Seoul Elite School tengah mendapat sorotan lebih dari beberapa media nasional terkait dengan peristiwa yang baru-baru saja terjadi. Berita tentang sekolah itu seakan tak pernah keluar dari trending topics. Beragam komentar dari masyarakat berkaitan dengan sekolah itu terus menerus menghiasi platform diskusi online. Beberapa masyarakat tampak geram dengan kasus yang ada dan mulai melakukan aksi protes untuk membubarkan Kelas A yang dianggap sebagai kelas kematian.
Namun tak sedikit juga yang masih mendukung adanya kelas itu dan menyalahkan anak-anak yang telah kehilangan nyawanya ituakibat tak bisa mengontrol diri mereka sendiri. Tapi semuanya telah terlambat.
Tidak ada seorangpun saat ini yang bisa membuat mereka kembali hidup dan mengubah jalan pikir mereka.
Detektif Bang dan Detektif Jung sedang menyusuri lorong sekolah yang sedang banyak dibicarakan itu. Sudah seminggu ini mereka terus menerus mendatangi sekolah itu untuk menginterograsi beberapa murid dari sekolah itu untuk menyelesaikan sebuah kasus kematian anak dari Kelas A. Kini mereka berdua telah sampai di ruang kepala sekolah dan berniat untuk melakukan interograsi lagi.
"Selamat datang. Silahkan masuk. Apa perlu kusuruh Kim Ssaem memanggil beberapa anak kelas A yang belum diinterograsi?" Tawar Kepala Sekolah Park saat kedua orang itu masuk ke dalam ruangannya.
"Ah tidak. Kami ingin menundanya sebentar. Ada anak lain yang perlu kami interograsi." Balas Detektif Bang.
"Oh iya? Siapa? Biar kubantu panggilkan." Tanya Kepala Sekolah Park.
"Dua anak dari Kelas B namanya Kang Chanhee dan Yoon Sanha."
"Chan...dipanggil ke ruang kepala sekolah sekarang. Bareng sama kamu juga, San..." Ucap Bomin selaku ketua Kelas B. Ia baru saja diberi perintah oleh Kepala Sekolah Park untuk memanggil Chanhee dan Sanha.
"Ada apa emangnya?" Tanya Chanhee. Bomin segera menggelengkan kepalanya. "Nggak tau deh. Udah ke sana cepetannya. Kayaknya masalah serius sih..." Balas sang ketua kelas. Kedua orang itu segera mengangguk dan mulai berjalan meninggalkan kelas mereka.
"Ada apa ya, Chan? Firasatku kok nggak enak gini. Jangan-jangan kita mau diinterograsi nih..." Ucap Sanha pada Chanhee. Laki-laki itu hanya bisa mengedikkan bahunya.
"Nggak tau deh. Tapi nggak lah. Kita aja nggak deket sama Chenle dan bukan anak Kelas A juga. Buat apa interograsi kita..." Balas Chanhee.
"Tapi kita kan udah..."
"Nggak, nggak. Kamu nggak perlu takut. Kalau emang sekarang kita mau diinterograsi, ya kita tinggal cerita semuanya yang kita tau. Apa susahnya?"
Mereka berdua telah sampai di depan pintu ruang kepala sekolah mereka. Setelah menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya, Chanhee mulai mengetuk pintu ruangan itu. Seseorang di dalam sana menyuruh mereka masuk dan Chanhee segera memutar kenop pintu ruangan itu.
"Segera duduk di sana ya..." Detektif Bang menunjuk sebuah sofa yang ada di hadapannya. Kedua laki-laki itu segera masuk dan duduk sesuai dengan yang diperintahkan.
Chanhee berusaha untuk terlihat sesantai mungkin, sedangkan Sanha tampak tidak bisa menutupi raut wajah gugupnya. Keringat dingin mulai membasahi dahi laki-laki bermarga Yoon itu. Dugaannya tadi ternyata benar. Mereka berdua akan menjalani interograsi berkaitan dengan kasus kematia Chenle yang baru saja terjadi.
"Maaf sudah menyita waktu belajar kalian sebentar. Ada beberapa hal yang perlu kami tanyakan pada kalian berdua." Ucap Detektif Bang. Chanhee mengangguk singkat sambil terus mempertahankan wajah santainya.
"Kebetulan kemarin sore kami tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian saat di lorong sekolah. Kalau tidak salah, kalian berdua sedang membahas Chenle, kan?" Tanya Detektif Bang. Chanhee segera mengangguk untuk kedua kalinya. Ia mengakui bahwa kemarin ia dan Sanha memang sedang membicarakan Chenle sebelum berangkat ke tempat les.
"Apa kalian dekat dengan korban? Teman dekatnya?"
"Tidak. Kami bukan teman dekatnya."
"Tapi aku dan Sanha pernah satu kelompok dalam sebuah perlombaan karya tulis ilmiah. Kepala sekolah sendiri yang menunjuk kami bertiga untuk mewakili sekolah."
Flashback
Tok tok tok
Chanhee mengetuk ruang kepala sekolah dengan pelan. Tak lama kemudian, ia dan Sanha segera masuk ke dalam ruang kepala sekolah itu. Mereka berdua sempat menunduk sejenak ke arah Kepala Sekolah Park yang sedang duduk di sofa. Di hadapannya, ada seorang anak laki-laki yang sedang tersenyum lebar.
"Ayo ayo silahkan duduk di depanku." Ucap Kepala Sekolah Park. Chanhee dan Sanha segera menuruti ucapan kepala sekolah mereka itu dan menempati sofa yang sama dengan anak laki-laki itu.
"Jadi, ada yang ingin saya beritahu ke kalian. Kalian bertiga dipilih untuk mengikuti perlombaan karya tulis ilmiah tingkat nasional. Lombanya satu bulan lagi jadi kalian sudah harus mulai memikirkan judul untuk karya tulis ilmiah kalian. Saya sangat berharap kalian bisa menang dalam kompetisi ini. Ada yang ingin ditanyakan sampai sini?" Tanya Kepala Sekolah Park.
Ketiga laki-laki di hadapan kepala sekolah itu menggeleng secara bersamaan. Penjelasan yang disampaikan oleh sang kepala sekolah sudah cukup jelas bagi mereka.
"Baiklah kalau tidak ada, kalian bisa mulai menyiapkan membuat karya tulis ilmiah itu. Kalian juga boleh berdiskusi dengan guru-guru yang ada untuk membantu kalian. Tapi kurasa, Chenle saja sudah cukup membantu. Bukan begitu?" Kepala Sekolah Park segera melayangkan sebuah senyuman pada Chenle. Laki-laki itu langsung ikut tersenyum.
"Baik, kami permisi keluar dulu." Ucap Chanhee pada sang kepala sekolah. Ketiga laki-laki itu segera meninggalkan ruang kepala sekolah itu.
"Hai, namaku Chanhee dan dia temanku namanya Sanha. Kami berdua sama-sama dari Kelas B." Begitu sampai di luar, Chanhee segera memperkenalkan dirinya pada anak laki-laki yang ia lihat di dalam ruang kepala sekolah tadi.
"Namaku Chenle dari Kelas A. Mohon bantuannya ya." Balas Chenle. Mereka berdua segera berjabat tangan dan sama-sama melayangkan sebuah senyum simpul.
Chanhee pikir semuanya akan berjalan baik-baik saja karena ia punya anggota tim yang bisa diandalkan. Namun nyatanya, semua tak berjalan sesuai yang laki-laki itu pikirkan. Justru, ia dan temannya, Sanha, sama-sama tidak bisa mengeksplor diri mereka lebih jauh.
Karena Chenle cenderung mengerjakan karya tulis ilmiah itu seorang diri.
Sekeras apapun Chanhee dan Sanha memberi saran, semuanya tampak tak diindahkan oleh Chenle. Laki-laki itu terus menggunakan pikiran dan pengetahuannya sendiri untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah yang akan mereka lombakan.
Sejak saat itu, Chanhee mulai sadar bahwa sifat anak dari Kelas A tak hanya ambisius. Tapi mereka juga egois dan ingin menguasainya seorang diri. Mereka seakan tak membiarkan orang lain untuk ikut campur dengan pekerjaan mereka dan lebih percaya dengan diri mereka sendiri.
Bahkan ada satu kalimat yang membuat Chanhee sakit hati.
"Udah, biar aku aja ngerjain. Gagasannya jadi berantakan gini ntar malah intinya nggak dapet dan orang yang baca juga nggak bisa paham."
Walaupun Chenle tidak mengutarakannya secara langsung, namun Chanhee menangkap makna dari ucapan itu. Chenle tidak percaya dengan kemampuan Chanhee dan laki-laki itu hanya bisa mengacaukan kerjaan Chenle.
Padahal selama ini ia tergolong murid yang paling pandai di Kelas B. Chanhee tidak pernah melepaskan peringkat 1 nya, begitu juga dengan Sanha. Sanha juga tidak pernah terlempar dari peringkat 2. Chanhee dan Sanha tidak sebodoh itu. Mereka punya kemampuan.
Dan Chenle seakan tidak membiarkan dunia tahu kemampuan kedua orang itu.
"Dan pemenang perlombaan karya tulis ilmiah nasional tahun ini jatuh kepada...."
"Kelompok 32 dari Seoul Elite School.Berikan tepuk tangan yang meriah untuk mereka..."
Deru tepuk tangan dari orang-orang yang ada di dalam ruangan itu segera terdengar memenuhi ruangan. Chenle, Chanhee, dan Sanha segera maju ke atas panggung untuk menerima piala, sertifikat, serta medali emas. Sebuah senyuman segera menghiasi wajah ketiga orang itu.
"Selamat kepada semua pemenang..."
Ketiga orang itu segera turun dari panggung sambil membawa hadiah-hadiah mereka. Kepala Sekolah Park saat itu juga menghadiri acaranya. Laki-laki paruh baya itu segera memberi selamat pada ketiga anak tersebut.
"Kalian luar biasa. Karya kalian benar-benar hebat. Ini semua memang berkat Chenle. Otaknya sangat jenius dan bahkan bisa mengalahkan mahasiswa-mahasiswa universitas top di Korea." Puji Kepala Sekolah Park. Pujian itu lebih ia arahkan pada Chenle yang notabene adalah murid dari Kelas A dan semua orang tahu kalau kelas itu punya bibit-bibit unggul.
"Selamat sekali lagi untuk kalian." Ucap Kepala Sekolah Park yang menepuk-nepuk pelan pundak Chenle.
Chanhee dan Sanha hanya diam saja menyaksikan bagaimana perlakuan khusus kepala sekolah mereka itu pada Chenle. Sejak tadi laki-laki itu sama sekali tidak melirik ke arah Chanhee maupun Sanha, seakan-akan mereka tidak ada di sana.
Padahal perlombaan itu mereka menangkan bersama.
Flashback Off
"Aku cukup sakit hati waktu itu pada Chenle karena ia diperlakukan sangat berbeda. Kami bertiga adalah satu tim, tapi hanya Chenle saja yang dipandang. Menurutku itu tidak adil..." Ucap Chanhee yang mengakhiri ceritanya.
"Hmmm..begitu. Lalu apa kalian sempat bertemu atau berinteraksi dengan korban sebelum korban meninggal?" Tanya Detektif Bang. Kedua orang itu segera menggelengkan kepala mereka.
"Bahkan kami sudah tidak pernah berhubungan lagi dengan Chenle usai perlombaan itu." Tambah Sanha.
"Hmm baiklah." Balas Detektif Bang. Laki-laki itu mengarahkan pandangannya pada Detektif Jung.
"Oh ya satu lagi. Apa kalian mengenal korban sebelumnya, Choi Lia dari Kelas A?" Tanya Detektif Jung pada Chanhee dan Sanha. Lagi-lagi kedua orang itu menggelengkan kepala mereka.
"Baiklah. Kalian bisa kembali ke kelas kalian. Terima kasih untuk waktunya." Ucap Detektif Bang yang mengakhiri interograsi mereka itu.
Chanhee dan Sanha segera keluar dari ruang kepala sekolah dan menyisakan Detektif Bang serta Detektif Jung di dalam ruangan itu.
"Kurasa kita harus menghabiskan interograsi kita pada sisa anak Kelas A kemudian kita kembali ke kantor untuk merangkum kasus ini semua." Ucap Detektif Bang.
"Menurut dugaanku sekarang, sepertinya kasus pertama dan kedua tidak berhubungan sama sekali dan kedua anak itu punya musuh yang diam-diam sudah mengintai kematian mereka."
"Kita harus segera memecahkan kasus-kasus ini."
Kang Chanhee From Class B
Yoon Sanha From Class B