sudah, istirahatlah

By ___sadar

11K 1.5K 6.1K

Semesta sudah sakit. Yang membuat hati manusia sarat akan penerimaan, penolakan akan kehilangan, lalu sedikit... More

Prolog
Perjalanan Pertama
Dua Simpangan yang Sengaja di Tuntun Menuju Pertemuan
Yang Mulai Ingin Tahu Namun Memilih Menutup Mata
Pencarian dan Pendosa
Obrolan Malam Sebelumnya
Tahanan Kota
Permintaan
Mengutuk dan Berdoa
Yang Memulai Pencarian
Yang Perlahan Menemukan Kehilangan
Yang Mulai Merasakan Kehadiran
Yang Mulai Bisa Tertawa
Rencana Pelarian
Memulai Rencana Pelarian
Pelarian Pertama
Pelarian Kedua
Sebelum Fajar Terbilang
Menemui Rahasia Paling Terkutuk
Yang Sudah Mulai Bisa Terbuka
Yang Saling Memaafkan
Epilog
tanya-tanya

Pelarian Ketiga

202 40 158
By ___sadar

baik dan buruk
adalah penilaian
dari manusia
yang subjektif

jangan terlalu keras dengan hati
semesta sudah terlalu gelap



















Semesta seperti sudah menjadi miliknya. Hari ini adalah hari kedua dalam rencana pelariannya. Beberapa jam setelah melanjutkan perjalanan, Dima dan Zara sampai di sebuah daerah dengan dataran tinggi yang sejuk dan menenangkan.

Katanya, gadis itu ingin sekali mendaki. Itulah alasan kenapa Dima menghentikan perjalanannya di depan sebuah toko sewa alat mendaki yang ada di daerah ini.

"Mas, saya mau tanya, boleh?" tanya Dima kepada seorang penjaga toko.

"Monggo, ada apa memangnya, Mas?"

"Apa pendakian ke Gunung Prau bisa ditempuh oleh dua orang saja, Mas?"

"Sebetulnya bisa-bisa saja, Mas. Tapi apa sebelumnya Mas sudah ada pengelaman mendaki?"

"Saya baru pertama kali."

"Saya sarankan kalau Mas belum pernah mendaki sebelumnya, Mas bisa ikut rombongan orang lain saja, Mas."

"Ah, bisa begitu, ya?"

"Tentu saja. Mas tinggal mencari rombongan saja di sana nanti."

"Hmm ... baiklah. Terima kasih, Mas. Kalau begitu, saya dan teman saya pamit dulu. Nanti akan saya kembalikan peralatannya ke sini sesuai jadwal, ya."

Penjaga toko itu tersenyum. "Siap, Mas. Semoga sukses."

Zara dan Dima kembali ke dalam mobil lalu melanjutkan perjalanannya. Masih butuh beberapa kilometer lagi untuk mencapai tempat pendakian. Pada pukul 16.30, Dima dan Zara baru bisa sampai di basecamp sebelum memulai pendakian. Di sana sedikit ramai. Banyak orang yang terlihat seperti sedang bersiap-siap atau malah sudah mau pulang.

"Zara, kamu tunggu di sini sebentar."

"Kamu mau ke mana, Dima?"

"Aku tidak akan lama, kok."

Zara lihat, laki-laki itu mulai melangkah menjauhi dirinya dan menghampiri sebuah kelompok pendaki dengan empat orang anggota dan semuanya adalah laki-laki.

"Permisi, Mas-Mas,"

Keempat laki-laki itu menoleh ke arah Dima. Akan tetapi, hanya satu yang menyahut. "Iya, ada perlu apa, ya, Mas?"

"Saya mau bertanya. Apa Mas-Mas di sini baru mau mulai mendaki atau sudah turun gunung, ya?"

"Ah, kami baru naik. Kenapa memangnya?"

"Anu ... begini ...." Dengan sedikit malu-malu, pada akhirnya ia menceritakan semuanya yang terjadi kepada empat orang laki-laki itu. Mengenai teman perempuannya yang sedang dalam perjalanan tiba-tiba saja ingin pergi mendaki, dan ia yang sudah akan berusaha mengabulkan permintaan teman perempuannya itu, tidak ada pilihan lain selain menuruti apa pun kemauannya.

Ia lihat, empat orang laki-laki itu sedikit menahan tawanya. Ia mafhum, mungkin bagi sebagian orang ceritanya terdengar seperti lelucon. Namun, baginya ini sudah seperti pembuktian.

"Sebenarnya kami tidak masalah, kok. Tapi ...." Sebelum pemuda itu menyelesaikan suaranya, tiba-tiba Dima memotong.

"Tidak apa-apa, Mas. Jika ada apa-apa, semua tanggung jawab biar saya yang pegang. Saya hanya ingin bergabung dalam perjalanan saja."

"Baiklah. Kalau begitu, bawalah teman perempuamu itu dan kenalkan pada kami."

Dima tersenyum. "Baik, Mas. Saya sangat berterima kasih." Kemudian ia melambaikan tangannya memanggil Zara.

"Santai aja, Mas. Lagipula, makin banyak orang, perjalanan makin menyenangkan, bukan?"

Dima hanya mengangguk lalu memperkanalkan Zara kepada empat orang laki-laki itu. Di baliknya, Dima hanya ingin tersenyum. Ternyata, di dalam semesta masih ada orang-orang baik seperti mereka. Namanya adalah Fahri, Haris, Fajar, dan Dodi.

***

"Semuanya tolong periksa kembali barang bawaannya, ya. Sebentar lagi kita akan memulai pendakian," ucap Fahri. Dari semua laki-laki yang ada di sini, hanya ia yang paling berpengalaman masalah daki-mendaki.

Sementara Dima dan Zara hanya diam mengikuti arahan dari Fahri. Sekilas, Dima lihat wajah Zara kembali ragu.

"Kamu tidak apa-apa, Zara?" tanya Dima.

"Ah, aku nggak apa-apa, kok. Aku hanya sedikit gugup."

"Kamu tenang saja. Aku juga sama gugupnya. Tapi kita sedang bersama orang-orang hebat."

Yang tanpa mereka sadari, obrolan tersebut sampai pada telinga Haris, Fajar, dan Dodi.

"Waduh, apa aku nggak salah dengar, ya, Jar. Si Dima bilang, kita orang-orang hebat," ucap Haris.

"Ya palingan yang merasa paling hebat si Fahri," kata Fajar.

"Tapi mereka itu unik nggak, sih? Pas aku tanya, katanya mereka bukan sepasang kekasih. Tapi buat seukuran teman, mereka terlalu dekat," celetuk Dodi.

"Ah, kamu, Dod. Pengin tahu urusan orang aja. Gak apa-apa kali mau hubungan mereka kayak gimana juga," ujar Haris sambil menggendong ranselnya.

"Baik teman-teman, karena kita akan memulai pendakian sore hari, jadi aku harap kita bisa saling menjaga satu sama lain. Karena rute yang akan kita lalui cukup sulit dan terjal."

Ketiga orang itu nampak begitu bersemangat. Berbeda sekali dengan Zara yang sepertinya sudah mulai takut. Fahri, Haris, Fajar, dan Dodi sudah berjalan duluan di depan. Sementara Zara dan Dima mengikuti perlahan di belakang.

"Tidak apa-apa, Zara. Karena ini keinginanmu, kamu hanya harus yakin. Tidak perlu takut. Aku berjalan di belakangmu."

Fahri bilang, ia akan mengambil jalur terpendek pendakian. Tapi dengan catatan, jalur ini akan sedikit sulit untuk dilalui kerena sedikit curam dan terjal. Perjalanan dari basecamp menuju pos 1 masih sedikit nyaman. Walau sudah mulai terasa lelah, tetapi jalur yang dilewati para pendaki masih ramah dan belum terlalu curam. Begitu pun dari pos 1 ke pos 2. Kadang-kadang, masih suka ada warung.

Pemandangan di sekitar masih berupa perkebunan milik warga. Namun ketika sudah melewati area itu, jalanan sudah mulai sulit dan curam ditambah hari sudah mulai gelap. Dari belakang, Dima sudah mulai khawatir dengan keadaan Zara. Akan tetapi, katanya, gadis itu masih kuat. Namun, langkahnya sudah mulai melambat.

"Zara, kalau kamu lelah, kamu boleh istirahat," kata Dima.

"Tapi nanti yang lain bagaimana?"

"Nggak apa-apa, nggak usah terlalu dipikirkan. Jangan terlalu memaksakan diri."

Pada akhirnya, Zara mengikuti apa kata Dima dan duduk berselonjor di atas alas tanah. "Kamu tunggu di sini sebentar."

Dima menghampiri Fahri, Haris, Fajar dan Dodi. Ia berkata kepada mereka, bahwa Zara sudah mulai lelah dan ingin beristirahat sebentar. Ia kira, itu akan menjadi sebuah hambatan. Namun respons mereka di luar dugaannya.

"Dima, dalam sebuah kelompok kita nggak boleh egois. Kalau ada rekan kita yang sudah lelah, ya, kita semua harus beristirahat," ujar Fahri.

"Nah, betul tuh. Lagian, kamu bergabung bersama kami salah satunya untuk ini, kan?" tanya Haris.

"Kamu tidak perlu sungkan sama kami, Dima. Kalau ada apa-apa, bilang saja," ucap Fajar.

"Tapi, karena ini sudah malam, kita bagi menjadi dua kelompok saja bagaimana? Sebagian melanjutkan perjalanan dan mendirikan tenda di puncak agar nanti bisa langsung beristirahat, lalu satu kelompok lagi menemani Mbak Zara dan Dima beristirahat sebentar," ujar Fahri.

"Kalau begitu, biar aku yang menamani mereka. Kalian jalan duluan saja," ucap Dodi lalu merangkul Dima. "Lagian, kita udah cukup akrab, kan, ya?"

"I-iya," ucap Dima.

"Kalau begitu, sudah dipastikan, ya? Dodi, kamu sudah hafal rutenya, kan? Jangan sampai kesasar dan malah bikin repot Dima dan Mbak Zara." Sepatah kata dari Fahri sebelum ia melanjutkan perjalanannya.

"Siap, Bos," ujar Dodi dengan semangat.

"Kami duluan, ya. Kalian hati-hati."

Setelah itu kelompok terbagi menjadi dua. Fahri melanjutkan perjalanan, sedang Dima dan Dodi menemani Zara untuk beristirahat sebentar. Satu hal yang Dima petik dari pelariannya kali ini adalah, ternyata hubungan antar manusia itu memang semenyenangkan ini. Di dalam hati, ia tersenyum. Semesta, apa salah jika ia menjadi seseorang yang terlalu mengutuk?







5 part sebelum Dima beristiraha seutuhnya.
Hope you enjoy 😳

Continue Reading

You'll Also Like

363K 2.1K 10
Edgar merasa beruntung memiliki flora sebagai kekasihnya. Tak peduli jika flora adalah gadis nerd disekolahnya. Hanya orang bodoh yang tak menyadari...
723K 41.6K 58
"Sepertinya belum sebulan sejak pemutusan pertunangan Tuan muda Zarren, tapi dia dengan cepat melangsungkan pernikahan" "Apa benar kalau pengantin wa...
836K 54.2K 32
Mulanya, maksud Miura Nara menerima pernyataan cinta berondong tengil yang terus mengganggunya, adalah untuk membuatnya kapok. Dia sudah menyiapkan 1...
4.6M 19.3K 38
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...