SPECTRUM // Levi Ackerman

By zylencruz

104K 13.4K 1.4K

[COMPLETED-Dalam tahap Revisi) Rachel Frisch, seorang gadis lugu namun misterius yang diasuh oleh keluarga Sm... More

Information!
1. Grieve
2. New Life
3. Meeting
4. Training
5. Spectrum
6. She Knows
7. Lost
8. An Ordinary Day
9. First Mission
10. Meet Again
11. The Survey Corps
12. New Haircut
13. The Frisch's
14. Expedition
15. About Her
16. Levi's Squad
17. The Untold Truth
18. Man With a Mask
19. Her
20. Carnation
21. One Fine Day
Spin Off #1 : The Smith's
23. Fever
24. Trost District
25. Reunited
26. Warehouse
27. A Hug
28. Him
29. Confession
30. Final Day
31. Final Day (2)
32. A Goodbye
DISTANCE
Spin Off #2 : Raven Frisch
SAY NO TO PLAGIARISM!

22. A Cup of Tea

2.2K 346 44
By zylencruz

"Hey, Rachel-chaaan! Tumben sekali kau belum tidur?" Sapaan Hanji langsung terdengar saat Rachel baru saja masuk ke ruang makan.

"Ah, ya. Aku masih belum mengantuk." Jawab gadis itu. Kali ini memang Hanji sengaja untuk menginap di tempat mereka biar tidak perlu bolak-balik lagi untuk percobaan eksperimen Titan Eren yang akan dilaksanakan besok.

"Apa kabar, Rachel-chan?" Sapa Moblit yang berada disana juga.

"Aku baik-baik saja. Apakah kau juga akan menginap, Moblit-san?" Tanyanya balik.

"Ah tidak, sebentar lagi aku harus kembali ke markas pusat untuk memberikan laporan pada Komanda Erwin." Jawab pria itu. Sedangkan Rachel hanya menganggukkan kepalanya mengerti.

Rachel bisa melihat Hanji yang tengah menikmati sebuah botol minuman bersama Moblit, ya meskipun pria itu hanya meminumnya sedikit karena harus kembali ke markas pusat. Ah, dia mengingatnya botol minuman ini kan adalah minuman yang waktu itu dia minum. Minuman yang membuatnya tiba-tiba saja tidak mengingat apapun dan berakhir dengan dirinya yang terbangun di kamar Levi.

"Hanji-san, ini minuman apa?" Tanya gadis itu penasaran,

"Oh, ini? Ini adalah anggur merah, salah satu jenis alkohol yang cukup memabukkan. Apa kau mau?" Tawarnya.

Saat itu juga Rachel langsung menggeleng. Ah pantas saja dia tidak bisa mengingat apapun pada malam itu. Ternyata dirinya malah keliru menganggap minuman itu sebagai sari buah biasa.

"Hmmm... sayang sekali, padahal sejak dulu aku ingin mencoba minum bersamamu. Toh, kau juga sudah memasuki usia dewasa." Desah Hanji.

"Erwin-san akan memarahiku jika tau aku minum minuman itu tanpa sepengetahuannya." Balas Rachel. Padahal dirinya sendiri sudah pernah meminum minuman ini tanpa sengaja.

"Anak ini ternyata masih jadi adik kecilnya Erwin yang penurut ya." Goda Hanji. Moblit yang mendengar percakapan mereka berdua hanya tertawa.

Gadis itu hanya membalas perkataan Hanji dengan senyuman sebelum akhirnya pamit untuk pergi ke dapur. Entah kenapa akhir-akhir ini dia tidak bisa tidur dengan cepat. Dia merasa ada sesuatu yang aneh dalam tubuhnya yang membuatnya terjaga sampai tengah malam. Maka dari itu malam ini dia mencoba untuk menyeduh sebuah teh yang mungkin bisa merileks-kan tubuhnya dan membuat dia cepat mengantuk.

Setelah selesai menyeduh satu cangkir teh untuk dirinya sendiri, dia langsung melangkahkan kakinya untuk kembali menuju kamarnya.

"Kau belum tidur?" Langkah gadis itu terhenti saat mendengar suara Levi.

Dia membalikkan tubuhnya dan mendapati pria itu tengah menyender di pintu kamarnya yang tak jauh dari kamar tidur anak perempuan.

"Akhir-akhir ini aku susah sekali untuk tidur." Jawab Rachel sekenanya.

Levi melangkahkan kakinya mendekat untuk melihat cangkir yang dia bawa. "Kau menyeduh teh?" Tanya pria itu lagi.

Rachel hanya mengangguk, namun matanya membulat sempurna saat pria itu merebut cangkir yang dia pegang dan langsung menghabiskan teh miliknya.

"Kalau kau haus, kau bisa menyeduhnya sendiri, Levi-san!" Rachel berdecak sebal.

"Teh yang kau buat terlalu manis. Kau malah akan semakin susah tidur karena kebanyakan gula." Levi tak memperdulikan ucapan gadis itu dan hanya melayangkan tatapan malasnya.

Sedangkan Rachel hanya menggaruk kepalanya tidak mengerti. Mana dia tahu fakta-fakta seperti itu, dia kan hanya ingin meminum tehnya lalu mencoba untuk tidur.

"Tunggulah di kamarku, aku akan menyeduhkan teh hitam untukmu." Kata Levi sebelum akhirnya pergi meninggalkannya sendiri.

"Kenapa harus di kamarnya?" Sungut gadis itu, namun dia tetap melangkahkan kakinya masuk ke kamar Levi dan duduk di kursi yang berada di depan meja kerja pria itu.

Badannya langsung bergidik ngeri saat memandang tumpukkan dokumen yang berada di meja tersebut. Apakah menjadi kapten juga mewajibkan pria itu untuk mengerjakan laporan sebanyak ini?

Rachel mengedarkan pandangannya ke setiap sudut kamar pria ini, sama seperti waktu itu, rapih dan bersih. Tentu saja dia tidak akan heran dengan pemandangan yang dia lihat, ini sudah menjadi kebiasaan Levi yang gila akan kebersihan untuk selalu membersihkan kamarnya itu.

Tak lama pria itu akhirnya kembali dengan membawa cangkirnya dan satu teko teh sedang. Levi menutup pintu kamarnya dan mendudukkan dirinya di kursi kerjanya yang berhadapan langsung dengan gadis itu. Tanpa banyak bicara, tangan pria itu dengan cepat menuangkan teh hitam yang tadi sudah diseduhnya ke cangkir milik Rachel dan langsung memberikannya.

"Minumlah." Suruhnya.

Rachel langsung mengambil teh buatan Levi dan menyesapnya sedikit. Mimik muka gadis itu langsung berubah saat merasakan rasa pahit yang memenuhi mulutnya.

"Ini pahit!" Ujar Rachel.

"Tentu saja." Kata Levi santai.

Pria itu juga menuangkan teh untuk dirinya sendiri lalu meminumnya dengan gaya khas miliknya. Rachel memperhatikan tangan Levi yang menurutnya cukup aneh dalam memegang gelas teh itu, dari dulu dia selalu penasaran kenapa pria itu selalu melakukan hal tersebut namun dia tidak terlalu berani untuk menanyakannya.

"Teh merupakan minuman yang cukup mewah saat aku tinggal di bawah tanah. Namun aku malah menjatuhkan gelas teh pertamaku karena gagang cangkirnya yang telah rapuh." Levi tiba-tiba saja membuka suara seakan mengerti apa yang dipikirkan oleh gadis itu.

"Apakah itu sebabnya kau selalu memegang cangkir seperti itu?" Tanya Rachel.

Levi menganggukkan kepalanya dan kembali menyesap tehnya. Sedangkan Rachel masih setia untuk tetap memperhatikan pria dihadapannya itu tanpa henti.

"Aku merindukan mereka." Kata Rachel tiba-tiba.

Levi sempat tersentak kaget saat mendengar ucapan Rachel. Namun dia langsung mengerti siapa 'mereka' yang dimaksudkan oleh gadis itu. Pria itu meletakkan cangkirnya di atas meja dan membalas tatapan Rachel.

Dia menghela napasnya berat, "Ya, aku juga." Jawabnya pelan.

"Kita bahkan belum sempat untuk melihat pelangi bersama, tapi mereka lebih memilih untuk pergi duluan." Rachel menyunggingkan senyum mirisnya.

"Seandainya saat itu aku lebih cepat dan lebih kuat, aku pasti bisa menyelamatkan mereka." Lanjutnya lagi.

Untuk pertama kalinya setelah kejadian tragis dua tahun yang lalu, dia berani membahas hal ini kepada Levi. Sedangkan pria itu bisa merasakan rahangnya yang mengeras karena mendengar ucapan gadis itu.

"Itu bukan salahmu." Tegasnya.

Pria itu mengalihkan pandangannya ke arah lain, tak ingin melihat wajah Rachel yang penuh akan rasa bersalahnya.

"Itu semua adalah pilihan kami. Jika saja hari itu kami berhasil membunuh Erwin, mungkin kami akan tetap kembali menjadi preman bawah tanah yang penuh dengan dosa." Ujarnya.

"Maaf." Rachel yang menyadari atmosfer yang tidak mengenakkan diantara mereka langsung meminta maaf.

"Tidak apa. Isabel dan Farlan pun pasti sudah tenang di atas sana." Kata Levi sambil tersenyum tipis. Rachel sempat tertegun saat melihat senyum pria itu, sangat jarang ah bahkan dia hampir tidak pernah melihat Levi menyunggingkan senyuman di bibirnya itu.

"Oi, Levi! Aku harus tidur dimana malam ini?"

Suara Hanji dari luar kamar Levi langsung membuat mereka tersentak kaget. Rachel yang panik langsung bersembunyi di belakang meja Levi. Jika ketawan dirinya sedang berada di kamar seorang pria tengah malam seperti ini, dia yakin Hanji akan mengadukannya kepada Erwin dan berakhir dengan dia yang mendapatkan ceramah panjang kakaknya itu.

"Oi, pendek! Aku harus tidur dimana?" Hanji akhirnya membuka kamar Levi dengan lebar. Sepertinya Moblit sudah pulang ke markas pusat sedari tadi.

Levi sempat melirik ke Rachel sekilas yang tengah meletakkan jari telunjuknya dibibir sengaja menyuruhnya untuk tidak memberitahukan keberadaannya pada Hanji.

"Kukira kau akan tidur di ruang makan." Jawab Levi malas.

"Ahh, mana mungkin ku tega menyuruhku untuk tidur disana! Aku tidur di kasurmu saja yaaa!" Levi langsung berlari kecil dan menarik baju Hanji yang hampir saja menjatuhkan tubuhnya di kasurnya.

"Tch! Badanmu kotor! Aku tidak mau kau mengotori kasurku." Pria itu langsung menyeret Hanji untuk keluar dari kamarnya.

"Yaaak! Heyyyy! Biarkan aku tidur di kamarmuuuu! Aku tidak tahu mau tidur dimana! Dasar pendek! Lepaskan aku!!" Berontak Hanji.

"Di ujung lorong ada satu kamar kosong, tidurlah disana!" Ujar Levi sambil menutup pintu kamarnya dengan kasar.

"Dasar mata empat sialan." Decaknya kesal. Dari luar mereka masih bisa mendengar racauan wanita itu yang mulai menjauh.

Levi menjongkkokkan dirinya di samping Rachel yang masih bersembunyi di belakang mejanya.

"Dia sudah pergi." Katanya.

Rachel sempat kaget karena tidak menyadari kedatangan Levi yang tiba-tiba disampingnya. Namun, entah kenapa sekarang mereka malah saling terdiam ditempatnya masing-masing. Mata mereka seakan terkunci satu sama lain, tak ada satupun yang ingin memutus kontak mata mereka.

Levi memperhatikan wajah Rachel yang berada di hadapannya ini dengan seksama. Diam-diam mengagumi kecantikan yang dimiliki oleh gadis itu.

Detak jantung Rachel tiba-tiba saja berdetak secara tidak beraturan saat menyadari wajah Levi yang mulai mendekati wajahnya secara perlahan. Dia bahkan bisa merasakan helaan nafas yang dikeluarkan pria itu. Seakan terhipnotis, dia langsung menutup kedua matanya, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya di antara mereka.

"Kembalilah, sebelum ada yang masuk lagi kesini." Kata Levi sambil menjauhkan wajahnya.

Rachel langsung membuka kedua matanya saat mendengar perkataan pria itu. Wajahnya memerah malu karena pikirannya yang berkeliaran kemana-mana.

"Ba-baik." Kata gadis itu gugup lalu segera bangkit dari posisinya dan keluar dari kamar Levi.

Sedangkan Levi kini kembali duduk di kursi kerjanya sambil menutup wajahnya yang tengah memerah dengan salah satu tangannya.



"Apa yang baru saja hampir kulakukan?" Desahnya pelan.


***
Yuhuuu! Part 22 is done! Gimana gimana wkwkwk.

Makasih buat temen-temen yg masih nungguin cerita ini, jangan lupa untuk selalu Vote dan Comment yaaa!

Lots of Love, Sya❤️

19th August, 2020

Continue Reading

You'll Also Like

2.9M 143K 23
Penyesalan memang selalu datang terlambat, itulah yang Morgan rasakan setelah bercerai dengan Gwen.
2.9M 278K 39
Sabrina Elvina Kirana, tanpa sengaja bertemu kembali dengan seseorang dari masa lalunya. Seseorang yang pernah membuatnya bahagia dan hancur secara b...
1.5M 232K 56
[ SUDAH DIBUKUKAN ] ❝ aku masih mau berjuang, Al. tapi Tuhan pengen aku pulang.❞ -Satya Langit Aksara Pernah dengar istilah "orang tepat datang diwa...