hanya ia yang menikmati kehadiran Sehun.
Lu Han dengan jelas melihat bagaimana pegawai toko, terutama yang perempuan menatap Sehun dengan genit. Mereka akan tersipu ketika Sehun berada di radius mereka dan dengan ramah menawarinya bantuan. Cih, apa mereka tidak melihat Sehun datang dengan seorang wanita? Apa Lu Han yang tingginya 178 cm ini tidak terlihat?
Lu Han merutuk dalam hati. Bukan, bukannya Lu Han mulai suka kepada Sehun. Ia hanya kesal saja melihat wanita genit. Selain itu harusnya ia yang menjadi pusat perhatian, bukan? Ia pernah menjadi bagian dari Victoria Secrets.
"Atau kau mau yang lebih praktis, seperti sepeda." Sehun menunjuk sepeda roda tiga yang dipajang di tengah toko.
"Sepeda?"
Lu Han menimbang sejenak, mengingat-ingat apakah ia sempat melihat sepeda di rumah Yixing. Sepertinya tidak ada, tapi tidak masalah. Anak-anak boleh punya 2 sepeda kan? Akhirnya Lu Han memutuskan membeli dua sepeda; yang roda tiga dan yang roda dua setelah mendapatkan persetujuan dari Sehun.
"Selanjutnya apa?" Tanya Lu Han pada Sehun.
"Ini bagian favorit ibuku, mainan anak perempuan!"
Mereka berpindah ke ruangan di bagian kanan dimana Lu Han bisa melihat deretan boneka Barbie dan rumahnya yang berwarna merah muda. Ada lebih banyak variasi di seksi mainan perempuan. Lu Han ingat tempat ini menjadi bagian favoritnya juga dulu.
Tidak terlalu lama memilih mainan di bagian ini. Sehun dapat menyelesaikannya dalam waktu kurang dari setengah jam. Setelah itu mereka beranjak ke kasir.
"Ada lagi yang bisa dibantu, Tuan?"
Lu Han sungguh tidak suka melihat cara pegawai kasir mengedipkan matanya kepada Sehun. Melihat Sehun yang tampak biasa saja, sepertinya ia tidak sadar pegawai ini sedang menggodanya.
"Hmm, aku minta hadiah-hadiah ini diantar."
"Ya, tentu bisa, Tuan."
"Lu Han, apa kau mau sepedanya diantar juga?"
"Ya, boleh saja."
Sehun menuliskan alamat mereka berdua di sebuah kertas dan menyerahkannya pada sang pegawai yang menerimanya dengan wajah tersipu. Lu Han jadi tidak tahan untuk menggodanya.
"Sayang, setelah ini ayo pergi ke toko lingerie. Aku ingin bra baru." Lu Han mengucapkannya dengan cukup keras. Membuat pegawai yang mendengar tersipu untuk alasan yang berbeda. Sehun terlihat kaget mendengar ucapan Lu Han. Ia menatap Lu Han dengan pandangan bingung dan malu karena ingin bra baru? Seriously, Lu Han?
**
Lu Han tertawa keras setelah mereka keluar dari toko mainan dan melewati toko lingerie.
"Eum, kau bilang ingin bra baru?"
"Aku hanya menggoda pegawai tadi karena ia terus menggodamu. Aku tidak butuh bra baru, di rumah sudah banyak. Apa kau lihat wajahnya tadi? Hahaha."
"Astaga kau ini! Kupikir kau serius. Aku sangat kaget tadi."
"Hey, apa kau malu? Harusnya kau sudah terbiasa, kau kan lelaki dewasa, Sehun."
"Tetap saja."
"Jangan bilang kau tidak pernah masuk toko lingerie."
"Buat apa? Aku laki-laki."
"What? Pria juga boleh membeli lingerie bagus untuk pacar mereka." Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepala Lu Han. "Hey, mau masuk dan lihat-lihat?"
Lu Han sangat puas dengan wajah kikuk Sehun mendengar idenya. Ia tidak sungguhan mengajak Sehun masuk karena kasihan melihat wajah tidak nyaman lelaki tersebut. Mungkin lain kali ketika mereka tidak punya daftar belanjaan panjang dan berburu dengan waktu. Lu Han akan mengajak Sehun memilih lingerie yang bagus.
"Sekarang mau kemana dulu?" kali ini Sehun yang bertanya.
"Aku ingin membelikan mantel untuk orang tuaku."
Mereka masuk ke toko baju dengan merk favorit Lu Han. Bekerja di dunia fashion membuatnya paham mana merk yang berkualitas dan memiliki bahan yang bagus. Meskipun ia tetap menghabiskan banyak waktu karena bingung ketika memilih coat untuk ibunya. Omong-omong soal hadiah, haruskah ia membelikan orang tua Sehun hadiah juga?
Lu Han kembali merutuk dalam hati. Sungguh ia tidak mengharapkan apapun di masa depan mengenai hubungannya dengan Sehun. Mereka bisa jadi hanya berhubungan sebatas teman dan Lu Han baik-baik saja dengan hal itu. Di benaknya, ia mengulang-ulang bahwa ia hanya bersikap baik kepada orang tua Sehun tanpa ada motif lain. Bibi Wu adalah teman mamanya. Tidak salah kan menganggap teman mamanya sebagai keluarga?
Akhirnya, Lu Han memutuskan untuk membeli dua pasang coat; satu pasang untuk orang tuanya, sedangkan sepasang lagi untuk orang tua Sehun.
Selanjutnya, Lu Han membantu Sehun mencarikan tas untuk ibunya dan sepatu untuk ayahnya. Ternyata berbelanja bersama Lu Han ada faedahnya. Biasanya Sehun membiarkan pramuniaga toko memilihkan barang untuknya. Meskipun waktu belanja mereka jadi lebih lama karena Lu Han memberikan banyak masukan yang membuat Sehun bingung. Pria iu jadi banyak berpikir ulang sebelum memilih barang yang pas.
Mereka pindah ke toko selanjutnya setelah menghabiskan waktu satu jam. Mereka bahkan melewatkan makan malam karena tiba-tiba saja sekarang sudah jam sembilan. Lu Han juga belum membeli hadiah untuk Yixing dan Chanlie.
"Tenang saja, mall tutup jam sebelas." Ucap Sehun.
"Tapi, daftarku masih ada beberapa dan aku lapar, Sehun."
"Mau makan dulu kemudian lanjut lagi?"
"Bagaimana jika lanjut dulu kemudian makan di luar? Apa list-mu masih panjang?"
"Tidak. Tinggal beberapa untuk para sepupu."
"Aku juga. Ayo selesaikan dengan cepat kemudian makan."
Mereka kembali berkeliling berburu hadiah. Kali ini memilih dengan cepat karena perut mereka sudah minta diisi. Mereka juga tidak sabar mengistirahatkan lengan yang penuh dengan kantong belanjaan.
**
Lu Han sampai rumah hampir pukul dua belas malam. Ia sedikit merasa tidak enak pada orang tuanya karena pulang sangat larut. Jika sedang di rumah Lu Han jam malam Lu Han biasanya jam sepuluh. Orang tuanya belum tidur ketika ia masuk dengan kantung berbagai kantung belanjaan.
"Sehun tidak mampir?" Tanya Mama.
"Langsung pulang karena ini sudah larut."
"Oh, jadi jika tidak larut, Sehun akan mampir?" goda mamanya.
"Mama! Apa sih? Tidak begitu." Lu Han dengan tegas menyangkal.
"Jadi, bagaimana kencan kalian malam ini?"
"Bukan kencan. Hanya belanja bersama." Sangkal Lu Han lagi.
"Ya, apapun lah itu. Mama harap ini awal yang bagus sebelum kita bisa menentukan tanggal pernikahan."
Lu Han tersedak ludahnya sendiri. Lagi-lagi, masalah pernikahan. "Ma, bukankah aku sudah bilang jangan berharap banyak?"
"Lu, kau terlihat cocok dengan Sehun. Semua orang melihat kalian di pesta Chanlie dan mereka berpikiran sama."
"Aku hanya bersikap baik. Aku masih tidak tahu bagaimana sifat asli Sehun."
"Kau sudah bertemu keluarganya. Kami juga mengenal mereka dengan baik. Mama yakin Sehun adalah orang yang tepat. Ia tampan dan ramah. Lalu, apa lagi?"
"Bagaimana jika sifat kami tidak cocok?"
"Tsk, tidak ada hal yang seperti itu dalam pernikahan. Sifat setiap orang berbeda-beda. Yang perlu dilakukan adalah saling menghargai perbedaan sifat itu. Kau lihat sendiri Mama dan Baba, tapi kami sudah menikah selama tiga puluh tahun."
"Itu 'kan Mama dan Baba. Aku juga tidak tau pendapat Sehun mengenai pernikahan."
"Serahkan urusan itu pada orang tua Sehun. Yang penting sekarang adalah pendapatmu."
Pendapatnya sudah jelas. Ia tidak mau menikah. Tidak dalam waktu dekat, tapi orang tuanya terus memaksa.
"Ini demi kebaikanmu juga, sayang." Kali ini Baba yang bicara. "Menurut baba Sehun adalah orang yang baik. Tidak perlu menunda-nunda lagi. Jika kau khawatir mengenai sifat aslinya, kalian bisa saling mengenal setelah pernikahan, 'kan?"
"Beri aku waktu."
"Ya, kau bisa memberi keputusan besok." Ucap mama cepat.
"Besok?! Paling tidak sebulan."
"Terlalu lama."
"Baiklah, tiga minggu."
"Seminggu. Mama beri kau waktu seminggu. Selama seminggu ini untuk meyakinkan diri."
Apa? Waktu seminggu ini bahkan bukan untuk berpikir mengenai kehidupannya, tapi untuk meyakinkan diri? Mama ini sungguh keterlaluan.