Hai Sabtu :)
Teruntuk kamu yang lagi baca cerita ini, jangan lupa tekan bintangnya ya. Lalu komen sebanyak-banyaknya. Ajak mereka teman terdekatmu, bertemu denganku yang comel ini. wkwk...
Semoga kita segera bertemu lagi
Ketika hati tak lagi mampu bicara dengan ribuan risau yang terus menerpa. Diri ini serasa ingin pergi berharap tak akan kembali lagi.
***
"Gal, gimana kalau kita buat konten youtube? Hasilnya juga lumayan," usul Argo sembari memakan kacang yang tadi dia beli di kantin. Haikal dan Bais, belum tiba di kelas. Padahal 10 menit lagi bel masuk akan segera berbunyi.
"Ada yang dia sembunyiin dari gue," ucap Galen tidak memperdulikan suara Argo barusan.
"Aelah nih orang, diajak ngomong juga," cibir Argo kesal.
"Gue kayak nggak kenal sama Feo, Ar," cerita Galen dengan tampang wajahnya yang serius.
"Lah gimana ceritanya? Aneh lo Gal," kekeh Argo kembali memakan kacangnya.
"Tadi pagi dia nangis di pinggir jalan,"
Uhhuk.. uhhuk "Woi Jailuddin, lo nggak apa-apain anak orang kan?"
"Anjing lo Ar, gue serius," sengak Galen emosi.
"Santai kali Gal, nih makan kacang noh. Kacangnya digoreng bukan dipanggang," ujar Argo seraya memberikan kacangnya kepada Galen. Meskipun dongkol, Galen memakan juga kacang pemberian Argo.
"Terus gimana Bos? Nggak lo tanya dia nangis gara-gara apa?"
"Seribu kali gue nanya, dia bakal jawab aku nggak papa Gal,"
Argo mengangguk-angguk paham, karena dia ahli segala cinta. "Kalau cewek bilang nggak apa-apa, berarti ada apa-apanya Gal,"
"Menurut lo, Feo kenapa?"
"Mana gue tau. Pacarnya kan situ. Kalau gue jadi lo, gue bakal bikin si Feo nyaman cerita sama gue Gal. Modelan cowoknya aja macam gini. Belum cerita aja, udah ngeri duluan,"
"Sialan lo Ar,"
"Woi, pada ngerumpi apaan lo pada?" kedatangan Bais dan Haikal, membuat Argo dan Galen saling pandang dengan senyuman penuh arti.
"Lo berangkat bareng Haikal, Is?" goda Galen langsung ditimpali oleh Argo.
"Lo berdua pacaran?"
"Yang bener aja gue belok ke Haikal. Tadi ban motor gue kempes di jalan. Terus gue do'a sama Tuhan. Ya Tuhan kirimkan malaikat yang baik hati kepada hamba, nah si Haikal nongol dari belakang gue. Asli, gue kaget cuy, malaikatnya ternyata fakboy,"
"Anjir lo Is," umpat Haikal seraya meletakkan tasnya.
"Bercanda elah Kal, lagian gue juga yang bayar bensin lo,"
"Apes gue nolongi nih babi. Waktu Bais naik motor gue, belum juga jalan seperempat kilo, motor gue tiba-tiba kehabisan bensin," adu Haikal dengan wajahnya yang datar.
"Bikin sial lo Is," ejek Argo tertawa puas.
"Bukan gara-gara guelah. Haikal aja yang kere kagak mampu beli bensin," sewot Bais tak terima.
"Terus motor lo gimana?" tanya Galen setelah semuanya kembali tenang.
"OH IYA MOTOR GUE ANJIR,"
***
"Kita ngapain kesini Gal?" tanya Feo kebingungan. Bukannya mengantar sampai rumah, Galen malah mengajaknya pergi ke sebuah danau dengan pepohonan yang rindang, tumbuh disampingnya.
"Nenangin pikiran," jawab Galen seraya membuka pintu mobilnya. Feo lantas melakukan hal yang sama. Diikutinya langkah kaki Galen hingga mereka berdiri tepat di tepi danau tersebut.
"Gue sering kesini waktu gue ada masalah Fe," cerita Galen dengan tatapan lurus ke arah danau. "Pernah terlintas di pikiran gue, buat terjun terus menghilang dari bumi,"
Feo menoleh kaget. Jelas saja, siapa yang mengira seorang Galen berniat bunuh diri dengan terjun ke arah danau. "Kamu nggak percaya?"
"Bercandaan kamu nggak lucu Gal," kekeh Feo pelan.
"Hidup mana bisa dibercandain Fe? Sebahagia apapun orang di dunia ini, mustahil dia lepas dari masalah hidup. Nggak selamanya juga, orang terdekat kita harus selalu melihat kebahagiaan itu. Kita nggak bisa selamanya mendam masalah yang nimpa kita. Itu tujuan Tuhan nyiptain berjuta bahkan bermilyar manusia di muka bumi ini. Supaya kita bisa saling berbagi," ujar Galen serius.
Feo malah menyentuh dahi cowok itu dengan punggung tangannya. "Kamu lagi demam ya Gal?"
"Fe, jawab aku. Kamu kenapa?"
Tubuh Feo langsung menegang. Apakah Galen tau tentang penyakitnya? Tidak mungkin. Galen tidak akan pernah tau. Tatapan setajam elang di depannya seolah menuntut sebuah jawaban yang keluar dari mulut Feo. Namun nyatanya, Feo malah diam dengan senyum yang tertahan.
"Kamu ngomong apa sih Gal? Aku baik-baik aja," dusta Feo dengan kekehan kecil.
Galen menghela napasnya lelah. Apa yang dia lakukan kembali berujung dengan kekecewaan. Nyatanya kepercayaan diantara mereka tidak berlaku bagi Feo. "Tadi pagi, kenapa kamu nangis?"
"Oh soal tadi pagi. Nggak sengaja tadi aku kepleset di jalan Gal,"
Sampai kapan lo bakal bohongin gue sih Fe? Galen langsung berjongkok untuk melihat keadaan kaki Feo. "Mana yang sakit?"
Feo diam termenung. Tidak ada luka sedikit pun dikakinya. Lalu, bagaimana bisa Galen percaya dengan ucapannya barusan?
"Kepala aku," jawab Feo cepat. "Pusing banget rasanya Gal,"
Galen kembali berdiri untuk melihat keadaan kepala Feo. "Sampai kapan lo mau bikin gue kelihatan bodoh di depan lo Fe?" tandas Galen sarkas dengan tatapan matanya yang berkilat marah.
"Bukan gitu maksud aku Gal,"
"Terus apa? Emang bagi lo, gue nggak pernah penting kan Fe?"
"Kamu penting Gal buat aku," bantah Feo dengan tatapannya yang pilu. "Nggak semua hal yang menimpa aku, harus kamu tau,"
Galen mengusap rambutnya dengan kasar. Logika dari mana itu? "Itu alesan kamu bohongin aku selama ini?"
"Gal please,"
"Fe, hubungan ini bakal jalan kalau kita saling percaya. Sedangkan selama ini, nggak ada sedikit pun kepercayaan itu buat gue,"
Feo memilih diam enggan menjawab perkataan Galen barusan. Lagian kali ini, hatinya sedang kacau. Semua tidak bisa diceritakan semudah yang orang lain bayangkan. Hidupnya terlalu rumit. Galen tidak akan bisa mengerti dengan permasalahan yang menimpanya selama ini.
"Aku baik-baik aja Gal, kamu harus percaya,"
"Dengan cara apa? Pura-pura bego?" Galen tidak mengerti mengapa dia bisa seemosi ini. Dirinyaa tidak tenang mengetahui fakta bahwa gadisnya dalam keadaan tidak baik-baik saja. Galen gagal menjaga Feo. Galen gagal membuat Feonya bahagia.
Lagi-lagi Galen mangacak rambutnya kasar. Bimbang, bingung, marah, seakan bercampur padu menjadi satu. Tiupan angin yang cukup kencang, bahkan tak mampu menenangkan hati mereka yang terbakar.
Feo menangis dalam diamnya. Gadis itu langsung menghapusnya dengan cepat. Namun sayangnya, Galen terlanjur melihat pergerakan Feo sedari tadi. Dengan perasaan bersalah, Galen langsung menarik Feo ke dalam pelukannya.
"Maaf, aku nggak seharusnya paksa kamu buat cerita semuanya," ujar Galen penuh penyesalan. Feo masih diam, berusaha keras menahan air mata di pelupuk matanya.
"Aku janji nggak bakal paksa kamu lagi. Tapi kalau kamu udah siap buat cerita semuanya, aku bakal selalu ada buat kamu,"
Feo mengangguk meskipun dirinya tidak akan pernah siap. Galen tidak berhak mengetahui dirinya yang sebenarnya. Jika hal itu terjadi, semuanya pasti akan hilang persis seperti yang dia bayangkan.
T B C
Apa kabar kamu? Nggak capek nungguin dia yang nggak bakal peka? Udah, istirahat dulu galaunya. Sayangi diri kamu dulu baru yang lain. Karena hati kamu harus dijaga, okee
Spam komen "Next" sebanyak-banyaknya..
Aku mau piknik dulu sama Galen. Jangan pada kangen aku. wkwkwk
Salam Manusia Halu
clarisacndr