'Karena luka, tercipta dari
seseorang yang kita anggap
istimewa.
Kecewa adalah konsekuensi,
bahagia adalah bonus.'
-Ryan Alveno
"Eh eh. Ma---" Baru saja ingin berucap maaf, omongan Cindy terpotong karena melihat orang yang tidak sengaja ditabraknya ini.
"Cindy?!"
Cindy menghiraukan panggilan orang itu dan berlalu begitu saja, tentu saja diikuti oleh pawangnya-----Rava dan Ryan. Revan? Ia dicegat oleh orang itu.
"Apalagi sih njing?! Lo gak liat itu adek gue nangis?! Dah ah!" Seru Revan ingin mengejar Cindy tapi dihentikan oleh orang itu lagi.
"Justru itu gue mau nanya. Itu adek lo kenapa?" Tanya orang itu.
"Gue juga gak tau njing! Dah ah!" Seru Revan lalu kembali mengejar adiknya itu.
Setelah Revan pergi, orang itu tersenyum smirk. "Rencana satu, berhasil."
•••
"Dek, udahan dong nangisnya." Ucap Ryan lembut.
Pasalnya, setelah satu setengah jam berada di rumah setelah kejadian di mall tadi, Cindy sudah menghabiskan 1 kotak tissue penuh.
"Kakak gak tau gimana ada di posisi aku, hiks. Sakit kakk, sakitt. Hiks hiks."
"Sakit.. sakit.. sakitnya tuh disini.."
"Anjing! Malah nyanyi!" Seru Rava menoyor kepala Ryan. Sedangkan Ryan, ia hanya menyengir tak berdosa.
"Iya dek.. kakak tau---"
"Kak Revan tau darimana?! Hiks. Orang kakak juga gak pernah ngerasain cinta."
Mendengar ucapan Cindy, Revan gelagapan. Tak tau harus ngomong apa. Karena memang benar, sampai saat ini belum ada yang bisa merebut hatinya, walau sudah beribu-ribu perempuan mendekatinya.
"Kakak tau dek."
"Kak Ryan tau apa soal cinta, huh? Hiks."
"Adek Cindy yang paling kakak sayangi dan cintai.. Terkadang, cinta itu menyenangkan. Tapi terkadang juga, cinta itu menyedihkan. Kemaren-kemaren kamu bahagia-bahagia aja kan sama Nathan? Dan sekarang kamu malah terluka dan kecewa, ya kan? Cin, denger ya. Luka, tercipta dari seseorang yang kita anggep istimewa. Lagian, saat kita jatuh cinta kepada seseorang apalagi udah menjalin hubungan sebagai kekasih, kecewa tuh udah konsekuensi, bonusnya.. ya bahagia." Ucap Ryan panjang lebar.
Revan dan Ryan melongo melihat Ryan yang bijaknya ga ketolongan. Sedangkan Cindy? Ia malah menguatkan tangisnya.
Beberapa detik kemudian, Revan dan Rava kompak bertepuk tangan. "Gak habis sangka gue."
Ryan yang mendengarnya pun hanya menampilkan cengiran sombongnya. "Anjir, bijak juga ya gue."
"Bijak banget lah njing, gak nyangka gue. Biasanya lo yang paling tolol diantara kita semua." Ucap Revan.
"Anjing lo bang!" Seru Ryan lalu tertawa.
"Huaaaaa!! Cindy baru tau ternyata cinta sesakit inii!! Hiks hiks."
Mendengar tangisan Cindy yang semakin kuat, sebagai anak tertua, Revan langsung saja memeluk Cindy. "Dek, udah ya. Entar kakak kasih pelajaran si Nathan nya.."
"Hiks hiks. Kalau Cindy tau cinta sesakit ini.. nyesel deh Cindy udah mengenal cinta! Hikss. Cindy nyesel!! Nyesel!! Kenapa Cindy harus kenal sama yang namanya Nathan?!! Kenapaa?!! Hikss." Ucap Cindy sesenggukan sambil memukul dada Revan yang masih setia memeluknya.
Sedangkan Rava dan Ryan? Mereka hanya bisa menatap sedih adik kecilnya itu sambil menyumpah serapahi Nathan yang telah membuat hancur Cindy nya itu.
•••
Setelah Ujian Akhir Semester dan pembagian rapot selesai, seluruh siswa Starhigh Senior High School diberi kesempatan untuk beristirahat sejenak sebelum kegiatan camping berlangsung.
Dan, disinilah Cindy sekarang. Di rumah tercintanya. Merenung, melamun, bengong, seperti itulah kegiatannya. Bahkan sekedar makan juga, ia tak nafsu.
Putus cinta memang berpengaruh terhadap segalanya ya. Hihi.
"Dek.. Makan dulu dong, dari pagi belom makan ih. Tar kamu kurus, gak ada yang doyan dek." Bujuk Revan.
"Tau nih, kalo kurus jelek tau. Tar gak ada cowo lagi yang mau sama kamu." Ucap Rava.
"Tenang dek, kak Ryan mau kok sama kamu." Ryan menyengir.
"Lo jadi orang kok goblok banget sih?! Adek-kakak mana bisa berjodoh anying!" Rava menoyor kepala Ryan.
"Ah elah, lu yang goblok! Orang gue cuman bercanda."
"Berisik lo berdua! Kalo niatnya bukan bujuk Cindy biar makan, mending lo berdua keluar dari kamar Cindy deh! Gak guna juga lo pada."
Mendengar bentakan Revan, nyali Rava dan Ryan menciut. Tetapi tetap saja, mereka tak keluar dari kamar Cindy, mereka hanya lebih banyak diam.
"Makan ya dek.. Nih, aaaa.." ucap Revan.
"Kak! Lo gak ngerti gue gak nafsu makan?! Mending lo pada keluar dah dari kamar gue! Lama-lama gue ga nafsu juga liatin muka lo pada, kak!"
Ketiga kakak Cindy itu tersentak, sebegitu berpengaruhnya kah putus cinta pada sikap seseorang? Yang awalnya lembut seperti kapas, malah jadi sekeras batu.
Hadeuh.. cinta cinta..
Namun, ketiga kakak Cindy itu mencoba bersabar dan mengerti keadaan yang Cindy tengah rasakan saat ini. Mungkin, ia butuh sendiri. Jadi lebih baik, mereka keluar sementara.
Sebelum keluar, Revan menyempatkan menaruh sepiring nasi beserta lauk, dan segelas air putih. "Kalo laper, makan langsung." Lalu benar-benar pergi.
"Hiks hikss. Kalo cinta sesakit ini, nyesel gue kenal yang namanya cinta! Cinta anying! Bullshit! Hikss."
***
Di sisi lain..
'Cindy lagi ngapain ya? Ajak jalan kali ya?' Batin Nathan.
CindynyaNathan🦄♡
Nathanvroo
Sayangggg
Nathanvroo
Jalan yu?
Nathanvroo
10 menit lagi aku kesana yaa,
dandan nya jangan cantik-cantik,
ntar banyak yang kepincut kan repot
"Lah, biasanya Cindy gercep ngebales, kok ini gak dibales-bales yaa?" Gumam Nathan.
"Kesana aja deh langsung." Ucap Nathan lagi lalu memakai jaketnya dan mengambil kunci motornya.
•••
"Cin----" Baru saja ingin memanggil Cindy, Revan keluar dari rumah istana nya itu.
"Eh bang Revan.. Cindy nya ad---"
Bugh!
"Bagus lo ya! Dapet nyali darimana lo dateng kesini lagi hah?!" Seru Revan.
"A-apaan sih bang?! Gue cuman mau ngajak jalan Cindy doang."
"Ohh, ngajak jalan ya?!"
Bugh! Revan kembali memukul rahang Nathan.
"Tuh mamam jalan!"
Mendengar keributan dari luar rumah, Rava dan Ryan pun segera keluar.
"Apa-apaan nih?!"
"Ohh, si bocah tengil gak tau diri ini?!" Seru Rava.
"Maksud lo apa bang?" Tanya Nathan.
"Pura-pura lupa lo! Kek lagu." Ucap Ryan.
"Goblok! Kita disini mau ngehajar si Nathan, lo malah bahas lagu!"
"Ah elah bang, selow ae napa. Gue kan canda doang."
"Heh! Gak usah pura-pura bego lu ya! Setelah apa yang lo lakuin ke Cindy kemarin, lo berani-beraninya nampakkin diri dihadapan kita lagi?! Nyari mati lo?!" Lanjut Ryan.
"Apa sih maksudnya bang? Gak ngerti gue, sumpah."
"Ck."
Bugh!
"Pergi lo dari sini, kalo masih mau idup!" Tegas Revan.
"Sshhh.. Gue mau ketemu Cindy dulu bang."
"Ck. Lo ya!" Baru saja Revan ingin mendaratkan pukulannya pada wajah Nathan, Cindy membuat Revan menjadi menghentikan pergerakannya.
"Bang, apaan sih? Mukul anak orang sembarangan. Entar gimana kalo mamahnya ga terima anaknya dipukulin terus malah ngelapor polisi. Tamat riwayat lo bang!" Ucap Cindy.
"Ck. Ayolah Cin, gue mau hajar ni orang habis-habisan. Lagian, itu duit di gudang masih banyak, sogok aja pakpol nya." Ucap Revan tak mau kalah.
"Gak semua bisa dibayar sama uang bang." Cindy langsung memapah Nathan memasuki rumahnya, berniat mengobatinya.
Mau bagaimana pun orang menyakitinya, Cindy tak tega untuk membalasnya dengan kejahatan pula. Biarlah dibalas Tuhan nantinya. Itu yang selalu dilontarkan oleh Cindy ketika yang lain malah menyuruh Cindy untuk membalasnya juga.
"Tahan ya." Ucap Cindy lembut lalu mulai mengompreskan air es pada luka lebam ulah kakaknya itu.
"Sshhh.." ringis Nathan.
"Duh duh, maaf maaf. Tahan yaa, gue pelan-pelan kok ngobatinnya."
'Gue-elo? Ada yang aneh. Gak biasanya kek gini.' Batin Nathan disela Cindy mengobatinya.
"Nah, udah selese. Gue minta maaf ya, atas nama kakak gue." Ucap Cindy lalu beranjak pergi ke dapur, namun niatnya terurungkan karena tangannya ditarik oleh Nathan.
"Kamu berubah." Ucap Nathan.
"Haha. Berubah? Apanya? Gue.. tambah jelek gitu?"
Nathan menggeleng. "Kamu tetep cantik di mata aku."
Cindy tersenyum smirk. "Kalo aku tetep cantik di mata kamu, kenapa jalan sama cewek lain? Berarti penampilan aku berkurang dong?"
Nathan mengangkat satu alisnya. Jalan sama cewek lain?
"Ma-maksud kamu apa? Aku gak jalan sama siapa-siapa, Cin. Justru aku kesini juga mau ngajak jalan kamu tadinya."
"Cih. Terus yang kemarin apa? Kamu bosen sama aku? Bilang dong. Jangan main selingkuh di belakang aku." Cindy menghempas pergelangan tangannya yang masih setia dipegang Nathan.
Nathan berpikir keras. Memangnya, apa yang kemarin ia lakukan?
"Napa? Lupa? Atau.. pura-pura lupa? Atau jangan-jangan.. pura-pura bego ya?"
"Nggak gitu. Aku emang bener-bener lupa, Cin. Bentar---- Ahh! Itu? Cin, aku gak ada apa-apa sama Celine. Kamu salah faham."
"Gak ada yang bisa dijelasin lagi, Nat. Mending, kamu pergi aja. Dan untuk yang tadi, sekali lagi aku minta maaf atas nama kakak aku."
"Cin, jangan salah faham du---"
"Pintu keluar terbuka lebar, silahkan keluar." Ucap Cindy menunjuk pintu keluar. Ngusir ceritanya:v
"Nggak. Aku gak mau keluar sebelum kesalahfahaman ini berakhir. Dengerin aku dulu Cin."
"Ck. Keluarrrr!" Seru Cindy mendorong tubuh Nathan agar keluar dari rumahnya itu.
Akhirnya, usahanya tak sia-sia. Cindy berhasil membuat Nathan keluar dari rumahnya. Dengan segera, Cindy mengunci pintu dan menggembok pagar rumahnya rapat-rapat.
"Cin! Dengerin aku dulu!" Seru Nathan menggedor-gedor pagar rumah Cindy.
"Pergi!"
"Aku gak bakal pergi sebelum aku bisa jelasin semua masalah ini!"
"Terserah!" Seru Cindy yang tak lama kemudian air mata mulai membanjiri pipinya.
°°°
Udah panjang belom?😂
Maaf baru up nihh hehe.
Makasih banyak yang udah spamvote♡
Ily♡
Ditunggu yang lainnyaa.. Hihiii
Janlup vote+komen, hargailah authorr😢
Janlup juga follow author😉
See u next part♡