Hola.
Gimana keadaan kalian? Sehat?
Semoga sehat semua.
Jangan lupa follow Wattpad aku.
Ngga kerasa udah part delapan belas aja.
Makanya vote terus guys.
Biar aku semangat nulisnya.
Ayok yang belum vote, vote dulu.
Hitungan ketiga udah vote ya.
1
2
3
Terimakasih yang udah vote.
Happy Reading guyss.
|
|
|
Kau tidak bisa menjudge orang jahat, itu ngga adil. Kita ngga tau siapa dia, dan bagimana dirinya.
🤘🤘🤘
Nieva berjalan diam-diam ke gudang sekolah, semenjak Nieva tau jika Bernado sering ke belakang kantin, dirinya sekarang tidak suka lagi untuk menangis disana.
Nieva duduk didekat meja dan bangku yang sudah patah dan tidak dipakai lagi. Nieva berada digudang untuk menenangkan dirinya, sebenarnya Kak Rebecca masih terus menganggunya dan mem-bully-nya.
Nieva duduk disini untuk menenangkan dirinya, luka dilengannya cukup sakit dan perih, Nieva melepaskan amarah dan tangisannya disini. Tidak peduli dengan berbunyi bel masuk, Nieva akan tetap disini sampai dirinya tenang.
"Maafin Nieva, Ma. Maaf.... Nieva hampir menjadi orang jahat, maafin Nieva yang ingin membalas kak Rebecca." Lirih Nieva sambil menangis.
Darah mengalir deras dari hidungnya, Nieva mengambil sapu tangan dari saku bajunya. Luka dilengan perih, tapi rasa bersalah Nieva cukup besar. Tadi Nieva sempat berfikir untuk membalas Kak Rebecca dengan setimpal, makanya Nieva merasa bersalah.
Lalu dia minta maaf kepada Ibu nya, Karena Ibu nya berpesan agar terus bersikap baik, dan jangan pernah membalas perbuatan jahat orang. Nieva sudah salah karena berfikir Kak Rebecca jahat, padahal itu tidak adil untuk Kak Rebecca.
Kesepian seakan menemaninya, gelap menyelimutinya, dan tangisannya menjadi saksi.
Nieva tidak akan pernah membiarkan orang lain tau apa yang ia rasakan, apa yang terjadi kepada dirinya. Ia hanya akan bersikap baik kepada semua orang, sebelum dirinya pergi dari dunia.
"Maaf, Maaf, Maaf. Nieva emang jahat, Nieva jahat, harusnya Nieva ngga pernah terlahir. Papah ngga mau adanya Nieva, Mamah pergi ninggalin Nieva gitu aja. Nieva emang orang jahat." Lirih Nieva dengan isak tangis.
"Lo ga jahat." Ujar seseorang.
Nieva mendongak. Lalu seseorang berjalan mendekatinya, uluran tangan menyambutnya.
"Diego?"
Diego mengangguk. "Lo ga adil sama diri lo sendiri kalo lo bilang diri lo jahat."
Nieva menatap mata Diego, ketulusan menyelimutinya.
"Lo ga bisa ke belakang kantin, eh sekarang malah ke gudang. Gue termasuk salah satu penghuni gudang, dari kemarin gue liatin elo terus, tapi gue cuman diem aja. Eh sekarang gue liat luka lo makin parah, makanya gue samperin elo." Jelas Diego tanpa diminta oleh Nieva.
"Kamu denger semua?"
Diego mengeleng. "Gue hanya melihat, bukan mendengarkan."
Nieva mengangguk, darah dari hidungnya sudah berhenti.
"Ikut gue yu." Ajak Diego.
Nieva menatap wajah Diego lagi. "Kemana?"
Diego mengulurkan tangannya lagi. "Ikut aja."
Nieva berdiri sendiri, Diego menarik kembali lengannya. Lalu mereka berdua keluar dari gudang diam-diam dan mengendap-endap.
"Kita mau kemana, Diego?" Tanya Nieva polos.
"Nanti lo juga tau."
Diego berjalan didepan, Nieva dibelakang masih mengikuti. Tidak jauh dari gudang, ada sebuah gudang lagi yang lebih kotor dari luar. Diego melangkah masuk kedalamnya, Nieva sebenarnya sudah tau tentang gudang ini, tapi kata murid-murid yang lain gudang ini kotor dan seram.
Diego sudah berada didalam, sementara Nieva masih ragu masuk atau tidak.
"Masuk aja, apa yang dibilang sama murid-murid disini salah." Ujar Diego santai.
Nieva melangkah masuk, dan lihat lah. Gudang ini luarnya kotor, tapi dalamnya begitu rapih dan bersih. Bagaimana mungkin sekolah tidak tau dan tidak mau mengurus gudang ini?
"Karena ini milik keluarga gue." Jawab Diego seperti tau apa pertanyaan Nieva.
"Punya keluarga kamu?"
Diego mengangguk. "Tapi orang-orang taunya ini gudang sekolah, karena ini ada diarea sekolah. Sebenarnya orang tua gue mau ngejualnya, tapi mereka ikhlasin aja buat sekolah. Eh, sekolah malah ngga ngurusnya sama sekali. Ya udah gue urus aja, karena ini hak gue." Jelas Diego.
Didalam gudang ini, hanya ada beberapa sofa, dan satu foto keluarga. Diego berjalan membuka ruangan yang ada diujung. Nieva mengikutinya dari belakang, dan saat dibuka.
Terlihat jelas, sebuah taman yang sungguh indah, bunga-bunga bermekaran disana, ada kelinci berlari kesana-kemari, gemercik air terdengar suaranya membuat nyaman. Nieva tersenyum manis melihat taman yang indah, dan membuatnya nyaman.
Nieva duduk dirumput taman, lalu menutup matanya, angin membelai rambutnya, senyuman seketika terajut cantik dibibirnya.
Diego yang berdiri tak jauh dari Nieva, merasakan jantungnya berdetak lebih cepat, lalu senyum tulus hinggap dibibirnya.
Kupu-kupu berterbangan kesana kemari, lalu satu kupu-kupu hinggap di kepala Nieva, Nieva masih menikmati hembusan angin, tidak peduli dengan sekitarnya.
Nieva mendengar gemercik air yang menenangkan, rumput yang lembut saat ia menyentuhnya, angin yang membelai rambutnya. Dan saat Nieva membuka mata, kupu-kupu berterbangan kesana kemari, indah sekali.
Nieva berdiri, lalu menghampiri Diego. "Makasih."
Diego menahan nafasnya, jantung berdebar kencang. "Untuk?"
"Ini" jawab Nieva sambil memperhatikan sekitar dengan senyum yang menawan.
Diego tertawa. "Sama-sama."
"Go, aku bolehkan kesini kalo aku lagi sedih?" Tanya Nieva.
Diego menatap Nieva, lalu mengangguk. Lalu menyerahkan satu kunci kepada Nieva. "Lo pegang satu kuncinya, gue satu."
Nieva terkagum-kagum melihat Diego memberikan kunci gudang ini. Nieva loncat senang, lalu langsung memeluk Diego. "Terimakasih, terimakasih." Ujar Nieva senang.
Diego merasakan debaran itu saat Nieva memeluknya, hatinya menghangat.
Nieva melepas pelukannya dari Diego. "Eh, maaf."
"Tolong lo jaga juga, gue sekarang jarang kesini karena gue lebih sering kerumah Brilian. Lo kalo mau kesini ga perlu lewat gerbang sekolah. Lo tinggal lewat pintu disana." Tunjuk Diego pada pintu yang berada diujung taman, Nieva berjalan kearah pintu itu, lalu membukanya, ia melihat jalan besar yang tidak jauh dari gerbang sekolahnya.
"Aku bakal ngurus taman ini dengan baik. Emangnya teman-teman kamu ga tau kalo kamu punya taman dan rumah disini?"
Diego mengangguk. "Cuman Bernado."
"Terus Brilian sama Nanta ngga?"
"Mereka ngga pernah nanya."
"Bernado jarang kesini?"
Diego mengeleng.
"Kamu tinggal sama siapa di apartemen kamu?"
Diego tersenyum menatap Nieva, ternyata Nieva banyak omong juga. "Sendiri."
"Terus kalo laper kamu makan apa? Siapa yang masakin? Kamu punya uang dari mana?"
Diego mengacak-acak puncak kepala Nieva. "Kakek sama Nenek aku masih hidup Nieva, mereka yang jalanin bisnis orang tua aku. Aku kalo makan tinggal beli."
"Emang orang tua kamu kemana?"
Diego membeku. "Udah pergi selama-lamanya dari dunia ini." Jawab Diego datar dan dingin.
Nieva menutup mulutnya, Nieva tidak tau jika orang tua Diego sudah meninggal. "Maaf."
"Gapapa, lo pasti ngerasain apa yang gue rasain kan? Ibu lo juga udah ngga ada."
Nieva mengangguk.
🤘🤘🤘
Beatrisa
Bernado
Hola.
Jangan lupa follow ig @fakboy.fakgirl
Gimana sama part ini?
Suka ga? Mudah-mudahan suka ya.
Kalian tim mana?
#BernadoBeatrisa
#BernadoNieva
#BratvaNieva
#RastaBeatrisa
#BernadoOlive
#BratvaRebecca
Komen guys kalian tim mana.
Sampe ketemu Sabtu depan.
Jangan lupa Vote.
Follow Instagram aku ya.
See you.