Guess Who's The Psycho [S1]...

By aimmursida

5.5K 761 64

[TAMAT] Kisah anak SMA yang tiba-tiba mempunyai banyak misi sambil mencari tau siapa dalang dari semua ini. T... More

SAMPUL
PROLOG
(she/he) Comes Again
8 + 1
Game or Hell?
All About Rain
Hidden People
8 + 1 + 1
Help and Kill
Theory
Don't You Ever See Me!
Where is Your Pin?
1234567.7654321
The Last Member
Tell Me Your Problem
Bloody Lock
The Day
New Terror
Why?
Two Chains Into One
Calm in Silence
Points When Lying
One Suspect, Eliminated...
First Truth
Memory Card
Target, Confirmed...
Stay Alive?
Diary
Rilia's Game
Can I Believe This?
Location
Feel Different
Bad Attitude = DEAD
A Little Bit More
I'm Done...
ANNOUNCEMENT

Three Suspects

115 19 0
By aimmursida

[Rabu, malam]

Ia tersenyum kepada lima polisi itu setelah sampai di lokasi.

"Jangan pernah coba-coba untuk memindahkan keluarga kalian. Karena itu nggak ada gunanya." katanya to the point sambil menunjukkam sebuah foto yang ia ambil dari kamar hotel. Mereka semua terkejut.

"Kalian bukan targetku, jadi santai saja. Cukup berikan apapun yang aku mau, kalian dan keluarga kalian akan aman." ucapnya dan langsung masuk ke dalam rumah itu, tapi ia meminta polisi bernama Aditya untuk menemaninya. Lalu mereka berdua naik ke atap dan akan memulai penelusurannya tentang jalan rahasia kedua.

Sebenarnya ia masih syok, karena jalan rahasia kedua yang tidak polisi ungkapkan di televisi ternyata merupakan ruang bawah tanah di mana tangga menuju ke bawah ada di dalam tandon air yang sama sekali tidak ada airnya. Malam ini ia akan berusaha mencari bukti yang tidak ditemukan oleh polisi.

"Aku memintamu untuk menemaniku karena kamu yang paling muda di antara mereka." ucapnya. Aditya hanya melihat ke arah maskernya saja ketika diajak berbicara, karena terlalu takut untuk menatap mata lawan bicaranya itu.

"Ini ujungnya?." tanyanya, Aditya mengangguk lalu membukakan tempat keluarnya.

"Wah." gumamnya saat mengetahui dengan langsung bahwa jalan keluar dari ruang bawah tanah ini adalah salon tempat terjadinya pembunuhan pada senin dini hari.

"Jalan ini hanya dilewati satu kali saja. Sebelum penggerebekkan, jalan ini tidak pernah digunakan. Mungkin pernah, tapi sudah sangat lama tidak digunakan lagi." jelas Aditya.

"Apa tidak ada apapun di sini?." tanyanya sambil menunjukkan ke arah dalam salon. Aditya mengangguk.

"Itu artinya dia meninggalkannya di ruang bawah tanah."

"Tapi jalan di bawah hanya lurus dan sempit, tidak ada celah-celah."

"Itu yang harus kita cari." jawabnya santai lalu menutup pintu dan kembali menyusuri jalan ruang bawah tanah sambil meneliti atap dan lantainya. Tapi kemudian ia berhenti.

"Ku rasa atas dan bawah adalah suatu kewajaran." ucapnya.

"Lalu kamu fikir itu adalah dinding?." tanya Aditya. Lawan bicaranya itu mengangguk. Keduanya langsung bertindak cepat. Ia memeriksa dinding bagian kanan dan Aditya dinding bagian kiri.

"Kenapa kamu mendorongnya?." tanyanya pada Aditya.

"Bukankah biasanya pintu dari ruang rahasia itu bisa didorong?."

"Tidak selalu." jawabnya sambil menggeser dindingnya. Aditya terkejut. Dinding itu benar-benar tergeser dan memperlihatkan beberapa rak seperti lemari. Hanya ada satu benda di dalam sana.

"Ini tas mahal." kata Aditya. Sosok berjaket hitam ini hanya tertawa. Bukan karena Aditya, tapi karena tas itu. Dia jelas mengenal tas itu. Lalu ia mengambil alih tas tersebut dan membukanya.

"Ish." gumamnya sambil mengambil sebuah baju tidur yang teramat sexy. Sudah pasti ia mengenakannya hari itu.

Tuk..tuk..tuk..
Suara benda kecil yang terjatuh. Ia mengambilnya dan tersenyum sangat senang.

"Pin? Sekolah Menengah At..." Aditya tidak melanjutkan kalimatnya. Jelas itu adalah sekolah tempat Gandi mengajar.

"Urus semuanya." katanya sambil pergi terlebih dahulu.

Saat  berjumpa lagi dengan keempat polisi teman Aditya itu, ia hanya melambaikan tangan dan pergi dengan membawa rasa bahagia yang ada. Di belakang tampaknya Aditya memberi penjelasan kepada empat orang tersebut.

"Aku berguna bukan?!." tanyanya yang menyempatkan diri untuk berbalik badan.

⇨⇨🔍🔍🔍🔍⇦⇦

[Kamis, pagi]

Dinda sangat bersyukur karena pintu Gally kali ini tidak terkunci, lalu ia masuk ke kamar Gally dengan pelan-pelan sambil berharap Byan tidak merasakan hawa-hawa keanehan. Dinda menyingkapkan selimutnya sambil membungkam mulut Gally untuk berjaga-jaga jika Gally terkejut.

"Sstt, Gal! Bangun heh!." perintahnya sambil berbisik.

"Mmmmm" Gally membelalakkan matanya karena terkejut dengan wajah kakaknya yang sedekat ini. Dinda meletakkan jari telunjuknya di bibirnya sendiri sebagai tanda isyarat.

"Kak Dinda mau ngapain?." tanya Gally pelan.

"Tentang selasa malam, yang di rumah dekat toko itu." kata Dinda to the point. Tepat setelah Dinda menyelesaikan kalimatnya, Gally langsung duduk dan bersiap untuk menyimak.

"Kakak punya temen, polisi. Katanya, waktu kita lewat situ, sebenernya ada lima polisi yang lagi jaga." jelasnya.

"Perasaan nggak ada deh, sepi."

"Makanya itu. Maaf ya, kakak awalnya nggak percaya kalau kamu lihat seseorang di atapnya."

"Nggak papa, wajar kak Dinda nggak percaya. Ta--tapi, polisinya baik-baik aja?." tanya Gally. Dinda langsung mengangguk.

"Rabu pagi mereka kembali ke kantor polisi dengan selamat." jawabnya. Kemudian terdengar pintu kamar Byan terbuka.

"GAL! BANGUN!." Dinda mendadak akting.

"IYA IH SANA, NTAR LAGI." jawab Gally yang dengan cepat mengerti suasana. Lalu Byan lewat dan berhenti di depan pintu.

"Urus tuh Gally, kakak mau nyiapin makanan dulu." kata Dinda kepadanya. Byan pun menurutinya tanpa rasa curiga.

Selanjutnya di ruang makan, suasana dingin kemarin tidak terpancarkan lagi di antara Dinda dan Gally. Sedangkan Byan yang sibuk mencari berita terbaru mendadak mematikan televisi karena sama sekali tidak ada berita.

"Nggak ada?." tanya Gally.

"Hm."

"Tumben?." tanya Dinda. Lalu kedua adiknya itu mengangkat kedua bahunya kompak.

Kemudian semuanya terjadi seperti biasanya, Dinda akan pergi terlebih dahulu lalu disusul oleh Byan dan Gally. Sewaktu diperjalanan mereka merasa seperti kembali ke setahun belakangan, di mana tidak ada berita aneh yang muncul di daerahnya. Tapi siapa sangka? Dibalik satu tahun kebahagiaan milik orang-orang ada satu orang yang memendam rasa sedihnya sendirian.

Ketika memasuki kelas, Edrian selalu menjadi orang pertama yang datang. Ia menyapa Gally singkat lalu duduk dan fokus kepada ponselnya lagi. Tentu saja ia bermain.

"Bidadari datang dalam hitungan ke 3,2,1." kata Edrian

"Bukan bidadari Nadine." sahut Iris tiba-tiba sambil berjalan menuju bangkunya. Edrian tidak percaya, ini kegagalan pertama kalinya.

"Ini pertanda buruk." kata Edrian.

"Apa sih? Cuma salah tebak doang. Masa iya nyambung ke pertanda buruk." Byan menyela.

"Emang bener ya kata Nadine. Kamu ansos. Huuu."

"Tuh bidadari beneran." kata Iris pada Edrian. Edrian hanya tertawa kecil.

"Nggosip aku?." tanya Nadine. Semuanya menggeleng kompak.

"By the way, hari ini aman kan?" tanyanya sambil duduk di kursinya sendiri.

"Sepertinya." jawab Iris. Lalu mereka berempat mengobrol tentang apa saja yang terlintas di dalam pikirannya, teman-temannya juga satu per-satu mulai masuk ke dalam kelas. Hingga tiba saatnya jam mata pelajaran pertama dimulai. Tapi, setelah guru mereka masuk, ia tak kunjung memberi salam dan ekspresi wajahnya merupakan campuran antara kecewa dan marah. Byan yang merupakan ketua kelas mencoba untuk setenang mungkin.

"Beri salam."

"Selam---"

"Kumpulkan ponsel kalian." ucap Sheli--guru mereka, setelah memotong salam dari murid-muridnya itu. Dengan rasa penasaran yang ada, mereka tetap maju dan menyerahkan ponsel mereka masing-masing.

"Kalian pikir ketika kalian sudah keluar dari arena sekolah, kalian bebas ngapain aja? Enggak! Kalian tetap membawa nama baik sekolah." ucapnya. Sontak semuanya saling pandang.

"Eh masuk-masuk, guru kalian sebentar lagi datang." kata kepala sekolah tiba-tiba di luar kelas. Ia diam sejenak untuk memastikan bahwa murid-muridnya itu benar memasuki kelas dan tidak ada satu pun yang ada di luar. Kemudian, ia masuk ke kelas Byan.

"Ketua kelas, bisa menyalakan televisi?." tanyanya. Byan pun mengangguk sopan dan langsung maju untuk menyalakan televisi kelas lalu duduk kembali.

Hening, semuanya fokus ke layar televisi dengan remote yang dipegang oleh kepala sekolah.

"Baik, selamat pagi. Saya..."

"Dengarkan baik-baik." perintahnya. Semuanya mengangguk.

"...mengabarkan laporan terbaru dari kepolisian. Setelah menjelaskan bahwa tidak ada bukti yang tertinggal dari pihak wanita saat penggerebekan terjadi, hari ini ternyata mereka membawa beberapa bukti yang ditemukan di ruang bawah tanah. Total ada tiga bukti, yaitu..."

Mereka menyimak dengan setengah cemas.

"...sebuah baju..."

Mereka memberi efek buram.

"...sebuah tas..."

Byan dan Edrian melihat ke arah Iris dan Nadine. Sedangkan Iris dan Nadine sendiri saling menatap sambil mengerutkan keningnya.

"...pin seragam Sekolah Menengah Atas Bintang Lima..."

"Ka--kal--kalian?." Edrian terbata-bata. Iris dan Nadine menggeleng sambil ingin menangis.

"Kami akan mengintrogasi kalian bertiga." ucap Sheli yang masih berdiri di samping kepala sekolah itu.

"Tiga?." tanya teman-teman Byan dengan pelan tetapi karena kecemasan mereka semua, sangat terlihat jelas keributannya.

"Nadine..."

"Bukan saya." jawab Nadine sambil menangis.

"Iris..."

Ia memijat kedua pelipisnya.

"Aeril..."

--------------------
◆ Guess Who's The Psycho?
◆ Siapa hayo wkwkwkwkwkwk

Continue Reading

You'll Also Like

THEORUZ By L I L Y

Teen Fiction

16.1M 1.5M 54
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
103K 12.7K 20
Jarvis : "Dek dipanggil Bunda, tuh di suruh bangunin yang lain." Harvis : "Bunda nyuruh gue atau lo-nya aja yang males?" Naresh : " Anjir Reyhan tidu...
318K 21.7K 38
Disatukan dengan murid-murid ambisius bukanlah keinginan seorang Keyla Zeara. Entah keberuntungan apa yang membuat dia mendapatkan beasiswa hingga bi...
2.4M 447K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...