Kalian asalnya dari daerah mana aja nih?
"Mengapa yang diam dan memilih sabar, selalu dianggap lemah?"
🍂
"Udah, parkir disitu aja. Nggak pa-pa, beda sendiri pakai sepeda biar anti menstrim," ujar Savara seraya menunjuk ke arah ranah kosong di parkiran sekolahnya.
Kazama yang baru saja datang dengan ketiga temannya berhenti melangkah saat melihat kehadiran Argi yang membonceng seorang gadis. Lelaki yang sedang memegang bola kaki itu memperhatikan kedua orang itu dengan tatapan datar.
"Dih, masih ada juga yang mau deketan sama si anak haram." Raden mencibir seraya memperbaiki posisi tali tas di bahu kanannya.
"Eh bukannya cewek itu—" Romeo memicingkan matanya, lalu melirik ke arah Kazama yang masih memperhatikan datar kedua orang itu.
Savara melambaikan tangannya, pergi lebih dulu. Sementara Argi masih memperbaiki posisi sepedanya sebelum kemudian pergi meninggalkan tempat parkir.
Kazama mengedikkan kepalanya setelah menatap ketiga temannya, menandakan bahwa saatnya mereka beraksi. Mereka mendatangi Argi, Romeo dan Gava langsung memegang kedua tangan Argi. Membawa paksa lelaki itu ke belakang gedung sekolah.
Argi memberontak dan melepaskan paksa pegangan kedua orang itu.
"Kalian ini kenapa?"
Pertanyaan Argi tidak direspon. Kazama kembali memberi intruksi hanya dengan tatapan matanya, Romeo dan Gava memegang tangan Argi kembali dengan paksa. Menyeret kasar Argi mendekati pohon. Mereka berdua sedangkan Argi sendiri, Argi tidak bisa menyeimbangi kekuatan keduanya.
Sementara Romeo dan Gava menahan tubuh Argi di pohon, Raden bertugas melilitkan tali yang sudah mereka ambil dari gudang tadi pada tubuh Argi. Mengikat lelaki itu di pohon.
"Kalian mau apain saya?"
Argi berusaha melepaskan diri, tapi sayangnya tidak bisa karena tubuhnya sukses terikat dengan pohon.
Argi dikeroyok, Argi tidak sekuat itu untuk melawan mereka sendiri. Kazama mundur selangkah, menempatkan posisi tepat di hadapan Argi dengan meletakkan bola di ujung kakinya.
"Gue mau lampiasin kekesalan gue."
"Hah?" Argi mengerutkan keningnya tidak mengerti.
"Karena gue lagi marah, gue butuh sesuatu buat dijadiin pelampiasan. Jadi gue pilih lo." Kazama menyeringai, sebelum kemudian menendang bola tadi tepat mengenai tulang pipi Argi.
"Mantap, tepat sasaran!" seru Romeo semangat menikmati pertunjukan.
Argi memejamkan matanya perlahan, merasakan sakit yang mulai menjalar pada pipinya. Raden yang bertugas sebagai penangkap bola, mengembalikan bola tadi pada Kazama.
"Sialan. Berani-beraninya itu cewek nolak gue," kesal Kazama seraya menendang bola kembali. Kali ini mengenai perut Argi sampai badan Argi agak sedikit terlonjak ke depan.
"Dia cewek pertama yang nolak gue. Bangsat," umpat Kazama menendang bolanya kembali setelah dioper Raden.
"Apa hubungannya kekesalan kamu sama saya?" lirih Argi menahan dirinya untuk tetap sabar. Tangannya mengepal di bawah sana.
Kazama tertawa. Terus melakukan hal yang sama, menendang bola ke arah Argi. Kazama pemain futsal, jadi lebih mudah baginya untuk menendang tepat sasaran. Sesekali bola itu mengenai wajah Argi sampai bibir lelaki itu berdarah. Sesekali juga bola itu mengenai bagian tubuhnya yang lain. Seandainya Argi tidak terikat, lelaki itu pasti sudah menghindar sejak tadi.
Badannya masih terasa sakit. Sekarang malah jadi bertambah sakit.
"Terus, Zam! Sampai lemah si flower boy," ujar Romeo memprovokator.
Kazama tidak lagi menendang, justru melangkah mendekati Argi dan melempar dengan kasar bolanya lagi mengenai kepala lelaki itu. "Lo tanya apa hubungannya kan?"
Kazama berhenti tepat di depan Argi, Argi mengangkat kepalanya. "Apa salah saya sama kamu?"
Kazama menarik sudut bibir, pertanyaan yang menarik. "Karena cewek yang lo bonceng tadi, itu cewek yang udah berani nolak gue kemarin."
Argi terhenyak beberapa saat, tidak bersuara. Kazama menatapnya nyalang, seolah siap menghabisinya saat itu juga.
"Kenapa kamu benci saya?"
Kazama mendengus sinis, tertawa mendengarnya. Lalu kemudian menurunkan sudut bibirnya, kembali memasang raut datarnya.
"Sederhana."
Kazama memajukan kepalanya, berbisik dengan dingin. "Karena lo lahir di dunia."
Setelah mengatakan itu, Kazama memerintahkan teman-temannya melepaskan ikatan Argi dan pergi lebih dulu.
"Pfft, malang banget sih hidup lo." Raden tertawa mengejeknya. "Nyanyiin, Rom."
"Oh, kasihan. Oh, kasihan. Aduh, kasihan." Mereka bertiga tertawa, mengacak rambut Argi penuh hina lalu pergi begitu saja.
Argi mendudukkan dirinya di atas tanah, memegang bagian perutnya yang terasa nyeri dan mengaduh. Argi menyandar pada pohon, mengepalkan tangannya menahan rasa sakitnya sendiri.
Argi tidak pernah bisa melawan Kazama. Argi bukan tidak ingin, Argi tidak sanggup. Argi juga tidak ingin menciptakan masalah dan membuat Sonia atau ibunya harus dipanggil ke sekolah. Argi tidak ingin orang lain terkena masalah karenanya, karena itu Argi memilih diam.
Satu hal yang Argi bisa simpulkan selama ia bernapas di dunia, hadirnya selama ini hanya sebagai pelampiasan. Sebagai target melampiaskan amarah dan kekesalan.
Hidupnya, tidak lebih hanya untuk itu. Dan Argi cukup sadar diri.
🍂
Argi baru saja mengeluarkan bukunya dari dalam tas kala kehadiran Savara sukses membuatnya lantas mengernyit. "Loh, kamu nggak masuk kelas?"
Savara menyunggingkan senyumnya. "Gue nggak suka pelajaran Mandarin. Kalian belajar bahasa inggris kan? Gue suka. Jadi jam pertama gue belajarnya disini."
Kedua alis Argi tertaut bingung. "Hah?"
Savara terkikik, kemudian elingak-celinguk mencari meja yang kosong. Lalu menghampiri salah satu meja yang tampaknya tidak ada yang huni.
"Nggak ada yang duduk disini kan?" tanya Savara pada lelaki berkacamata yang duduk di sebelah bangku kosong itu.
Laki-laki bername tag Alif itu menggeleng. "Sebenernya ada, cuma orangnya nggak masuk."
"Cakep!" Savara tersenyum sumringah. "Eh, Alif! Bantuin pindahin mejanya dong! Gue angkat kursi."
"He?"
Savara mendecak. "Bantuin temen sendiri dapat pahala loh!"
"Lah, emang kita temenan?"
Savara mencebik, menggerutu sendiri. Namun kemudian tersenyum lagi. "Mulai hari ini kita temenan. Emang lo nggak mau temenan sama gue?" Savara mengedipkan sebelah matanya, membuat Alif terkekeh dan menuruti keinginan gadis itu saja.
Argi hanya memperhatikan kelakuan Savara yang sedang memindahkan meja dan kursi tepat di sebelahnya. Agaknya bingung dengan maksud dan tujuan gadis itu melakukan itu semua.
"Kamu mau ngapain?"
"Mau— belajar?" Savara bertanya balik dengan raut polos. Kemudian duduk dengan anteng di bangku.
"Maksud saya, kenapa belajarnya di kelas ini? Ini kan bukan kelas kamu, kalau kamu dicari guru gimana?" Savara hanya menyengir tanpa menjawab, lalu berdesis menyuruh Argi untuk diam saja.
"Lah, Savara? Bukannya lo anak IPS ya?" celetuk salah satu siswi yang menyadari keberadaannya.
"Iya." Savara mengangguk santai. "Tapi hari ini gue mau nyamar jadi anak IPA."
Siswi yang lain tertawa mendengarnya. "Suka-suka lo, deh, Var." Savara hanya tergelak tanpa dosa.
"Kamu beneran mau belajar di kelas saya?"
Savara mengangguk anteng. "Iya. Kenapa? Belum pernah nyoba kan nyelinap di kelas orang?" kekehnya kemudian.
"Tunggu." Savara memudarkan tawanya, menyadari ada yang berbeda dari penampilan Argi.
"Loh, kenapa pipi lo biru? Itu juga bibir lo kok ujungnya luka?"
Savara mengernyit, melihat seragam Argi yang kotor. "Loh kok kotor? Kan baru aja di cuci?"
Argi gelagapan dan menyengir kaku. "Nggak pa-pa. Tadi ada sedikit masalah aja."
Argi tersenyum sekenanya. Lalu sengaja berdesis, menyuruh Savara untuk diam karena guru bahasa inggris mereka baru saja masuk ke dalam kelas.
"Tenang, nggak bakalan ketahuan," bisik Savara mendekatkan kepalanya, "masih semester baru, pasti guru nggak bakalan inget sama semua muridnya."
Argi menggeleng melihat kelakuan Savara yang ada-ada saja. Pada akhirnya membiarkan gadis itu melakukan apapun keinginannya.
"Lo suka bahasa inggris gak?"
Argi berdeham ragu dan menoleh. "Saya nggak terlalu bisa bahasa inggris."
"Lo sukanya pelajaran apa?"
"Hmm, matematika sama ilmu komputer mungkin?"
Savara membulatkan mulutnya takjub. Pelajaran yang menyangkut hitung-hitungan, sulit. Untung Savara mengambil IPS, jadi hitung-hitungan tidak terlalu banyak. Walaupun tetap ada.
"Anybody want to introduce self first?"
"Me! Me! " seru Savara bersemangat seraya mengangkat tangannya spontan. Satu kelas langsung melirik ke arahnya.
Savara berdiri sembari tersenyum semringah. "Hi guys! What's up yo'! Let me introduce my self, yes! My name is Savara Dimitri, i am beautiful and cheerful. I like... Um... Singing and jogetting akang gendang, if i say step back, step back yes."
Hening beberapa saat, sebelum kemudian terdengar gelakan tawa dari seisi kelas mendengar celetukan Savara.
"Kenapa ketawa? Pada nggak tau artinya kan? Okay, gue baik, jadi gue terjemahin deh."
Savara mulai berlagak menetralisirkan salivanya. Lalu kemudian mulai berlagak seakan sedang memukul gendang sembari berjoget.
"Akang gendang! Kalau saya bilang mundur, mundur ya. Mundur, mundur. Maju, maju. Mundur, mundur. Mundur! Semuanya! Joget! Ayo Gi, joget!"
Seisi kelas makin tergelak mendengar guyonan receh Savara. Argi hanya menyengir kaku melihat kelakuan gadis itu.
Miss Tiara mengernyit. "Loh, Kamu Savara anak IPS kan?"
"Ibu kenal saya?" tanya Savara balik.
Miss Tiara mendengus malas. "Saya ngajar kamu waktu kelas 10 semester 1. Ya kenal lah, kamu kan yang dulu pernah ajakin satu kelas bolos waktu pelajaran saya."
"Ups, ketahuan." Savara menyengir tanpa dosa.
"Ngapain kamu di kelas ini? Ini kan kelas IPA."
Savara gelagapan, melihat ke arah Argi meminta pertolongan. Argi hanya menggaruk tengkuknya bingung. Savara lalu tertawa kaku. "Loh? Ini bukan IPS yah? Wah parah nih google maps saya. Katanya ini kelas IPS, miss."
"Savara," tegur Miss Tiara menatapnya.
Savara memegang keningnya sendiri. "Saha ieu jurik yang ada di tubuh Savara! Saha woi saha!" Savara membuka mata dan pura-pura kaget. "Loh? Saya dimana ini? Saya siapa ini? Ibu siapa? Kalian siapa? Wah, maaf, kayaknya saya salah alamat, hehe. Permisi."
Savara langsung berlari keluar kelas begitu saja. Satu kelas tertawa melihat kelakuannya, sementara miss Tiara menggelengkan kepalanya. Argi tergelak pelan, tersenyum tipis.
Lalu kemudian menyadari ternyata Gava–salah satu geng Kazama–tengah memperhatikannya intens sedari tadi.
🍂
Follow instagram
@cutputri.kh
@id.akad
untuk informasi penerbitan
@argiangemantara
@kazama.abipraya
@savaradimitri
Gimana perasaan kalian baca part kali ini?
Mau ngomong apa buat part kali ini?
Ada kritik atau saran?
Ada yang ingin disampaikan buat Argi?
Ada yang ingin disampaikan buat Savara?
Ada yang ingin disampaikan buat Kazama?
Lanjut nggak?
Spam lanjut disini yuk🤭
Argi
Savara
Kazama
Terimakasih sudah membaca🍂🌈