"Teruntuk kamu seseorang yang pernah berada di masa laluku, terimakasih pernah membuatku mencintaimu hingga sedalam ini. Tanpamu, aku tak akan pernah berdiri tegak menghadapi masa depan yang harus aku pijak."
-Takdir Cinta Nadia
🕊️🕊️🕊️
"Del Adel,"
"Dalemmmmm sayanggggg,"
"Nggak tau kalian bukan temenku, bukan!" Nadia menggeleng sembari menjauh dari Afifah dan Zhafira.
Siang ini mereka tengah beristirahat sebentar, singgah di restoran untuk mengisi perut yang keroncongan. Shubuh tadi mereka sudah pulang dari yayasan, tangisan anak-anak melepas kepergian mereka membuat Nadia ikut merasa sedih.
Anak-anak menangis karena ditinggal pergi dan takut jika Nadia dan teman-temannya tak akan lagi berkunjung.
Nadia berlari untuk mencuci tangan, pesanan mereka belum datang, jadinya Nadia melihat-lihat pemandangan restoran Mentari ini.
Ikan-ikan terlihat di kolam yang tampak cantik itu. Berwarna dan sejuk bila di pandang. "Ibu," ucap Nadia.
Nadia merindukan Ibunya dan adik-adiknya. Selama di yayasan, tak lupa bagi Nadia sebelum tidur menelpon Ibunya. Apalagi Nadin yang selalu mengomel agar Nadia cepat pulang.
Kebersamaan dengan anak-anak di yayasan, juga kebersamaan dengan adik dan Ibunya sedikit membuat Nadia tersentuh. Nadia masih beruntung bisa berkumpul bersama dengan Ibu dan adik-adiknya walaupun tanpa Ayahnya. Tapi mereka, anak-anak yang sudah tidak orang tua, mereka terlantar begitu saja.
Tak ada kasih sayang seorang Ibu, tak ada rasa pengertian dari seorang Ayah. Mereka berkumpul dengan orang asing yang bahkan tidak mereka kenal. Diasuh oleh orang mulia seperti Bu Rumi yang bahkan tidak mengenal siapa mereka.
Hidup satu rumah dan selalu bersama dengan orang yang bahkan tidak sedarah, mereka juga bahagia, walaupun mungkin di dalam lubuk hatinya selalu bertanya. Dimana orangtuanya, dimana keluarganya, mengapa mereka di asuh oleh orang yang bahkan tidak mengenali mereka sebelumnya.
Mungkin mereka selalu terlihat tersenyum, tertawa dan bahagia. Namu siapa sangka, ada rasa sedih yang menyelubung saat yang berkunjung bukan dari keluarganya.
Untuk kamu yang masih mempunyai orang tua, jagalah mereka baik-baik. Berkata yang lembut, dan turuti lah perintahnya. Karena saat mereka sudah tiada, kamu pasti akan merasakan sepinya dunia.
Jangan pernah menyia-nyiakan orang tuamu selagi ada. Karena umur tidak akan pernah ada yang tau, selagi orang tuamu masih ada, berbuatlah baik dan sayangi lah mereka.
Di luar sana masih banyak anak-anak yang kurang kasih sayang dan juga perhatian dari orang tuanya. Ada yang terlantar, di telantarkan, atau bahkan tinggal sendirian.
Jangan pernah merasa bahwa orang tuamu galak, itu adalah cara mendidik mereka agar kamu bisa menjadi anak yang patuh. Selagi ada kesempatan, berbuatlah baik kepada siapa pun. Entah itu orang tuamu, keluargamu, temanmu, sahabatmu, atau bahkan orang lain. Berbuat baik tidak memandang siapa dirinya.
"Ibu, Nadin, Naura, Teteh akan segera pulang. Teteh bawa oleh-oleh buat kalian," Nadia berjalan untuk kembali ke tempatnya. Mungkin makanan sudah datang, karena lumayan lama Nadia berdiam diri di tepian kolam dengan merenung.
"Aw," Nadia tersandung batu saat dirinya berjalan. Nadia tidak melihat ada batu yang menghalangi jalannya.
Dengan sedikit berjinjit, Nadia mengambil batu itu dan menyimpannya di pinggir. Walaupun itu hanya kebaikan kecil, lakukanlah.
Saat akan berjalan, Nadia menubruk bocah perempuan dan laki-laki yang tengah bermain lari-larian. "Eh adek lagi ngapain?" tanya Nadia dengan berjongkok.
Bocah perempuan itu tersenyum, "Aku lagi main kejar-kejaran sama adik aku Kak," ucap bocah perempuan berambut keriting itu. Wajahnya putih bulat, terlihat cantik.
Sedangkan si anak laki-laki yang umurnya mungkin di bawah Kakaknya itu hanya diam.
"Hati-hati ya nanti mainnya, takutnya adek jatoh," Nadia mencubit pipi anak perempuan itu.
"Iya Kak,"
"Siapa namanya?" tanya Nadia dengan tersenyum.
"Aku Putri di panggil Puput. Ini adekku, dia Habibi,"
Nadia mengangguk. "Puput sama Habibi ya, orang tua kalian dimana?"
Puput menunjuk salah satu tempat yang terlihat ada sepasang suami istri.
"Itu Bunda saya Ayah Puput," Puput menunjuk seorang lelaki dan perempuan yang tengah berbicara.
Laki-laki yang Puput tunjuk Ayahnya sedikit menoleh dan terlihat wajahnya di penglihatan Nadia.
"Dia?"
Lutut Nadia terasa lemas. Paru-parunya seakan-akan menyempit. Nafasnya terasa tak beraturan, jantungnya terasa sesak, sangat sesak.
Mata Nadia mulai berkaca-kaca, dilihatnya lagi laki-laki tadi, namun wajahnya kini membelakanginya, apakah Nadia tidak salah lihat? Apakah benar dia orang itu?
"Kakak kenapa?" Suara Puput menyadarkan Nadia.
"Eh nggak papa. Kakak permisi dulu ya, salam kenal." Nadia berlari mengabaikan teriakan dua bocah itu.
Entahlah hatinya saat ini sedang tidak baik-baik saja. Apakah benar apa yang ia lihat tadi? Sudah lama ternyata, dan dia sudah menemukan penggantinya bahkan sudah mempunyai buah hati yang terlihat cantik dan tampan.
🕊️🕊️🕊️
"Nad kenapa?" tanya Zhafira saat sudah berada di mobil.
Saat Nadia kembali dari kolam tadi, Nadia seperti menyembunyikan sesuatu. Perubahan juga mood Nadia terlihat tidak baik-baik saja.
"Aku nggak papa Ra, cuma kecapean aja," Nadia mencoba untuk menutup matanya, namun ia tidak bisa. Bayang-bayang wajah lelaki itu terus menerus berada di pikiran Nadia.
"Beneran nggak papa? Tadi juga kamu makan kaya nggak selera gitu Nad," Afifah mencoba untuk mengajak Nadia berbicara dengan kepala dingin.
Nadia menggeleng. "Nggak papa. Aku pengen tidur capek," ucap Nadia dengan menutup matanya.
Afifah dan Zhafira saling bertatap. Nadia itu bukan tipe orang yang gampang marah, dirinya tidak seperti Afifah yang baperan. Zhafira dan Afifah takutnya Nadia marah karena sudah menjahili Nadia tadi.
Zaki yang melihat dari kaca tiga sahabat yang terlihat tidak baik-baik saja itu hanya diam. Saat kembali selepas mencuci tangan tadi, Nadia memang terlihat muram. Ada sesuatu yang di sembunyikan dari Nadia.
Padahal tadi sewaktu pulang dan berpamitan di yayasan, Zaki rasa dirinya tak ada salah kepada Nadia. Nadia juga berbicara dan memang baik-baik saja. Namun saat di restoran, Nadia seakan-akan terlihat marah.
Entah masalah apa yang terjadi, Zaki tidak tau itu. Zaki berharap Nadia baik-baik saja. Zaki meminta Nadia untuk menemuinya saat makan malam terakhir di yayasan pun itu hanya membicarakan masalah tugas yang Zaki sedikit tidak mengerti dan butuh bantuan Nadia.
"Semoga kamu baik-baik aja Nad,"
Waktu sudah lumayan malam, Nadia terbangun dari tidurnya. Dilihatnya Zhafira, Afifah, dan juga Bian sudah tertidur. Sedangkan Zaki menyetir.
Nadia mengucek matanya, terasa berat saat di buka. Nadia terdiam dengan pikirannya, mengapa wajah itu terus terbayang. Padahal dengan cara tidur Nadia ingin melupakannya.
Zaki yang tersadar Nadia terbangun menoleh, "Kenapa bangun Nad?" tanya Zaki.
"Aku harus," alibi Nadia. Nadia mengambil air minum agar Zaki tidak curiga bahwa Nadia sedang tidak baik-baik saja.
"Tidur lagi aja Nad," ucap Zaki.
Nadia tak menjawab perkataan Zaki. Dirinya sibuk berdiam tanpa ingin di ganggu. Nadia malas untuk berbicara, apalagi menanggapi Zaki.
Hembusan nafas Nadia terasa kasar, Zaki bisa mendengarnya. Terdengar berat dan menyedihkan.
"Nad kamu kenapa? Kalau ada masalah cerita aja,"
Nadia menggeleng.
"Saya ada salah Nad?"
Lagi-lagi Nadia menggeleng.
"Kamu kenapa sih Nad? Kalau memang ada masalah kamu bisa cerita, ke sahabatmu atau ke saya. Kamu kaya gitu menunjukkan bahwa kamu sedang tidak baik-baik saja,"
"Aku nggak papa Zak!" Suara Nadia sedikit meninggi.
Zaki terkejut karena baru mendengar Nadia marah ternyata seperti ini. Nadia yang menyadari suaranya terdengar tidak sopan meminta maaf.
"Maaf,"
Zaki tersenyum. Dirinya memaklumi bahwa memang Nadia sedang ada masalah, mungkin Nadia tidak ingin bercerita.
"Saya yang harusnya minta maaf Nad. Maaf sudah terlalu dalam mencampuri kehidupan kamu," Zaki membenarkan letak kaca, agar tidak mengarah ke arah Nadia.
Nadia menghembuskan nafas. Mengapa situasinya jadi tambah runyam. Zaki sudah salah paham, Nadia juga yang tidak bisa mengontrol emosinya dan malah melampiaskan kekesalannya kepada Zaki.
Jika saja tadi dirinya tidak bertemu anak kecil tadi, mungkin Nadia tak akan memikirkan bayang-bayang masalalu yang berkelebat di benaknya saat ini.
🕊️🕊️🕊️
Bandung, 20 Desember 2020
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum semuanya
Jangan lupa vote dan komen di lapak ini 😗