.
.
.
.
♡HappyReading♡
•••••
Pagi hari tiba. Hewan-hewan ajaib mulai keluar mencari makanan atau hanya sekedar minum di danau. Udara sejuk segera menerpa kulit Aulia dan teman-temannya kala mereka keluar dari rumah kaca.
"Udara disini sangat sejuk. Suasananya juga damai, aku merasa tidak rela meninggalkan tempat ini."
Disa hanya bisa tersenyum mendengar komentar Rose tentang lingkungan tempat tinggalnya. Mereka sedang duduk di bawah pohon sambil menghadap kearah danau. Sebelumnya mereka tengah tidur namun Lily membangunkan mereka, Ia mengatakan tubuh mereka membutuhkan udara segar hingga mereka berakhir disini.
"Meli dimana?"
"Aku sudah membangunkannya. Tunggu sedikit lagi,"
Mereka mengangguk kemudian mengalihkan pembicaraan dengan topik yang lain. Pembicaraan yang terus berlanjut berhenti kala mereka menangkap sosok Meli yang tengah berjalan ke arah mereka.
"Bagaimana keadaanmu?." tanya Lily kala melihat raut wajah Meli yang nampak tidak bersemangat.
"Baik." balas Meli tanpa menatap Lily. Ia menatap danau di depannya. "Mengapa kau mengajakku kesini?"
"Menenangkan pikiran."
"Aku tahu itu bukan tujuan yang sebenarnya."
Sejenak mereka semua terpaku, sedetik kemudian kekehan kecil Rendi memecahkan keheningan. "Kau selalu langsung pada intinya." ungkapnya di selingi dengan senyuman.
"Itulah aku." Dengan ringan Meli menganggukkan kepalanya, mengakui kebenaran dari apa yang Rendi ungkapkan.
Mereka yang mendengarnya hanya bisa menggeleng. Sementara Disa menahan kedutan di sudut bibirnya, Ia belum pernah bertemu dengan orang yang memiliki temperamen seperti itu, tidak suka basa-basi.
"Kami mengajakmu kesini untuk mendiskusikan sesuatu."
Mata yang semula menatap danau beralih ke arah pemilik suara sebelumnya, "Diskusi?"
"Diskusi untuk perjalanan selanjutnya."
Kedua alis Meli menyatu bersamaan dengan lipatan-lipatan di dahinya. Sebelumnya mereka tidak pernah mengadakan diskusi untuk setiap perjalanan yang akan mereka lalui, namun mengapa sekarang mereka tiba-tiba meminta untuk mengadakan diskusi?.
Memikirkan hal itu Meli segera menatap Lily, mengetahui niat itu Lily dengan ringan mengangguk. Mendapati persetujuan, Meli tanpa mengatakan apapun segera menggali pikiran Lily, tidak butuh waktu lama Ia telah mengetahui penyebabnya.
"Kalian terlalu menganggap serius ucapan Kak Aldo." Meli mengangkat bahu dengan acuh, "Dia tidak serius mengatakan hal itu." Walaupun kata-katanya terdengar seperti menghibur namun ekspresi wajahnya tetap sama, datar dan dingin namun tenang.
Aulia mendengus dingin. "Walaupun Kak Aldo tidak serius aku tidak peduli!. Sekarang yang aku inginkan adalah melakukan diskusi dan melawan segala bahaya bersama-sama."
Meli menatap Aulia dengan malas meskipun begitu Ia akhirnya mengangguk. Sontak Aulia dan yang lain segera berseru dengan senang, "Kalau begitu tunggu apalagi?"
Ekspresi mereka berubah yang semula senang kini menjadi serius. Mereka membahas perjalanan mereka untuk ke ruangan terakhir, ruangan tua. Mereka tidak perlu susah payah mencari gerbang tua karena Meli sudah memegang buku yang mengetahui setiap letak gerbang untuk menuju ruangan.
Setelah diskusi berakhir dengan ragu-ragu Disa menatap gadis dingin yang ada di depannya, perasaan takut menyelinap di dalam hatinya namun Ia menekannya, tekadnya telah bulat!.
"Meli"
Meli yang sedang memakan buah di tangannya menoleh kemudian mengangkat sebelah alisnya tanpa berniat menjawab panggilan itu.
Disa tersenyum pahit, dari awal pertemuannya dengan gadis itu Ia sudah tahu kepribadiannya yang dingin dan acuh tak acuh jadi Ia tidak tersinggung mendapat respon seperti itu.
"Bolehkah aku ikut dalam misi kalian?."
Ucapan Disa berhasil menciptakan kernyitan di dahi Meli. Bukan hanya Meli yang lain juga ikut menatap Disa dengan aneh, bukankah lebih baik untuknya tinggal di tempat yang keamanannya sudah terjaga? lalu kenapa Ia memilih untuk ikut bersama mereka yang jelas-jelas akan menghadapi bahaya setiap saat?.
"Berikan aku alasan untuk membawamu pergi bersamaku?" Meli bertanya dengan ringan, Ia melanjutkan aktivitasnya memotong buah yang ada di tangannya.
"Aku hanya ingin pergi." Disa menjawab dengan jujur. Ia hanya ingin pergi, selain itu tidak ada alasan yang lain.
Meli memakan buah yang sudah Ia potong, matanya masih tenang. "Kalau begitu, kau tidak pantas untuk ikut dengan kelompokku." ucapnya dengan santai.
"Meli, jangan seperti itu." tegur Aulia kala melihat raut wajah Disa yang menjadi sedih.
Dengan malas Meli melambaikan tangannya memerintahkan Aulia untuk diam membuat gadis itu cemberut, "Menyebalkan" dumelnya.
Seolah tidak mendengar dumelan Aulia, Meli masih bersikap santai. Mata gold-nya menyapu wajah Disa, "Apa kau pikir kekuatanmu saat ini pantas untuk permintaanmu?."
Mereka semua sontak memandang Meli dengan tertegun. Aulia bahkan menatap Meli dengan tajam, Ia jelas mengerti makna dalam ucapan Meli. Secara tidak langsung Meli mengungkapkan bahwa kekuatan Disa terlalu rendah hingga tidak mungkin untuknya bergabung di kelompok mereka. Namun yang membuat Aulia tidak mengerti, sejak kapan Meli menjadi begitu sombong?.
"Meli apa kau lupa Disa yang telah membantu kita?." Rose merendahkan suaranya untuk menekan kekesalan yang ada di hatinya.
Senyum tipis yang jarang terlihat terukir namun senyum itu memberikan kesan yang berbahaya. "Jadi apa?. Bukankah rumah kaca bisa di anggap sebagai balasannya?. Lagi pula bahkan jika tanpa bantuannya aku tidak akan mati."
Walaupun kalimatnya membuat wajah yang lain berubah gelap Meli masih bersikap santai. Yang Ia ucapkan adalah fakta, walaupun Disa tidak menolongnya Ia tidak akan mati, dan untuk masalah tempat tinggal jangan lupakan istana yang ada di ruang angkasanya.
Ia memerintahkan Tinkerbell untuk mencari bantuan hanya karena Ia merasakan keberadaan seseorang di ruangan ini sejak pertama kali Ia datang, jika bukan karena itu Ia tidak akan memerintahkan Tinkerbell.
"Meli!" Lily berteriak dengan marah. Dia memang seseorang yang tidak gampang marah tetapi cenderung bersifat lembut. Ia orang yang tidak suka penindasan. Bahkan jika Meli adalah sahabatnya Ia tidak akan menerima tindakannya merendahkan Disa.
Para pria bungkam, mereka belum berniat mengambil tindakan. Seorang wanita selalu menggunakan hati nurani dalam bertindak namun seorang Pria akan menggunakan logika karena itu mereka tidak akan mengambil tindakan sebelum mengerti masalah itu dengan keseluruhan.
Meli mengirim pandangan dingin ke arah Lily membuat tubuhnya tanpa sadar bergetar. Melihat tubuh Lily bergetar dengan cepat Clara menghalangin pandangan Meli, "Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya ingin kau lakukan. Tapi, aku selalu percaya padamu."
Dihadapkan dengan mata hangat Clara membuat kedinginan dimata Meli sedikit menghilang, Ia kembali menatap Disa, mata dinginnya bertemu dengan mata yang penuh tekad.
"Jika menurutmu kekuatanku saat ini belum pantas untuk bergabung dalam kelompokmu, maka aku akan meningkatkan kekuatanku secepat mungkin untuk membuktikan padamu bahwa aku pantas berdiri di sampingmu!"
Kata-kata Disa jelas dan penuh ketegasan. Tangannya terkepal erat sementara matanya penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan. Wajahnya menunjukkan kesungguhan setiap mengucapkan satu kata.
"Hari ini, sebelum malam tiba kau harus meningkatkan Elemen Es milikmu ke tingkat S. Apa kau sanggup?."
Sebuah kilatan melintas di mata Disa. Ia sedikit bingung bagaimana Meli bisa mengetahui jika Es adalah salah satu Elemen-nya?. "Aku setuju!" tanpa memikirkan hal itu lagi Disa dengan cepat mengangguk.
"Kalau begitu aku permisi." Disa pergi dengan cepat, Ia harus meningkatkan tingkat Elemen Es-nya menjadi tingkat S secepat mungkin.
Setelah Disa pergi Angga mentap kearah Meli, Ia mengangkat kedua sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman membuat Ia terlihat lebih tampan. "Kau sengaja melakukannya kan?" tudingnya.
Meli mengangkat bahunya, "Hanya ingin menguji tekadnya." balasnya dengan santai.
"Hasilnya?"
"Cukup baik."
Mereka yang melihat interaksi Angga dan Meli menyerngit bingung. "Maksudmu Meli sengaja mengucapkan kalimat-kalimat kasar itu hanya untuk mendorong Disa agar meningkatkan tingkat Elemen-nya?" tanya Rose di balas anggukan Angga.
Tanpa mengucapkan apapun Aulia segera mendekat kearah Meli, memukul kepala gadis itu dengan pelan. "Bodoh! Kenapa kau tidak mengatakan niatmu kepadaku sebelumnya?!." rutuknya dengan kesal.
Meli memandangnya dengan sinis. "Kau saja yang terlalu bodoh untuk mengerti makna di balik tindakanku." di serang oleh kata-kata sarkas Meli membuat Aulia merenggut.
"Tapi... " Rendi menatap Meli dengan sedikit keraguan, "apa kau yakin Disa bisa meningkatkan kekuatannya hanya dalam waktu sesingkat itu?."
Sebelum Meli menjawab suara Fikry terlebih dahulu terdengar, "Dia pasti bisa. Saat ini tingkat Elemen Es Disa hanya membutuhkan sedikit kerja keras dan akan menerobos ke tingkat S" jawabnya.
Mereka mengangguk, tidak meragukan jawaban Fikry. Bagaimanapun Fikry bisa mengetahui tingkat Elemen seseorang hanya dalam sekali pandang di karenakan Ia memiliki kekuatan pendeteksi Aura.
"Lalu, apa rencanamu sebenarnya? Kau memerintahkan Disa untuk meningkatkan Elemennya tidak mungkin tidak memiliki alasan khususkan?." Rendi memicingkan matanya dengan curiga.
"Semua tindakanku sudah pasti memiliki alasan." balas Meli dengan senyum samar.
"Apa alasannya?" desak Aulia.
"Aku tidak bisa memberitahumu."
Alis Aulia menyerngit, "Kenapa?."
"Karena... " terlalu fokus untuk mendengar jawaban Meli membuat mereka tidak menyadari bahwa ekspresi yang semula dingin berubah menjadi seringaian iblis.
Sreeekk
Bruukk
Mereka mengerjab, dengan cepat berdiri kemudian berbalik ke belakang. Mata mereka membelalak melihat sosok hitam yang tergeletak di tanah dengan darah mengalir dari kepalanya.
"... karena ada dia." Mereka yang tertegun segera sadar saat mendengar suara dingin itu.
"Sejak kapan dia ada disini? Kenapa aku tidak menyadarinya?." Angga menatap gadis yang berada di depannya, gadis itu tetap tenang meski suasananya sedikit tegang.
"Sejak Disa pergi." Meli menjawab dengan cuek.
Meli berjalan kearah mayat itu, melihat Meli mendekat kearah mayat itu yang lain juga mengikutinya. Meli membalikan tubuh itu menggunakan kekuatan kinetiknya.
Melihat tubuh orang itu dan pakaian yang di gunakannya senyuman Meli menjadi kejam. "Sepertinya kau sudah tidak sabar untuk bertemu denganku." gumam Meli seraya memandang langit biru di atasnya seolah orang yang Ia maksud adalah langit itu sendiri.
Teman-temannya dengan jelas tidak bisa mendengar gumaman Meli. Mereka sibuk menatap mayat dengan bingung, "Kenapa kita harus menghadapi masalah di setiap perjalanan?." gerutu Lily.
"Awalnya aku berpikir perjalanan kita akan lancar. Namun aku tidak berharap setiap perjalanan akan menghadapi hal-hal seperti ini. Huh, ini kebetulan yang menyebalkan!" Clara juga ikut menggerutu.
"Ini bukan kebetulan. Tidak ada kebetulan yang terjadi berkali-kali."
Ucapan Meli membuat mereka merenung. Benar! Kebetulan tidak akan terjadi berkali-kali. Namun, jika ini bukan kebetulan maka harus ada alasan di baliknya.
Meli melambaikan tangannya lalu dengan sekejap mayat yang tergeletak di tanah berubah menjadi abu. Revan, Ares dan Clara yang belum pernah melihat kekuatan sejati Meli terkejut melihat mayat yang berubah menjadi abu hanya dengan sekali lambaian tangan Meli.
"Aku tahu kau sangat kuat. Namun, aku tidak berpikir jika kekuatanmu akan seperti monster." Clara bergedik ngeri.
"Semua yang terjadi tidak sesederhana yang terlihat." ujar Meli tanpa memperdulikan Clara.
Mereka yang mendengarnya memilih diam untuk mendengarkan ucapan Meli. Mereka tahu Meli pasti telah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
"Pertama di hutan Carlos. Moster penjaga hutan Carlos mengamuk bukan karena Fikry mengganggu mereka, tetapi seseorang telah menaburkan bubuk di tubuhnya."
Mereka segera mengingat kejadian itu. Saat itu mereka baru saja memulai perjalanan, melewati tempat monster-monster itu berkumpul Fikry dengan jahil ingin bermain-main dengan monster namun tanpa diduga monster itu tiba-tiba mengamuk. Mereka tidak mungkin membunuh monster penjaga dan akhirnya memilih melarikan diri.
Saat itu mereka menduga penyebab monster mangamuk karena kejahilan Fikry, namun mereka tidak pernah berfikir jika itu sebenarnya di sengaja oleh seseorang.
"Bubuk? Bubuk apa itu?"
"Bubuk itu bisa membuat monster kehilangan akal. Jika bubuk itu di taburkan ke tubuh seseorang maka bubuk itu akan masuk ke dalam tubuh dan bercampur dengan darah."
"Karena itu kau menyerang Fikry hingga memuntahkan darah yang sudah tercampur dengan bubuk itu?." tebak Lily.
Meli mengangguk.
Setelah Meli menyerah Fikry, Ia yang menyembuhkan luka yang di akibatkan oleh serangan Meli. Saat itu Ia juga merasa darah yang Fikry muntahkan cukup aneh namun Ia tidak mencari tahu penyebabnya.
"Kedua. Di ruangan Fairy, sebelum aku masuk ke dalam Gua aku telah memastikan tidak ada seorangpun disana. Namun saat aku akan menyelamatkan Tinkerbell tiba-tiba dua penjaga datang. Aku tahu seseorang telah memancing perhatian penjaga kearah Gua sehingga mereka datang dengan menyembunyikan aura mereka membuat aku tidak menyadari saat mereka masuk kedalam Gua."
"Ketiga. Di ruangan Mermaid, saat aku bertengkar dengan Aulia."
Mendengar itu mata Aulia dipenuhi dengan penyesalan. Karena Meli bertengkar dengannya Meli menjadi kehilangan kendali dan akhirnya jatuh tidak sadarkan diri. Memikirkan kejadian itu lagi membuat hatinya merasa sakit dan menyesal.
Meli tersenyum kecil saat membaca pikiran Aulia. "Itu bukan salahmu." ujarnya dibalas dengan tatapan bingung Aulia.
"Walaupun aku kehilangan kendali itu tidak akan membuatku kehilangan kesadaran. Tapi seseorang menyerangku dari belakang saat aku masih dalam keadaan hilang kendali membuat aku tidak memiliki pilihan lain selain membawa rohku kedalam ruang angkasa." Jelasnya.
Aulia dan yang lain tercengang. "Jadi saat itu kau tidak kehilangan kesadaran melainkan rohmu masuk kedalam ruang angkasa?" tutur Lily, Meli mengangguk.
"Aku merasakan bahaya dan aura gelap. Jadi aku terpaksa melakukan hal itu."
Mereka akhirnya mengangguk mengerti. Bagaimanapun saat itu kondisi Meli tidak menguntungkan. Dia sedang kehilangan kendali sementara seseorang berniat untuk menyerangnya, jika Ia tidak melakukan hal itu mungkin orang itu juga tidak akan berhenti untuk menyerangnya.
"Ke empat. Di pusat Kota Mermaid, Penjaga rumput laut sejati. Mereka tidak akan menyerang jika seseorang tidak memprovokasi mereka untuk menyerang semua orang yang lewat di daerah kekuasaan mereka."
"Aku menduga seseorang telah datang ke kawasan mereka kemudian menyerang mereka sehingga saat orang lain melewati kawasan itu mereka akan merasa terancam dan akhirnya menyerang orang-orang yang melewati kawasan mereka untuk melindungi hidup mereka."
Pikiran mereka terpecahkan saat mengabungkan kepingan-kepingan masalah yang mereka hadapi belakangan ini. Sepertinya apa yang di katakan Meli benar, semua ini bukan kebetulan tapi sudah di atur oleh seseorang.
"Tapi, siapa yang melakukan semua ini? Dan kenapa aku merasa jika mereka hanya mengincarmu?" tanya Clara dengan bingung, yang lain juga mengangguk menyetujui apa yang di katakan Clara.
Meli tersenyum samar, "Musuh yang telah menungguku sekian lama."
"Musuh?. Tapi kapan kau memiliki seorang musuh?. Kau belum lama ada di Klan ini kenapa telah memiliki seorang musuh yang begitu membencimu?. Kapan kau menyinggung seseorang dengan kekuatan besar?." tutur Aulia dengan beruntun.
Senyum Meli semakin jelas namun membawa aura berbahaya membuat yang lain bergedik ngeri. "Dia telah menungguku sejak aku baru saja di lahirkan."
"Siapa yang kau maksud?." untuk sekian lama akhirnya Revan membuka suara.
Kali ini bukan lagi senyum yang Meli tampilkan melainkan seringaian kejam yang sangat menakutkan. "Karisa, Ratu Black Room."
Booom.
Pikiran semua orang menjadi kosong dengan sekejap. Siapa yang tidak tahu Karisa? Ratu Black Room, ruangan yang terkenal sangat menakutkan karena semuanya serba hitam bahkan banyak yang menyebut ruangan itu adalah ruangan mati.
"K-kapan?." Bahkan suara Angga sedikit bergetar, "kapan kau bermusuhan dengannya?."
"Sudah aku bilang bukan? Ia musuhku sejak aku baru dilahirkan. Namun sepertinya Ia tidak bisa menunggu lebih lama sehingga mulai bergerak untuk menyerangku." jawaban Meli di ucapkan dengan nada santai dan acuh tak acuh.
"Meli, apa kau tahu kekuatan Karisa?" Revan bertanya dengan dingin namun masih ada nada kekhawatiran di dalamnya.
"Aku tahu," Jawab Meli. Ia tahu seberapa kuat Karisa. Sejak pertama kali Ratu Elice menceritakan penyebab Ia di bawa ke dimensi manusia karena Karisa, Ia segera mencari tahu semua tentang Karisa.
Matanya yang dingin menjadi lebih dingin. Ia tahu kekuatannya saat ini belum pasti bisa mengalahkan Karisa. Namun, saat ini Karisa telah memberikan tanda-tanda permusuhan secara terang-terangan. Maka Ia tidak bisa mundur!.
"Aku ingin beristirahat. Malam ini kita akan melanjutkan perjalanan." ujar Meli lalu segera pergi meninggalkan yang lain.
Mereka hanya bisa menatap kepergian Meli kemudian menggeleng pelan. Gadis itu sungguh menabjubkan, bahkan saat nyawanya terancam Ia masih bersikap tenang seolah-olah tidak ada yang terjadi.
••••
Okee. Cukup sekian dan terimagaji:v
Salam ManisPahit:v
_AuthorGaje_