Bagaimana jika hatimu patah? Sakit bukan, bahkan untuk sekedar mengambil napas terasa sangat susah! Dengan itu. Nikmatilah apa yang sudah jadi pilihanmu.
"Kak...kok Ale belum bangun juga sih? Apa dia gak kangen sama gue? Apa dia...gak mau tahu soal dia bakal punya anak?"
"Sabar. Gue yakin kok Alevan bakal bangun dan dia pasti bakal seneng banget lo hamil Sha!"
Sudah terhitung dua minggu Alevan koma bahkan Arsha hampir menyerah dan hendak mencabut alat penopang hidup Alevan, keluarga pun sudah hampir parsah namun tidak dengan Alesha! Dia yakin bahkan sangat yakin Alevan tidak akan berani meninggalkan dirinya dan calon anaknya, amit-amit kalo itu sampe kejadian.
"Alesha" panggil Arsha yang sudah berdiri dihadapannya yang disampingnya ada Raidin.
Arsha menatap Alesha sayu dokter itu seakan ingin lari saja melihat Alesha seperti ini membuatnya tidak sanggup, Alesha langsung melepas pelukan Diana kemudian berdiri menatap Arsha dengan mata memerah.
"Om Raka, tante Alena sama...orangtua kamu udah setuju..." kata Arsha menggantung.
"Setuju apa?"
AUTHOR DEG-DEGAN WOY
Arsha menghela napas gusar menatap Raidin, Raidin yang merasa ditatap oleh Arsha tersenyum simpul sembari menepuk punggung Arsha membuatnya yakin.
"Kalo...kalo alat penopang hidup...Alevan dicabut" ujar Arsha berat hati.
Serasa disambar petir didalam gedung dada Alesha seketika sakit, yang ada dalam pikirannya sekarang kenapa bisa Raka dan Alena serta orangtuanya setuju? Tapi Alesha juga berhak menolak karena dia istrinya!.
"Enggak! Kak Arsha gak boleh cabut alat penopang hidup Ale! Gak boleh!" tolak Alesha bersamaan dengan cairan bening yang keluar dari kedua netranya.
Raidin langsung berdiri dihadapan Alesha dan memegang kedua bahu adiknya itu. "Mamah sama Papah emang udah setuju Sha, tapi lo yang harus tanda tangan surat persetujuan karena lo istrinya"
Alesha kemudian menatap Raidin dengan tatapan lekat dan berkata, "Kakak mau aku tanda tangan?...tapi aku gak mau dan gak bakal ada yang tanda tangan!" setelah itu Alesha langsung masuk kedalam ruang ICU.
***
"Ale...kamu bangun, ya sayang?" Alesha langsung mengambil tangan Alevan yang diinfus kemudian langsung dia taruh diperut ratanya. "kamu bangun! Bukan buat aku tapi buat dia Le!"
Terdengar suara kenop pintu terbuka yang menampilkan Arsha dengan perawat serta Raidin yang ada dibelakang mereka, Alesha tahu apa maksud tiga orang itu datang kesini dan sudah Alesha putuskan mereka tidak akan mudah membuat Alevan pergi dari sisinya.
"Kalian mau apa? Aku udah bilang aku gak akan tanda tangan surat itu!"
"Sha...inget selain Alevan itu suami lu, dia juga adek gue" ujar Raidin yang sudah berdiri disamping gadis itu. "jadi gue juga berhak tanda tangan persetujuan rumah sakit buat cabut alat penopang hidup Alevan!"
Plakk
Alesha langsung menampar pipi Raidin yang menimbulkan rasa perih yang menjalar kesekitar wajah tampan cowok jangkung berbadan proposional itu, Alesha langsung menunjuk Raidin dengan telunjuk tangannya menatapnya juga dengan tajam.
"Dia suami aku!! Dan kak Raidin gak mikir apa? Ale bukan sekedar suami aku juga sekarang" ucap Alesha. "tapi dia ayah anak aku kak, aku gak mau dia lahir dan besar tanpa ayah"
Raidin terdiam menatap Alesha dengan lekat, kemudian dia menatap Arsha yang sedang menunggu perintah darinya untuk segera mencabut alat penopang hidup Alevan.
***
"Kak...bisa gak lu kasih waktu sampe besok?"
Arsha yang mendengar itupun tersenyum simpul dan mengangguk, jujur dia juga tidak sanggup untuk mencabut alat penopang hidup Alevan dan mendengar bahwa Alesha sedang mengandung menjadi tambahan bebannya untuk mencabut alat tersebut.
"Sha kit-"
"Gue gak mau! Gue mau disini" potong Alesha tanpa menatap wajah sang kakak ipar.
Raidin menghela napas pasrah lalu mengangguk kemudian dia pergi keluar ruang ICU meninggalkan Alesha dengan Alevan, Raidin tidak marah tidak sama sekali! Dia mengerti perasaan Alesha sampai menamparnya. Istri mana yang sangup menerima kenyatan pahit seperti yang Alesha alami sekarang.
#skip
"Ale kamu gak sayang, ya sama aku?" monolong Alesha menatap kosong kearah Alevan. "kamu gak kangen sama aku? Aku pengen ngasih kamu suparise nih. Bangun dong" lanjutnya sambil menggenggam tangan Alevan.
Sementara diluar ada teman-teman Alevan dan Alesha, mereka mendengar semua yang Alesha utarakan dan itu membuat Jingga, Riani dan Laura sedih.
"Felycia keterlaluan! Dia emang bukan manusia! Dia hewan!" umpat Jingga dengan sorot mata emosi.
Abian langsung merangkul Jingga sambil mengelus lengan gadis itu. "Gak usah emosi Jin, sekarang kan tuh anak udah dipenjara dan dia gak bakal gampang menang dipengadilan nanti" ujar Abian yang diangguki oleh Jingga.
"Iya. Gak segampang itu mereka menang lawan Alevan, keluar dari Alevan itu anak om Raka" seloroh Angga.
"Tapi guys, gue kasihan tahu sama Felycia udah nanti dipenjara, kakaknya pasti bakal kena pecat sama om Raka" ujar Riani sambil mengerucutkan bibir bawahnya.
Jingga tertawa miris mendengar penuturan Riani barusan. "Lo kasihan sama manusia rasa binatang itu Ri? Kalo gue sih kaga. Ngapain spesies sejenis Fely itu dikasihanin" ketusnya.
"Ya...iya sih Jin, tapi yang kena imbasnya itu bukan cuman Fely aja. Tapi reputasi orangtua dan nama baik kakaknya Fely yang dikenal sebagai karyawan terbaik diperusahan Wardhana juga" kata Laura yang daritadi diam.
***
"Gue gak habis pikir sama lo Din...bisa-bisanya lo tanda tangan surat persetujuan itu!" bentak Diana menatap Raidin tidak percaya.
"Gue cuma ngelakuin apa yang harus dilakuin Alesha Di, itu aja"
"Ya tapi gak kaya gini caranya! Punya otak gak sih lo!!" sentak Diana menunjuk wajah Raidin.
Raidin mengerjapkan kedua netranya karena dia baru menyadari Diana sedang marah serem juga, ya? Tapi dia mengerti karena tindakannya untuk mencabut alat penopang hidup Alevan sangat salah tapi kalau kondisi sekarang adalah 'Terserah Tuhan' mereka bisa apa?
#skip
Alesha masih betah didalam ruang ICU dia dengan wajah yang tidak lelah terus menatap wajah Alevan dengan lekat sesekali menyisir poni pria itu, tidak terpikir sama sekali dalam otaknya Alevan akan pergi dan dia tidak akan membiarkan Raidin dan Arsha mencabut alat penopang hidup Alevan. Alesha tidak peduli jika seluruh orang sudah menyerah dan pasrah akan keselamatan Alevan tapi dia yakin suaminya ini sangat menyayangi dirinya dan anaknya.
Alesha kemudian mengambil tangan Alevan lalu menggenggamnya erat, menciumnya dan menaruh dipipinya ditatapnya wajah damai Alevan yang sedang tertidur ingin rasanya Alesha menggantikan posisi Alevan.
"Ale...aku sayang sama kamu, bangun dong aku kangen nih. Aku..." kata Alesha terpotong karena menahan tangis.
***
Alevan menatap sekitar dia sedang ada disebuah taman yang sangat indah, dengan bunga yang mengelilingi sepanjang jalan yang terbuat dari berlian dan emas. Alevan sangat terpukau dengan tempat yang dia lihat sekarang.
Ditengah jalan Alevan mendengar suara seperti gadis sedang menangis dan Alevan sangat kenal dengan suara itu. "Echa!" Alevan langsung berlari menuju asal suara itu.
Alevan berhenti ditepi danau dan melihat seorang gadis dengan rambut pendek dibawah telinga dan seorang anak kecil laki-laki, perlahan tapi pasti Alevan mendekati mereka dan terkejut saat melihat ternyata itu adalah Alesha.
"Echa!" kaget Alevan melihat gadisnya menangis. "kamu kenapa? Kok nangis?"
"Pulang Le hiks...bukan buat aku tapi buat dia"
Alevan menatap anak kecil itu dengan lekat sementara anak itu tersenyum menatapnya dan berkata, "Pulang, ya pah. Kasihan bunda nangis terus"
Alevan mengernyit kenapa anak itu memanggilnya dengan sebutan papah? Apakah dia adalah anaknya? Itu yang ada dalam pikiran Alevan sekarang.
"Pulang Le...demi aku, mamah, papah, kak Raidin, bunda, ayah, kak Diana. Dan Alevran"
#skip
Alesha kembali menitihkan air mata kenapa disaat dia harusnya bahagia dengan Alevan malah seperti ini? Disaat dia ingin memberitahu kalau sebentar lagi kamar sebelah yang sengaja Andara dan Raka kosongkan itu akan segera menjadi kamar bayi.
***
"Kamu jahat Le...kamu jahat! Kamu gak sayang sama aku! Hiks..hiks...aku mau kamu bangun Le aku mau kamu hiks..hiks"
Selang beberapa detik kenop pintu terbuka dan ternyata itu adalah Tari dia disuruh Arsha menghampiri Alesha karena ada hal yang perlu dia bicarakan, kenapa bukan Raka atau Alena? Karena Alesha istri Alevan dan dia lebih berhak tahu duluan.
"Mbak Alesha bisa keruangan pak Arsha?"
Alesha langsung menghapus sisa air mata tanpa menoleh kearah Tari Alesha bertanya, "Mau apa?"
"Emm...saya gak tahu deh mbak"
Alesha mengangguk dia mencium tangan, pipi kiri dan kening Alevan lalu keluar ruangan itu untuk menghampiri Arsha.
#skip
"Kenapa kak Arsha panggil aku?" tanya Alesha yang sudah duduk dikursi sebrang Arsha.
"Alesha...kamu harus terima kalo-"
"Gak!" potong Alesha sambil memalingkan wajahnya. "mending kak Arsha gak usah jadi dokter. Kalo gampang nyerah dan ngambil keputusan buat cabut alat penopang hidup Ale gitu aja" lanjutnya sembari menghapus air matanya dengan kasar.
"Sha...gue ngambil keputusan ini karena emang gak ada yang bisa dilakuin lagi"
Alesha langsung menatap Arsha dengan tatapan susah diartikan. "Gak ada yang gak mungkin! Aku yakin kok Alevan bakal bangun"
Arsha diam mendengar penuturan Alesha, seyakin itukah dia? Wow Arsha sangat kagum dengan gadis dihadapannya itu.
***
"Van...lo bangun dong, si Alesha kasihan njir nungguin lu terus"
"Iya Van...lu gak kangen sama bini lu tuh hah?"
Angga dan Riani sekarang sedang ada didalam ruang ICU mereka bergantian masuk karena kata Arsha maksimal hanya boleh dua orang saja, Riani yang duduk dibangku samping ranjang Alevan terlihat sangat sedih melihat kondisi Alevan sekarang.
"Gue baru liat Alevan sepucet ini Ngga. Dia masih bisa denger kita ngomong gak, ya?"
"Ya masih bisalah, kalo dia udah gak bisa denger kita itu tandanya dia udah is dead"
Riani langsung mencubit perut Angga kesal. "Ngomongnya! Amit-amit cabang bayi anjir gue" ujar Riani.
"Heheh...sorry Ri lagian lu nanya kek begitu"
Riani mendengus kesal kenapa Alevan dan Aldiro ditambah Abian betah berteman dengan manusia spesies seperti Angga ini? Heran :v
#skip
"Sha...kita kekantin yuk. Lu kan harus makan" ajak Laura namun ditolak oleh Alesha.
"Gue pengen disini, gue gak mau kak Arsha sama timnya dateng dan cabut alat penopang hidup Ale" ujar Alesha menatap lurus kedepan dengan tatapan kosong.
Laura, Riani, Jingga serta para cowok saling tatap dan menghela napas pelan, kemudian entah darimana dan sejak kapan Diana datang bersama Raidin.
***
"Sha...sekarang yang lu harus pikirin itu bukan diri lu sendiri" kata Diana sambil duduk disamping adiknya. "tapi juga dia, lu makan bukan buat lu doang....tapi buat dia" lanjutnya sambil mengelus perut rata adiknya.
Alesha terdiam menunduk kemudian menatap sang kakak lalu mengangguk, benar kata kakaknya didalam dirinya sekarang sudah ada satu nyawa untuk dia rawat jadi mau tidak mau dia harus makan.
"Nah gitu dong, Jingga lu jaga Alesha, ya? Kalo dia makannya dikit paksa aja"
"Siap kak"
Setelah itu mereka langsung pergi menuju kantin, Raidin pergi entah kemana mungkin ketoilet atau kekantin Diana tidak tahu dan tidak peduli.
#skip
"Kak...kenapa mukanya tegang?" tanya Alesha yang habis dari kantin.
Diana dan Raidin saling tatap kemudian Raidin perlahan mendekat kearah Alesha dan memberitahu kondisi Alevan yang sebenarnya. "Setelah lu sama yang lain kekantin. Gue sama Diana...masuk dan gak lama...Alevan kejang gak tahu kenapa"
Deg...
Serasa disambar petir duapuluh kali tubuh Alesha seketika menengang dan seakan tenaganya diserap oleh jin. "Kak Raidin jangan bercanda kak"
"Apa muka gue keliatan lagi bercanda?"
Alesha langsung terduduk dilantai karena tanaganya sudah tidak ada entah pergi kemana, Jingga langsung membantu Alesha berdiri dan menuntunya duduk dikursi dekat ruang ICU.
"Kalo sampe Alevan kenapa-napa gue bakal bikin perhitungan!" celetuk Angga.
Aldiro menatap dengan mengangkat sebelah alisnya. "Perhitungan kesiapa?"
"Ke TUHAN karena dia udah ambil Alevan tanpa seizin gue!"
Wajib vote dan komen!!!
Monmaap ngaret karena tugas dari sekolah numpunk udah kek cucian tiap bulan :v
Warning!!!
Typo bertebaran dimana-mana
Sampai bertemu dipart 39:)
Kapan tamatnya woy lama batt dah :v