Singkatnya begini, kamu mencintai seseorang dalam diam. Sedangkan aku mencintaimu dalam kesendirian.
Suasana pagi hari ini berhasil membuat setiap insan menggigil kedinginan.
Disepanjang koridor yang sepi dan mencengkeram ini hanya segelintir siswa yang berlalu lalang. Jelas saja seperti itu, karena bel masuk masih setengah jam lagi. Entah kenapa Ajeng hanya ingin berangkat lebih pagi saja saat ini.
Bukannya berjalan memasuki kelas, Ajeng malah berbalik arah dan melewati kelas sebelas. Tujuannya mungkin untuk melihat kelas milik Andrean dan kawan-kawannya.
Namun tak seperti harapan, sosok lelaki idamannya itu belum terlihat di seluruh penjuru kelasnya.
"Mungkin masih otw kali ya," ucapnya sambil cengengesan.
Baru saja Ajeng mau berbaik pergi, tiba-tiba ia dikagetkan dengan kehadiran seseorang. Ajeng mengelus dadanya dan mundur beberapa langkah.
"Ngapain lo?"
Ajeng tak menjawab, ia malah tersenyum kaku ke arah Andrean.
"Nyasar?" tanyanya lagi.
Ajeng meneguk saliva nya sendiri saking kagetnya.
"Dipikir aku anak TK apa? Pake nyasar segala," gerutunya dalam hati.
Lagi-lagi Ajeng tak menjawab, ia hanya tersenyum lantas pergi begitu saja. Andrean terdiam sambil menggaruk tengkuknya dan menatap Ajeng heran. "Bisa-bisanya ada bocah aneh kek dia," gumamnya sambil masuk kedalam kelas.
****
Istirahat kali ini Ajeng tak duduk bersama temannya, melainkan kakak kelasnya. Joy menjemputnya saat ia baru keluar dari kelas. Dengan terpaksa Ajeng mengikuti seniornya itu dari belakang.
Mereka duduk berdua dan saling berhadapan layaknya sepasang kekasih.
Beberapa menit berlalu dengan hening. Ajeng hanya sibuk dengan makanannya dan sesekali melihat kearah ponselnya. Ia tak memperhatikan gerak gerik lawan jenisnya itu.
"Ekhem!" Joy berusaha memecah kecanggungan diantara mereka. Namun Ajeng tak peduli, ia hanya melirik sekilas kemudian kembali kepada makanannya tanpa berucap apapun.
Karena Joy tak kunjung mengajaknya bicara, Ajeng pun menyelesaikan aktivitasnya dengan cepat.
"Ngapain ngajak ke sini?" tanya Ajeng tanpa basa basi.
"Gue mau ngomong serius sama lo."
"Ya udah cepet," perintah Ajeng ketus.
Joy hanya tersenyum miris melihat respon Ajeng yang sangat dingin untuknya.
"Lo suka sama Andrean?"
Pertanyaan yang dilontarkan Joy berhasil merubah ekspresi Ajeng menjadi sedikit gugup.
"Dari mana dia tau, sih?" gumam Ajeng pelan.
"Iya, kan?" tanya Joy memastikan.
"Enggak, tuh." Ajeng menjawab dengan cepat karena dikuasi oleh rasa gugupnya.
"Kalo iya juga gak pa-pa kali. Cocok, kok."
Ajeng terkejut dengan penuturan Joy saat ini. "Itu hal pentingnya?" tanya Ajeng terheran-heran.
"Takdir emang nyakitin ya, lebih nyakitin lagi kalau gue gak bisa berbuat apapun. Miris banget, kan?"
Bukannya menjawab pertanyaan Ajeng, Joy malah melontarkan kalimat aneh yang sulit untuk dimengerti.
"Hah?" Ajeng memiringkan kepalanya bingung.
"Udah pergi sana," usir Joy sambil tersenyum kearahnya.
"Aneh." Ajeng pun pergi meninggalkan pria yang masih setia ditempat duduknya.
"Ngomong apa tadi sama kak Joy?"
"Tau, tuh. Aneh dia." Ajeng menjawab acuh pertanyaan Nova barusan. Kini ia duduk disamping sahabatnya karena pelajaran akan segera dimulai.
Sudah satu jam Ajeng terduduk dan menatap kearah tulisan-tulisan didepan matanya. Tangannya sibuk menyalin setiap kata dipapan tulis kedalam bukunya. Matanya terus bolak balik antara papan tulis dan juga buku catatannya.
"Ah pegel banget," ucapnya pelan sambil menyenderkan bahunya kebelakang.
"Lo nulis atau apa? Cepet banget." Nova berujar tanpa mengalihkan pandangannya.
"Ya nulis lah! Dikira lagi balapan apa," sahut Ajeng sebal karena ulah sahabatnya itu.
Nova menoleh dan menatap kearah Ajeng, kemudian ke buku catatannya.
"Pantes aja cepet, tulisan lo kek ulet berkumpul gitu!" ledeknya dan kembali meneruskan rutinitasnya yang sempat tertunda.
"Cih!" Ajeng berdecak dan menoyor kepala Nova sedikit keras. Yang ditoyor hanya cengengesan tanpa merasa bersalah atas ucapannya barusan.
Tak terasa bel pulang berbunyi indah serta disambut dengan meriah. Semua siswa membereskan peralatannya tanpa diperintah.
Duduk rapi dan berdoa serta memberi salam kepada guru yang duduk didepan.
Suasana kelas yang tadinya ramai pun sedikit demi sedikit terlihat sepi.
Para siswa beranjak keluar dari kelas dan meninggalkannya begitu saja. Sama seperti yang lain, Ajeng dan Nova pun berjalan beriringan memasuki lautan siswa yang kini mengalir menuju gerbang utama.
••••
Duduk didekat kaca memang pilihan terbaik untuknya. Kini Ajeng berada didalam bus yang menuju halte dekat rumahnya.
Ia beranjak turun setelah bus itu berhenti tepat ditempat yang sudah disediakan.
Ajeng berjalan menyusuri trotoar kecil menuju rumah tercintanya. Tinggal beberapa langkah lagi ia sampai. Namun bukannya melanjutkan, kini Ajeng terdiam ditempat dan menatap tak percaya dengan apa yang ada dihadapannya.
"Ngapain dia ke sini?" gumamnya resah sendiri.
Kedua orang di hadapannya itu menghampiri Ajeng dengan senyum yang tercetak di wajah masing-masing.
______________________________________
Terima kasih sudah meluangkan waktu anda untuk membaca cerita ini❣️
•
.
.
.
.
.
.
Vote nya ditunggu loh;)