'Mengejar cinta tak semudah mengucapkan bahwa aku sedang mencintaimu'
•
•
"Jaem!" Chenle meneriaki Jaemin yang baru saja keluar dari rumah sakit bersama Hwamin.
Jaemin menoleh dan menghela nafas saat wajah Chenle terlihat begitu kesal hingga alisnya berkerut.
"Lo—."
"Apa?" potong Jaemin cepat.
Hwamin ikut menoleh kearah Chenle yang memanggil Jaemin, gadis itu menautkan tangannya dilengan Jaemin hingga membuat Chenle yang melihat menggeram.
"Gimana keadaan Saera?!" tanya Chenle menahan emosinya untuk bersikap santai.
"Kenapa harus tanya-tanya pacar aku?" sentak Hwamin sambil memegangi rambutnya yang dicurly.
Sungguh Hwamin benar-benar sangat menarik dan cantik, dia bukan seperti gadis polos lagi.
Chenle yang tidak pernah peduli dengan perempuan secantik apapun hanya berdecih, "Sok cantik, mending mingkem"
"Nana pacar aku, kamu gak sopan nanyain cewek lain sama pacar orang"
"Heh brisik banget lo jadi cewek"
"Sepertinya dia tidak baik-baik saja" ucap Jaemin membuat Hwamin dan Chenle menoleh cepat.
Chenle menggeram, "Lo paham gak sih njing!" Chenle menyisihkan lengan seragamnya. "Ini semua gara-gara lo!"
Jaemin menghela nafas, "Tolong, gue bukan siapa-siapanya lagi, ayo Hwam" Jaemin menarik tangan Hwamin dan berbalik.
Namun tarikan tangan Chenle dari belakang membuat Jaemin bebalik cepat, disitulah Chenle dengan cepat menonjok sudut bibir Jaemin hingga Hwamin yang menyaksikan menutup mulutnya cepat.
Chenle menonjok perut Jaemin hingga lelaki itu menepisnya cepat dan meringis, Jaemin tidak membalas, dia hanya menatap wajah Chenle dengan datar sambil memegangi perutnya.
Chenle menggeram, ia kembali menerjang Jaemin hingga tonjokkan demi tonjokkan melayang dirahang dan wajah Jaemin.
"Brengsek lo" ucap Chenle mengeraskan wajahnya sambil terus menghajar Jaemin.
Hwamin berteriak hingga tiba-tiba orang-orang datang menarik tubuh Chenle yang emosi menjauh dari Jaemin yang sudah babak belur.
"NANA!" teriak Hwamin histeris.
Haechan dan Jeno dengan cepat berlari kearah gerumbulan itu.
"Chenle, lo kurang ajar banget sih" Hwamin menujuk wajah Chenle.
Haechan yang baru saja datang terdiam melihat wajah Hwamin yang sangat jarang ia temui. Kali ini lelaki itu memandanginya tanpa berkedip.
"Heh kenapa lo?!" Mark menatap wajah Chenle yang menatap Jaemin penuh kesal.
"Cowok sialan!" ucap Hwamin membuat Chenle melepaskan beberapa orang yang menarik tubuhnya lalu berjalan kearah Hwamin.
"CEWEK GAK TAU DIRI!" Chenle menarik tubuh Hwamin.
Suasana semakin ricuh saat Chenle mencengkram bahu Hwamin dan mendorongnya. Beruntungnya Jaemin dengan cepat menangkap tubuh Hwamin.
"A-a..." Haechan mengerjap sambil mematung dengan cepat.
Mata Jaemin menangkap wajah Hwamin dan menatapnya, Jaemin mengakkan tubuh Jaemin lalu mendekat kearah Chenle.
"Gak perlu kasar sama cewek" ucap Jaemin dingin.
Chenle menggeram cepat, "Brengsek! LO LEBIH DARI KASAR SAMA SAERA!"
Mark menarik tubuh Chenle yang dengan sekuat tenaga. Dibantu Haechan dan beberapa orang yang berusaha melereai perkelahian ini.
Hwamin mendegus, lalu menarik Jaemin menjauh.
"Udah Na ayo kita pergi dari sini aja!" ucapnya membuang wajah pada Chenle, Mark dan Haechan yang memandang geram.
"Udah bubar-bubar!" ucap Mark membubarkan gerumbulan ini.
Nafas Chenle menderu sangat cepat, Mark dan Haechan tak karna apa Chenle begitu marah dengan Jaemin, jelas Chenle marah karna dia kesal Saera yang sudah ia anggap sebagai adiknya diperlakukan seperti ini.
"Gelud salah tempat lo" Mark mendorong bahu Chenle.
Chenle menghela nafas panjang, "Saera mana?" tanya Chenle gelisah.
Haechan menghembuskan nafas kasar, "Ada diruangan lantai 4 sama Jeno" jawab Haechan cepat.
Chenle tersenyum tipis, dengan cepat ia berlari memasuki rumah sakit ini. Lelaki itu begitu khawatir dengan Saera sementara Mark dan Haechan akan segera kembali.
* * *
Aku menatap Jeno yang masih memegangi tanganku dengan erat, lelaki itu memejamkan matanya.
Aku hanya diam, menahan tangisku yang sebenarnya benar-bener ingin memecah, dimana Jaemin tadi datang dengan Hwamin tanpa mengucapkan sepatah katapun untukku. Bahkan Hwamin meminta Jaemin untuk mengusap pipinya.
Sekarang kepalaku sudah sedikit membaik, ini hanya pendarahan kecil yang membuatku kehilangan kesadaran. Aku tak terlalu mempermasalahkan ini, tapi Jaemin.
Aku belum putus dengannya, bagaimana bisa Jaemin dengan sepihak mengatakan jika ia sudah menjadi sepasang kekasih dengan Hwamin.
Kini pandanganku terarah kearah pintu yang terbuka dengan cepat, Jeno membuka matanya cepat.
Zhong Chenle datang, ia terdiam diambang pintu sambil menatapku dengan keringat yang mengucur dipelipisnya.
"Saera" panggil Chenle berlari kearahku.
Jeno bangkit dengan cepat dan melepaskan pegangan tanganku dengannya.
Aku tersenyum kearah Chenle, "Lele!" seruku berusaha tersenyum, aku tahu dia benar-benar cemas denganku, dan kini aku tak mau membuat orang mencemaskan ku.
Luka ini, cukup aku yang merasakan.
Chenle tersenyum kearahku, senyuman manis dan imutnya, Jeno tersenyum lelaki itu memilih keluar sambil mengendikkan bahunya.
Chenle duduk ditepat dimana Jeno tadi duduk.
"Sakitkah?" tanyanya menunjuk perban yang melingkar dikepalaku.
Aku menggeleng sambil mengulas senyuman lebar, Chenle ikut tersenyum.
"Papa Mama tahu kah?" tanyanya mendekatkan wajahnya kearahku.
Chenle yang begitu cuek tapi perhatian perlahan mendekatkan dengan wajah imut dan tampannya kearahku. Kakak sayang.
"Jangan sampai tahu ya!" ucapku berbisik hingga membuat Chenle melotot.
"APA?!" lelaki itu menatapku.
"Jangan sampai tahu..." ucapku sambil menatapnya berbinar.
"Tapi perban—."
"Aku tinggal beberapa hari diapartemen aja nanti" potongku membuat Chenle semakin menyorot tajam kearahku.
"SAERA!" pelannya.
"Chenle?" ucapku terkekeh.
"Pulang kerumah, bilang ke Mama sama Papa—."
"Jangan sampai tahu ya..." ulangku lagi membuat Chenle menghela nafas pasrah.
Aku tidak bisa membayangkan reaksi Mama dan Papa mendengarku masuk rumah sakit, ya walaupun hanya luka kecil kupastikan Mama dan Papa bisa-bisa memindahkan ku kesekolah karna ulah Renjun.
"Yaudah terserah, sekarang lo gak boleh kemana-mana, ntar lo dianter Jeno aja ke apartemen, gue mau beli bahan-bahan masak, gue yang masak, pokoknya lo gak perlu mikir banyak-banyak" jelas Chenle membuatku tersenyum cepat.
"Saera...Jangan sakit-sakit lagi" ucapnya mengelus rambutku pelan.
Aku teharu mendengar suara Chenle yang memelan, "Makasih ya Le" ucapku memegang lengannya.
Chenle mengangguk, "Gue balik dulu ya, nanti malem udah boleh pulang kan?"
Aku mengangguk.
Chenle tersenyum, "Nanti malem gue keapartemen"
* * *
"Jen udah duduk dulu" ucapku melambai kearah Jeno yang sedari tadi sibuk berada didapur.
Tak lupa lelaki itu sedari tadi juga sibuk menceramahiku karna kejadian tadi siang.
Oh iya, Chenle baru saja kemari, anak itu membawa banyak bahan makanan siap masak, lelaki itu kembali pamit untuk menjemput Jisung.
Ya mereka akan berkumpul diapartemenku malam ini.
"Minum dulu" Jeno membawakan secangkir coklat panas untukku.
Aku tersenyum, "Makasih, udah kamu jangan kemana-mana, duduk aja" ucapku melihat Jeno yang tampak letih.
Ternyata lelaki itu begitu perhatian.
"Pusing gak?" tanya Jeno menatapku.
Aku menggeleng, ya walaupun sedikit rasa pusing terkadang datang secara tiba-tiba, oke itu tidak masalah.
"Jeno ngantuk?" tanyaku menatap jam dinding yang sudah menujukkan pukul 11 malam.
Jeno menggeleng cepat, "Lo istirahat aja ya, besok lo jangan sekolah dulu"
Mendengar itu aku menggeleng cepat, "Aku sekolah besok!"
"Heh ngelawan!"
Aku mengerutkan bibirku, "Mau sekolah"
"Gak!"
"Kenapa?!"
"Lo harus sehat dulu"
"Gue gak papa, beneran" ucapku berusaha meyakinkan Jeno, lelaki ini sudah mengancamku jika aku tidak mau menurut pada ucapannya ia akan mengadu ke Papa dan Mama dan ini sangat berbahaya.
"Saera..." suara Jeno memelan, lelaki itu tampak berusaha membuatku menuruti perkatannya.
"Yaudah iya, tapi semester ini aku udah banyak bolos" ucapku beralasan lagi.
Jeno menggeram gemas, "Alesan terus"
"Masuk sekolah ya besok, please..." ucapku menatap wajah Jeno sambil membinarkan mataku.
"Jangan bandel deh lo, harusnya lo beruntung punya banyak orang yang peduli sama lo, apalagi Chenle" jawab Jeno membuatku terdiam.
Benar, seharusnya aku tahu diri, mereka sudah banyak membantuku, tapi Chenle? kenapa dia.
"Chenle?"
"Dia hajar Jaemin tadi diparkiran"
Mataku membulat dengan sempurna, jantungku berdegub sangat cepat, Jaemin...Chenle... Rasanya air mataku ingin tumpah, ini semua karnaku.
Jaemin-Ku, aku merindukanmu, aku benar-benar sedih ketika seaeorang yang kucinta harus terluka karna ku. Oh tuhan....
Chenle, yang begitu perhatian dan baik hati harus mengeluarkan emosinya juga karnaku.
Air mataku mulai menggenang dikelopak mata, semakinku berusaha untuk menyembunyikan semua rasa sakit ini, kepingan kerinduan dan kerapuhan justru dengan cepat mampu membuatku tak berhenti meratapi semua kejadian yang terjadi.
"HAI CEWEK CANTIK!" Chenle membuka pintu cepat, disusul Jisung yang membawa buku dibelakangnya.
Aku menatap cepat, wajah-wajah yang ceria menemaniku. Terimakasih.
"Zhong Chenle" Jeno tertawa menatap eyesmile Chenle.
"Park Jisung!" ucapku membuat Chenle dan Jeno menoleh cepat kearahku.
"Heh..heh, gak boleh manggil nama cowok lain didepan pacar" Jeno menatap tajam.
Chenle memukul bahu Jisung, "Seneng gak?!" tanya Chenle membuat Jisung membisu.
"Udah ayo sini" ucapku berusaha mencairkan suasana.
"Gue mau masak" Chenle dengan girang melepaskan topinya dan tersenyum cerah.
"Lah Le gak usah, kita udah makan tadi" ucapku membuat Chenle merengut, aku tidak mau lelaki itu repot-repot dan terlalu lelah mengurusiku.
"HEI JENO MENGODE!" Chenle mendegus melihat Jeno yang sepertinya mengode Chenle untuk segera pergi kedapur. Mungkin Jeno lapar lagi.
Dengan cepat Chenle yang semangat memasak berlari kedapur dengan cepat hingga rambutnya naik turun keatas.
Jeno tertawa, berbeda dengan Jisung yang terkekeh pelan, namun...
BRUAK*
Aku mendengar suara yang lumayan nyaring pun berdiri cepat dan berlari kearah dapur, Jisung pun mengikuti ku cepat.
"CHENLE!" teriakku saat melihat tubuh Chenle sudah berada dibawah, dia terpeleset.
"Yah kepleset" ucapnya meringis sambil terkekeh menahan sakit.
Kini saat kulihat wajah Chenle, aku bingung memilih antara kasihan dan ingin tertawa, wajahnya memerah dan ia mengigit bibir bawahnya.
"Kok bisa?" tanya Jisung berjongkok.
"Kulit pisang" Chenle mendegus dan berusaha bangkit tapi saat menegakkan dirinya ia sedikit meringis.
"Siapa makan pisang?" ucapku mendekat kearah Chenle, memegang lututnya yang tergesek dilantai.
"Pasti—."
"JENO!!!" teriak Chenle nyaring hingga aku dan Jisung menutup telingaku cepat.
* * *
05.15
Aku membuka mataku cepat, aku tidur dikamar seorang diri, Jeno, Jisung dan Chenle dia menginap diapartemenku.
Ya tentang kejadian semalam membuat Chenle menggeram bahkan kesal pada Jeno, kaki Chenle sedikit keseleo, tapi sudah kuberi minyak untuk mengurangi rasa sakitnya.
Tapi kurasa kebersamaan mereka bertiga tadi malam begitu asik, tertawa hingga beberapa kali kudengar Chenle berteriak seperti anak lumba-lumba.
Mark yang ingin datangpun harus mengalah untuk tetap dirumah Hyera, gadis itu ditinggal orang tuanya dirumah sendirian.
Jangan tanyakan Haechan, kudengar dari Jisung laki-laki itu tampak begitu sedikit aneh, ya kuharap kalian mengerti.
Tentang Hwamin.
Kini kubangkitkan tubuhku, dari semalam ada satu topik yang begitu begitu kuusahakan untuk tidak memikirkan itu semua.
Namun kini rasanya begitu sesak, begitu sulit untuk menolak lupa semua hal yang sedang terjadi saat ini.
Na Jaemin, kurasa lelaki itu sudah benar-benar melepaskan rasaku padanya untuk Hwamin.
Detik ini air mataku turun dengan cepat, pikiranku dengan cepat menangkap semua yang terjadi.
Na Jaemin milikku.
Na Jaemin bukan milikku.
Dua hal yang sulit kupilih untuk kuakui. Sungguh Na Jaemin-ku, Saera-mu merindukanmu, merindukan kasih sayangmu, merindukan banyak warna yang kau beri untukku, merindukan beberapa kalimat indahmu.
Merindukan semua tentangmu, aku ingin menghabiskan waktu denganmu lagi, aku ingin berbagi dan menjaga cinta denganmu lagi.
Na, aku sudah berusaha untuk tidak memikirkan ini, namun perasaan memang tak bisa terbohongi, sekuat apapun aku mencoba untuk menjauh dari kenyataan hatiku justru terlihat begitu rapuh.
Aku begitu mencintamu, sungguh lebih dari yang kau tahu...
•
•
•
TBC