gile lo ya vin!
tanggung jawab lo, gue jadi suka ni ah wkkkwkwkwkw
dukung gue dong biar semangat ngetiknyaa. vote komen ya, oke? absen coba yang baca cerita ini >>>>
uda? oke makasi
enjoy guys!
MARVIN menunggu Arlita didepan gerbang rumahnya. Marvin sebelumnya sudah berniat untuk masuk dan menampakkan diri ke hadapan Mama-nya Arlita. Namun Arlita melarangnya dan memerintahkannya untuk menunggu Arlita didepan rumahnya saja. Alhasil, Marvin menunggu Arlita keluar dari rumahnya.
Arlita akhirnya datang. Dia langsung masuk ke dalam mobil Marvin, dan disambut hangat oleh sang pemilik kendaraan dengan warna hitam pekat itu.
"Akhirnya lo dateng juga," ucap Marvin sambil mendekatkan wajahnya ke arah Arlita.
"EH, EH, EH!" tahan Arlita ketika menoleh dan mendapati wajah Marvin yang berada tak jauh dari posisi wajahnya. "Mau ngapain lo?"
"Kiss you?" jawab Marvin dengan alis yang terangkat sebelah.
Arlita langsung mendorong wajah itu dengan kasar. "Jangan ngaco lo! Cukup sekali ya lo cium gue. No repeat," ungkap Arlita menjauhkan dirinya dari Marvin. Aligator yang berbahaya untuk Arlita.
"Gua udah berkali-kali cium bibir lo semalam," sahut Marvin tanpa filter kata, membuat mata Arlita melotot. "Kalau lo 'gua cium aja gak mau, ngapain lo ada disini?" suaranya terdengar marah.
"Oh yaudah bagus, kalau gitu gue balik ke rumah!" Arlita langsung membuka pintu mobil Marvin.
"Stay!" Tekan Marvin sambil mencengkram paha Arlita, tatapan matanya sangat mengintimidasi Arlita. Arlita segera menepisnya dengan kasar.
"Jangan pegang-pegang!"
"Lo 'gua ajak ke apartemen gua emang buat gua pegang-pegang kali," ungkap laki-laki itu seraya menjalankan mobilnya.
"Ngarep lo?! Tch, bibir gue emang bikin candu Vin, tapi lo gak boleh seenaknya cium gue tanpa persetujuan pemiliknya," ucap Arlita merespon perkataan Marvin.
"Gua gak perlu persetujuan lagi, karena bibir gua butuh pelembabnya, and is that you right? my lip moisturaizer." Marvin mempertegasnya. "So, gua adalah pemiliknya," sambungnya.
Arlita terkekeh setelah mendengar penuturan Marvin yang menggelitik perutnya. "Ngaco lo!"
"Mumpung besok masih libur, ayo kita ulang kejadian yang semalam. Kurang pas rasanya kalau gua gerak sendiri. Bukannya lebih panas kalau kita sama-sama sadar?"
Arlita rasa laki-laki itu sudah gila. Arlita semakin tahu kalau laki-laki tidak ada yang berbeda. Otaknya hanya selangkangan dan sex saja. Mau baik atau buruk sekalipun, laki-laki tetap sama. Bahkan, laki-laki yang Arlita kenal baik dahulu, dia lebih bejat dari perkiraannya. Hati-hati ya guys.
Arlita memilih untuk tidak lagi meladeni laki-laki gila yang duduk disampingnya. Akan lebih bahaya dan lebih terbuka pembicaraanya jika Arlita terus merespon ucapan Marvin. Sejujurnya, Arlita sedikit malu jika Marvin membahas kejadian 'semalam'. Ucapan laki-laki itu lebih tak terfilter jika berada diluar sekolah. Marvin ini seperti memiliki kepribadian ganda.
"Lo diam, berarti lo mau," ucap Marvin lagi.
Arlita langsung menoleh ke arahnya. "Gue punya satu syarat selama setiap malam gue sama lo."
"Cuma gua yang bisa memberikan syarat, Arlita," sahut Marvin menjawab perkataan Arlita.
"Gak adil dong kalau gitu? Ini gampang sih syaratnya, diluar dari masalah lo. Tenang aja, gue udah anggap kejadian malam itu gak pernah ada. Gue udah anggap semua hal yang terjadi sama gue kemarin gak pernah terjadi sebelumnya."
Marvin mengangguk-anggukan kepalanya. "Boleh, bagusnya emang begitu. Tapi tidak dibagian terakhir. Gua gak mau lo ngelupain yang bagian itu."
"Bagian yang mana?" tanyanya bingung.
"Making love with me. Gua gak mau lo lupain bagian itu," ucap Marvin kembali mengulang. Memperjelas maksud perkataannya.
"Justru itu yang paling mau gue lupain," balas Arlita memutar bola matanya. "Gue serius, Vin! Syaratnya mudah, don't touch me as long as I'm with you," ungkap Arlita menyebutkan keinginannya.
"Itu syarat yang sulit bagi gua," sahut Marvin.
"Halah Vin, Apaan sih! Pokoknya gue gak mau tahu ya. Lo harus jaga jarak dari gue!" kekeuh Arlita tidak mau kalah kali ini.
"Nooo, I don't want," jawabnya.
"Yaudah, malam ini lo terakhir ketemu gue!" ancam Arlita.
"Lo memilih mati jadinya?" Respon Marvin diluar dugaannya, bukan itu yang Arlita maksud.
"GAK GITU YA!" sentak Arlita melotot.
"I just wanna fuck you, Ar. Nothing more," ucap Marvin dengan santainya.
"Gak ya, gue bukan jalang lo!" tekan Arlita yang mulai kesal.
"But that's who you are now, Arlita," jawab Marvin menggoda Arlita.
Arlita hanya diam. Enggan untuk meresponnya lagi. Dia berada dalam mode marahnya.
"Hahaha, okay baby. As you wish. Gua gak akan sentuh lo sebelum lo ngebolehin. Deal?" Akhirnya Marvin menyetujui permintaannya.
"Deal!" Arlita menjabat tangan Marvin. "Gue gak akan ngebolehin sih," sambungnya dengan percaya diri.
"We never know, Ar," sahut Marvin.
Sebenarnya Marvin memang tidak ingin berbuat yang macam-macam kepada Arlita. Dia hanya ingin Arlita berada disisinya agar Marvin bisa dengan mudah mengontrol Arlita. Hanya itu, selebihnya itu tergantung keadaan.
- - - - - [ MARVIN: What You Do? ] - - - - -
Marvin membawa Arlita ke tempat tinggalnya. Sebuah apartemen. Tidak-tidak, Marvin membawa Arlita ke penthouse miliknya. Sangat besar, mewah, dan pastinya sangat memanjakan matanya. Arlita akan betah jika tinggal berlama-lama disini.
Arlita tidak berbohong, walaupun dirinya masuk dalam golongan orang berada, dia merasa kagum karena Marvin membawa Arlita ke tempat yang selama ini banyak orang ingin ketahui.
"Gimana? Apa pemiliknya udah ngebolehin gua?" ucap Marvin yang tiba-tiba memeluk Arlita dari belakang tubuhnya.
Arlita jelas terkejut dengan perlakuan Marvin. "Lo udah keluar dari batas lo 'malah Vin," jawab Arlita sambil menunduk. Memandangi tangan yang melingkar dipinggangnya.
Marvin terkekeh. Membuat Arlita merinding. "Oh iya, tanggung kalau gitu."
"Can I get a kiss?" tanya Marvin disamping telinga Arlita. Wajah Marvin sangat dekat dengan dirinya. Arlita bahkan dapat merasakan deru napas Marvin mengenai lehernya. Dan Arlita benar-benar merasa merinding. Seperti pasokan udara menipis disekitarnya.
Ah, apakah Arlita butuh napas buatan?
Arlita segera menggelengkan pelan kepalanya, menepis pikiran kotor yang tak seharusnya menyapa otak bodohnya ini.
"Gak ya! Sesuai perjanjian. Dimana kamar gue?" tagih Arlita.
"Dikamar gua," jawab Marvin menggoda Arlita. Arlita seperti mainan baru untuknya.
Arlita terpaksa meninju perut Marvin. Dia kesal dan muak dengan laki-laki yang tidak bisa diajak serius ketika bicara.
"Hahahaha, itu honey. Disamping kamar gua," Marvin menunjuk ke arah kamarnya.
"Kalau lo kepengen, just come to my room, oke?" ungkap Marvin seraya mencium pipi Arlita tiba-tiba.
Arlita melotot sambil memegangi pipinya yang bekas Marvin cium itu.
"Good night honey! Seburuk apapun gua diluar sekolah, gua tetap siswa terbaik disekolah, right? Hahaha, besok lo akan ketemu gua sebagai Marvin kebanggaan sekolah!" pekiknya sambil berjalan menuju ruang kamarnya.
Entah lah.
Lama-kelamaan, Arlita mengikuti permainan Marvin. Dia cukup penasaran dengan keberadaan Papanya. Dan, jika Marvin bisa membantunya, kenapa tidak ya kan? Dia harus tahu sesuatu tentang Papanya, dan Marvin-lah kuncinya, begitu menurutnya.
Arlita masuk ke ruang kamarnya. Dia duduk di tepi kasur sambil melihat ke sekeliling ruangan itu. Ah sial! Arlita melihat CCTV di sudut ruangan ini.
Ting!
[orang gila: hi honey]
[orang gila: kabarin gua kalau lo mau ngabisin malam ini bareng gua]
[ngarep!]
[orang gila: jangan macem macem dikamar itu]
[orang gila: kalau mau macem-macem sama gua aja]
[otak lo uda geser gue rasa vin]
[orang gila: i just obsessed with your body]
[ORANG GILA!]
[awas lo ya macem macem sama gue!]
[orang gila: why not?]
Arlita menyudahi kegiatan berbalas pesan dengan Marvin ketika ada seseorang yang menghubunginya. Arlita bangkit dari kasurnya, lalu berjalan menuju ke dekat tirai.
"Iya, hallo Al?"
"Lo gak kenapa-napa? Kata Gizel lo diculik?"
Arlita terkekeh mendengar penuturan laki-laki itu didalam sambungan telepon tersebut. "Aneh-aneh aja. Masa iya gue diculik sama temen gue sendiri?"
"It's fineee, Aleooo. Itu mah emang Gizelnya aja yang lebay," sambung Arlita.
"Bagus deh kalau lo gak kenapa-napa disana. Tadinya gua mau pesen tiket buat kesana," ucap laki-laki itu dalam sambungan telepon.
"Dih ngapain? Libur semester aja belum lo!" omelnya sedikit.
"Gampang udah. Gua mau pastiin lo aman disana."
"Aman, aman kok gue."
"Nyokap lo gimana, Ta? Ada perubahan yang lebih baik?"
"Mama? Eumm.. Mama baik. Cuma yaa gitu. Masih nanyain Papa sama Lira," jawab Arlita.
"Andai Alira masih ada, ya Ta. Pasti penderitaan nyokap lo berkurang, dan lo bisa berbagi masalah sama dia. Lo bisa cari bokap lo yang pergi bareng dia."
Arlita menghelakan napasnya. "Udah lah, Al. Udah terjadi juga. Harapan gue cuma satu, ketemu sama Papa. Siapa tau Mama bisa sembuh," ungkapnya mempasrahkan diri.
"Don't worry, I'll be there for you. Tunggu beberapa tahun lagi, kita cari bokap lo sama-sama, oke?"
Arlita tersenyum. "Iyaaa Aleoooo. Gue tunggu lo disini."
"Hahaha, okay kalau gitu. Good night my girl. Besok malam gua telepon lagi. Jangan keseringan ke club. Gua cemburu ya asal lo tau!"
"Oh, jadi semalam lo gak ngehubungin gue itu karena ngambek?"
"Cowok mana yang gak marah kalau ceweknya pergi ke lobang yang isinya buaya semua?"
"Hahaha, calm down baby. I'm yours."
"All mine?"
"All yours," jawabnya. Kemudian Arlita langsung terdiam.
"Then, wait for me. I will fuck you."
"Oke, I will wait."
Tak lama setelah sambungan telepon mati. Arlita mendapat panggilan lagi. Dari orang yang berbeda. Marvin, dia yang menghubungi Arlita.
"Apasih?!"
"Abis teleponan sama siapa?" tanya laki-laki itu tanpa basa-basi.
"Kepooo!"
"Siapa?" tanyanya menekan. "Sambil senyum-senyum gitu, beda banget ekspresi muka lo pas teleponan sama gua."
"Hahaha, suka-suka gue lah! Siapa elo?!"
"Siapa yang telepon lo?" tanya Marvin lagi.
"Cowok gueeee, Vin! Kenapa sih? Gak boleh juga?"
"Iya, gak boleh. Putusin cowok lo sekarang," perintahnya terdengar serius.
"Gila aja lo! Gue udah pacaran 3 tahun 'gila sama dia!" Arlita menolak perintahnya. "Semua yang lo mau gue turutin ya, Marvin. Kecuali yang itu. Never!" tekan Arlita mempertegas.
"Tidur sama gua malam ini, itu yang gua mau. Atau cowok lo bakalan dapet kabar buruk kalau ceweknya yang selama ini dia jaga udah gak perawan lagi."
Selalu. Laki-laki itu selalu mengancam Arlita sekarang ini. Tak hanya pintar mengancam, Marvin juga pintar membalikkan fakta dan pintar membalas semua ucapan Arlita. Kini ucapannya menjadi boomerang untuk dirinya sendiri.
"APA SIH VIN?! It's not fair for me! Gue bukan pelacur lo, Marvin. Please perlakukan gue sebagaimana mestinya--"
"Gua tunggu lo dikamar. Sekarang." Tekannya.
waduu vinnn!
ais aisss arlitaaa, sabar yaa wkwkwk
gimana ni chap sini? sepatah duapatah kata dong buat author! komen cobaaa >>>>
see you, next!
[[ MARVIN: What You Do? || REPUBLISH ]]