Upacara bendera telah berlangsung dengan khidmat, dan telah usai beberapa waktu yang lalu. Dua pria berwajah tampan melewati lorong panjang. Salah satunya berhenti pada sebuah ruangan yang terdapat sebuah tulisan bernama yaitu, XI IPA 1.
"Kembalilah ke kelas mu. Jangan menggerayau ke tempat lain," ujar pria yang di depan pintu.
"Baiklah boy, belajarlah dengan baik," jawab pria satunya lagi sambil mengusap kasar rambut pria di depan pintu. Hingga membuat pria itu berteriak kesal, sedangkan pria tadi telah berlari kecil dengan melambaikan tangannya.
"Juannnn!!!" teriaknya yang disertai suara desisan. Mengetahui bahwa teriakannya mengundang banyak perhatian orang membuat pria itu buru-buru masuk ke kelasnya.
Derap langkah kaki pria itu membuat siswa-siswi yang sedang bercengkerama dengan kegaduhan yang luar biasa, masing-masing terdiam dan membisu saat melihat pria itu melangkah ke arah bangkunya yang berada di pojok ruangan tersebut.
Selang beberapa lama, seorang wanita dengan seragam berwarna ice blue melangkah masuk dengan seorang gadis dibelakangnya.
"Pagi, anak-anak. Hari ini kalian memiliki teman baru. Perkenalkan dirimu nak," wanita bername-tag Grace Carolline itu tersenyum ramah pada muridnya dan gadis di sampingnya.
"Taalea," baik murid dikelas ataupun Grace menatap kaget pada gadis yang berdiri diruang kelas tersebut.
Grace tertawa kikuk sambil mendengar beberapa bisikkan dan tatapan para muridnya, yang seakan-akan menuntut lebih jawaban pada Grace. "Hmm, Taalea tadinya bersekolah di sekolah MIKROKOSMOS NATIONAL yang berada di Inggris," mendengar ucapan dari Grace para murid kembali bergaduh. Menanyakan maksud dari gadis itu pindah dari sekolah yang sangat bergensi tersebut. Namun sang guru hanya tersenyum manis sambil menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Taalea, kau akan sebangku dengan Juna yang berada di pojok sana," lanjutnya.
Taalae hanya menganggukkan kepalanya tanda memahami maksud dari Grace. Para pria di ruangan itu bersiul dengan berisik saat Taalea melangkahkan kakinya menuju bangkunya.
Taalea mendudukkan bokongnya pada kursi yang tersedia di sebelah murid bernama Juna. Sedangkan, pria itu tersentak dan menyadari jika ada yang masuk ke wilayahnya.
Juna memandang sengit ke arah gadis disampingnya. Taalea yang merasakan bahwa ada yang menatapnya dengan intens segera memutar kepalanya ke arah samping. Ia bahkan menyinggungkan senyum miringnya pada Juna, membuat pria itu menambah ketidaksukaannya pada gadis itu.
"Bu," Juna mengacungkan tangannya ke atas. Grace yang sedang menjelaskan didepan sana, memutar kepalanya menatap ke arah Juna.
"Ya, Juna," jawab Grace dengan tersenyum.
"Kenapa dia duduk dibangku ku?"
"Ada apa dengan bangku ini?" pertanyaan yang dilontarkan oleh Juna, kini dipertanyakan lagi oleh gadis di sampingnya.
"Aku tak menyukainya," sanggah Juna dengan tatapan tajamnya.
"Apakah, aku harus membuatmu menyukaiku terlebih dahulu? Sama disaat kau menyukai bangku ini?" mendengar ucapan gadis itu membuat orang-orang yang berada diruangan tersebut kaget. Lihatlah cara gadis itu memangku dagunya sambil mengedipkan matanya serta tersenyum manis. Sebuah senyum yang begitu memikat.
"Hmm, maaf Juna. Cuma bangku kosong yang tersisa adalah bangku mu," Grace berucap begitu sangat hati-hati.
"Tapi bu," Juna masih ingin menyangkal, tapi lagi dan lagi gadis itu menjawab membuatnya sangat kesal.
"Aku menyukai bangku ini bu," ucapnya sambil masih dalam posisi yang sama sambil menatap Juna.
"Juna, Taalea. Berhentilah membuat kegaduhan. Teman-teman kalian ingin belajar, jika kalian berdua tak ingin belajar silahkan keluar dari kelas saya. Dan untukmu Juna, tolong pahami keadaan!!!" mendengar seruan Grace, Juna langsung terdiam dan tak bisa membantah lagi ucapan gurunya tersebut.
Walaupun Grace terkenal akan kebaikan hatinya, tetap saja guru itu bisa menjadi sosok yang menakutkan.
Juna hanya begitu pasrah akan keputusan Grace, sedangkan Taalea hanya meleletkan lidahnya pada Juna. Entah kenapa ia sangat suka menganggu pria yang baru ia temui beberapa waktu yang lalu.
***
"Ahhhh," teriak kesal Juna di rooftop.
"Kenapa?" tanya pria yang berada disampingnya.
"Ada gadis aneh di kelasku,"
"Wkwkwk, lalu apa masalahnya,"
"Juan, kau tau bukan kalau aku...," ucapan Juna terpotong.
"Jika dirimu itu seorang yang bisa membaca dan mendengar pikiran orang? Hey boy, semua manusia butuh hidup berdampingan. Biarkan saja dia mau berbuat apa," nasehat pria itu yang ternyata adalah Juan.
"Aku masa bodoh, hanya saja dia duduk sebangku dengan ku. Kau tau aku begitu sangat risih,"
"Juna, lebih baik kau sekarang harus mencoba hidup berdampingan dengan yang lainnya. Bagaimana jika aku tidak ada disampingmu? Apalagi aku juga tidak sekelas denganmu membuat aku khawatir dengan dirimu," Juan masih saja menasehati Juna dengan baik.
Juan dan Juna adalah dua orang bersaudara. Mereka adalah kembar, namun memiliki wajah yang berbeda dengan sifat yang berbeda juga. Juna Shaquile Paxton adalah adik dari Juan, pria berparas tampan itu terlihat lebih senang menyendiri dan banyak diam. Nyatanya pria tersebut memiliki kepribadian yaitu dapat membaca pikiran orang ataupun mendengar suara yang berasal dari pikiran mereka. Terkadang ia hanya merasa nyaman pada keluarganya dan risih pada orang asing. Tak memiliki teman membuat Juan begitu khawatir dengan kembarannya ini. Pasalnya Juna sedari kecil hanya belajar melalui home scolling, hingga saat sekolah menengah ke atas Juan mengajak adiknya itu lebih sedikit terbuka pada dunia. Dan akhirnya Juna mengikuti kemauan kembarannya walaupun Juan harus memenuhi beberapa syarat darinya.
Sedangkan Juan Sharique Paxton adalah kembaran Juna dengan segala tingkahnya. Terkenal sebagai bad boy nyatanya membuat Juan membanggakan dirinya. Menunjukkan bahwa ialah seorang lelaki jantan layaknya superhero di film-film. Namun, walaupun seperti itu Juan tetaplah sangat menyayangi keluarga. Hal ini pastinya adalah didikan keras dari sang ayahnya yang mantan komandan Angkatan Darat yang kini berevolusi menjadi seorang pembisnis. Sedangkan sang bundanya yang penuh kelembutan adalah seorang profesor dokter bedah di sebuah rumah sakit elit di ibukota.
***
Taalea duduk dengan manis di pojokkan kantin. Menyatapi makanannya dengan baik. Gadis cantik itu memasuki bakso ke dalam mulutnya dengan santai. Padahal jika dilihat baksonya tersebut masih begitu sangat panas karena terlihat dari asap yang begitu menggepul ke udara. Orang-orang disekitarnya menatap dengan segala pemikiran mereka. Ada yang merasa aneh, ngeri, bahkan mencibir, yang menurut mereka gadis itu sedang mencari perhatian.
Seseorang mendekat ke arah Taalea. Meletakkan baki makanan mereka di meja sana. Taalea yang sedang menyatap makanannya melihat ke arah depannya.
"Hai, cantik," sapa pria di depannya.
"Hmm," pria itu tersenyum manis saat mendengar respon dari Taalea.
"Apakah kita boleh kenalan? Aku Aldo, dan kau? " tanya pria itu.
Taalea melepaskan sendok dan garpu yang ia genggam. Mengamati dengan begitu dalam manik cokelat sang pria didepannya.
Taalea menyunggingkan senyum tipisnya. "Taalea," ujarnya sambil menggulurkan tangannya. Aldo pun menyambut senang akan uluran tangan gadis itu.
"Mana uangmu?" tanya seseorang yang mengintimidasi lawannya.
"Ma-af kak, uangnya su-dah ha-bis," lirihnya dengan kegagapan yang melanda.
"Kau ingin mencari mati, eoh," kini pria itu mencengkram kuat kerah baju lawannya. Membuat lawannya sangat begitu ketakutan. "Baiklah, sepertinya kau memang ingin dihajar. Ayo, gaisss. Kita habisi dia,"
Mendengar perintah sang bos mereka segera saja mereka memukuli lawannya itu. Yang mana diketahui lawannya itu adalah seorang pria lugu dengan tampang cupu. Menghabisnya secara habis-habisan. Pria itu hanya memeluk dirinya agar terlindung dari perlakuan kasar orang-orang yang sedang memukulinya. Menindasnya begitu kejam hingga tubuhnya habis dalam babak belur.
Mereka beranjak dari sana setelah bos mereka merasa terpuaskan akan kekerasan yang ia lakukan pada pria tersebut. Terkekeh dengan pongah bak seorang pria jantan yang hanya bisanya menindas orang-orang lemah dan tak berdaya.
Taalea melepaskan jabat tangan diantara mereka, sedangkan Aldo tersenyum penuh arti karena maksudnya akan segera tersampaikan. Taalea hanya memutar matanya dengan malas saat mengetahui kepingan yang dapat dikatakan dengan sadis seperti itu.
"Bolehkah aku meminta nomor mu?" Taalea kembali memandang datar lawan berbicaranya sedangkan Aldo masih dengan senyum manisnya.
Dapat diakui oleh Taalea bahwa pria di hadapannya itu sangatlah rupawan, walaupun berwajah oriental yang begitu sangat kental. Lelaki itu tetaplah memiliki kharisma yang begitu kuat. Ia dapat melihat di sekelilingnya para kaum hawa menatapnya dengan tatapan yang begitu tak mengenakkan. Taalea menggenggam baki makanannya. Beranjak dari bangkunya sebelum ia membuat kekacauan disini.
Aldo yang melihat Taalea beranjak dari bangkunya pun juga mengikuti pergerakan Taalea. Taalea yang baru saja menuntaskan rutinitasnya di kantin dan akan segera kembali ke kelasnya. Kembali dihadang oleh Aldo yang masih menampakkan senyum manisnya.
"Hey, kau belum memberiku nomor telpon mu," manik mata Taalea beralih pada sebuah benda pesergi panjang yang begitu pipih dari uluran tangan Aldo.
Taalea masih menatap datar dengan kedua tangan mendekap pada dadanya. "Penindas," ucap Taalea.
"Apa?" Aldo bertanya seakan-akan belum mengerti maksud dari gadis cantik yang berdiri dengan angkuh didepannya.
"Kau seorang PENINDAS, dan aku tak perlu TEMAN dengan orang sepertimu," dua kata yang penuh tegas itu berhasil mencuri perhatian orang yang berada disana. Aldo yang mendengarnya dibuat berang olehnya. Taalea hanya mengeluarkan smirknya tanpa peduli dengan segala reaksi mereka.
Taalea melangkah keluar dari tempat tersebut dengan aura yang begitu tajam. Mungkin yang melewatinya akan merasakan dua perbedaan dari aura tersebut. Berkharisma serta menakutkan. Itulah dua aura tersebut.
Aldo menatap lekat sileut yang baru hilang dari bilik kantin tersebut. Merasa malu karena dipermalukan oleh gadis cantik itu. Bertanya-tanya siapa yang berani membicarakan sebuah fakta akan tentang dirinya.
Ya, kepingan yang Taalea lihat adalah sebuah ingatan seseorang. Taalea memiliki kemampuan yang dimana seseorang dapat merasakan atau membaca sejarah suatu objek yang dengan cara menyentuhnya atau yang lebih dikenal dengan nama Psychometri. Kepingan tersebut adalah sebuah ringkasan dari Aldo seseorang yang suka menindas para kaum lemah dengan segala bentuk kekuasaannya.
"PENINDAS," itulah yang di dengar oleh Juna saat Taalea telah mendudukkan bokongnya pada sebuah bangku didekatnya. Juna menatap Taalea dengan intens mencari tahu siapa yang disebut olehnya. Yang dilakukan Taalea hanyalah memakai earphone di telinganya, mendengarkan nyanyian lembut dari sebuah alunan piano klasik dan memejamkan kedua matanya.
Tampak oleh Juna, bahwa gadis itu sangatlah begitu cantik. Benar-benar seperti wajah gadis bangsawan.
"Owh, ayolah Juna. Apa yang kau pikirkan," batinnya sambil menggelengkan kepalanya dan kembali menatap ke arah luar.
_Bersambung_
Owh ya, berhubung Penyihir Merah lagi hiatus sementara karena ada perbaikan alur. Maka aku dengan inisiatif untuk membuat sebuah wattpad pengganti.
Semoga enjoy yaaa kalian bacanya.
Salam hangat
Leana Ardini 😊