SWEET CHAOS [JAELIA]

By dear2jae

51.5K 5.5K 263

[PROSES REVISI] Kita adalah rasa yang tepat, di waktu yang salah. ©dear2jae 2021. More

INTRO
01.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
09.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.

02.

2K 275 7
By dear2jae

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)

*

Hari pertama masuk sekolah akhirnya tiba, bersamaan dengan hari pertama ibunya bekerja. Mereka berangkat bersama naik taksi online.

“Ibu mungkin sampai sore. Karena belum tahu pasti tentang jadwal. Nanti kalau pulang kamu beli makan sendiri, ya,” ujar ibunya seraya turun. Lia masih ada satu pemberhentian lagi untuk sampai di sekolah.

Lia mengangguk, mudah sekali bagi ibunya untuk bilang begitu. Apa wanita itu lupa kalau anaknya tinggal di Indonesia saat masih anak-anak, mana bisa langsung tahu dengan pasti jalanan kota. Tapi, ya sudahlah, nanti Lia beli mie saja di mini market.

Setelah turun, Lia langsung menyeberang menuju sekolah barunya. Sekolahnya ternyata besar juga. Dia melangkahkan kaki pelan seraya memperhatikan sekitar, memperhatikan bunga-bunga yang sedang bermekaran. Juga memperhatikan siswa-siswi lain yang hampir semuanya berjalan beriringan bersama teman-teman mereka. Bercengkrama dalam perjalanan menuju kelas.

Lia tidak iri karena sendirian, malah baginya ini lebih baik. Menghabiskan energi di pagi hari untuk tertawa haha hihi, oh tidak, itu bukan gayanya.

Lia segera masuk ke kelas setelah dari ruang guru. Setelah mendengar beberapa arahan dari Pak Kepala Sekolah tentang peraturan sekolah, Pak Adam menyuruhnya untuk memperkenalkan diri di depan kelas. Ah, apakah ini suatu keharusan? Lia menatap para siswa yang ada di kelas itu, mereka semua menatapnya secara bersamaan, menunggunya untuk bicara.

“Hai, namaku Grizellia Aqueenas. Pindahan dari Inggris, senang bertemu dengan kalian.”

Oke, Lia kira ini sudah cukup. Informasi umum yang harus diketahui oleh mereka. Pak Adam kemudian menyuruhnya untuk duduk. Lia duduk paling belakang karena hanya itulah bangku yang tersedia.

“Anak-anak, hari ini Bapak tidak bisa mengisi pelajaran karena ada rapat mendadak. Jadi, kalian bapak beri tugas yaitu membuat percakapan dalam Bahasa Inggris. Jangan cari di google, kalau nekat nilai kalian 0. Sekian.”

Hari pertama sudah begini,?. Lia hanya diam sambil memperhatikan sedangkan siswa yang lain berteriak heboh. Entah apa alasan mereka berteriak yang pasti dia tidak ikut-ikutan.

“Pak, percakapannya tema bebas?” tanya Lia setelah mengangkat tangan. Buku tulis sudah siap, pulpen juga sudah siap ditangan, Lia hanya tinggal menunggu jawaban Pak Adam selaku guru Bahasa Inggris.

Tapi, ada yang aneh. Kenapa mereka semua menatap Lia dengan tatapan tidak suka? Apa karena Lia siswi baru, atau karena pertanyaannya barusan? Jika karena pertanyaan, kenapa mereka sampai sebegitunya, Lia hanya bertanya yang seharusnya.

Oh, Lia masuk kelas IPA. IPA 1.

“Pertanyaan yang bagus. Temanya bebas, ya,” ujar Pak Adam. “Kalau kalian kesulitan, tanya saja pada Grizellia. Dia pasti jago Bahasa Inggris,” ujar Pak Adam dan berlalu pergi.

Hah?! Apa-apaan, kenapa jadi aku, pikir Lia. Jika itu cara Pak Adam untuk membantunya mendapatkan teman. Maka, terima kasih tapi Lia tidak membutuhkannya.

Lia mengabaikan mereka. Bukannya tidak mau membantu tapi selama ini apa yang mereka tangkap dari pelajaran Bahasa Inggris. Kenapa mau dibantu terus? Maaf jika kedengarannya Lia egois tapi sungguh, mereka harus mulai berusaha sendiri. Bahkan saat ujian nanti, semua orang akan berdiri sendiri.

Di depannya ada siswi yang duduk, namanya Yesha Keiramina. Dia tiba-tiba menengok ke belakang dan menatap Lia sambil tersenyum. Ya Tuhan, jangan katakan dia mau minta bantuan.

“Hai, my name Yesha,” ujarnya sambil mengulurkan tangan. Dia masih senyum, rambutnya dikuncir dua, seperti anak TK saja. Dia kalau senyum matanya hilang.

Lia hanya tersenyum kaku dan menyambut uluran tangannya. Tidak enak juga mau mengabaikan. Dia sepertinya lucu dan asik, katanya dia sudah tahu kalau ada siswi pindahan dari luar negeri makanya berkenalan pakai Bahasa Inggris.

“Grizellia. Tapi, panggil Lia aja.”

Kemudian ada siswa yang duduk di samping Lia yang tiba-tiba membawa kursinya dan duduk di dekatnya, dia juga mengulurkan tangannya. Oh tidak, jangan lakukan ini padanya, Lia tidak terbiasa dengan semua ini. Tidak ada alasan lain, Lia hanya tidak mau berhutang budi. Maksudnya, simple saja, Lia tidak mau terlalu dekat dengan mereka.

I’m Haikal Adiwijaya. I’m her best friend, we’re friends, ujarnya sambil menunjuk Yesha.

“Gue orang Indo asli. Jadi, ngomong pakai Bahasa Indo aja.”

Walaupun tinggal selama 10 tahun di Inggris, tapi Lia bisa dengan fasih berbahasa Indonesia. Karena ibu dan ayah menyewa guru les bahasa untuknya dan kakaknya.

Mereka kemudian tertawa kecil, mungkin karena namanya juga agak kebarat-baratan jadi mereka bicara pakai Bahasa Inggris dengannya. Ya, Lia sangat menghargai usaha mereka tapi untuk menjadi lebih dekat sepertinya akan sulit.

Lia kira mereka akan minta diajari tapi mereka hanya bertanya beberapa kata yang tidak mereka mengerti. Ya, Lia memberitahu mereka. Tadinya mau mengabaikan tapi tidak enak, nanti dikira sombong. Jadi, Lia hanya berharap Yesha dan Haikal berhenti bertanya agar dia tidak susah-susah menjawab.

Jam pelajaran selesai, ketua kelas mengumpulkan semua tugasnya. Namanya Rendy Juniantara. Dia memang terlihat berwibawa untuk jadi seorang ketua kelas. Pembawaannya tenang, jika anak-anak yang lain ribut dia akan langsung menegur.

“Lia, ayo makan siang,” ajak Yesha dan Haikal.

Lia kaget, tadinya dia tidak berniat sama sekali untuk pergi makan. Dia hanya ingin di kelas. Ah, lagi-lagi mereka tidak bergeming sama sekali, masih menatap Lia dan menunggu jawabannya.

“Nggak, kalian aja yang pergi. Gue nggak nafsu makan,” jawab Lia akhirnya. Menolak ajakan mereka.

Raut wajah Yesha berubah masam. Maaf, Lia hanya sedang malas, sumpah. Mereka kemudian meninggalkan Lia sendiri. Kini Lia sendirian di kelas, menyandarkan kepala di atas meja sambil menatap jendela. Menatap bunga-bunga yang sedang bermekaran.

Lia rindu ayahnya, Kakaknya Jamal dan teman-temannya. Entah sampai kapan dia dan ibu akan tinggal di sini. Yang pasti Lia ingin cepat kembali.

Seseorang mengetuk mejanya, Lia mengangkat kepala dan menatapnya, ternyata si ketua kelas. “Apa?” tanya Lia.

“Kenapa nggak ke kantin makan siang?” tanyanya balik.

“Gue nggak nafsu makan,” jawab Lia sekadarnya. Tapi memang kenyataannya dia tidak nafsu makan apa-apa.

Dia kemudian menyodorkan satu kotak susu rasa strawberry. “Minum ini,” ujar Rendy, “Tadinya gue beli buat temen. Tapi gue lupa, dia nggak suka susu. Jadi, lo minum aja.”

Oke, Lia anggap ini adalah perhatian seorang ketua kelas pada anak baru sepertinya. Karena itu memang tugasnya dan juga karena tadi Pak Adam sempat bilang pada Rendy untuk membantunya.

“Terima kasih.”

“Lo nggak ke kantin karena emang nggak nafsu atau karena nggak ada temen?” tanya Rendy lagi.

Ya Tuhan! Berhentilah bertanya Rendy Juniantara. Lia tahu niatmu baik tapi dia tidak nyaman.

“Tadi Yesha sama Haikal ngajakin. Tapi gue nolak karena emang nggak nafsu makan.”

Rendy hanya mengangguk dan kembali berkutat dengan buku yang ada di mejanya. Kapan bel masuk akan berbunyi, Lia ingin cepat pulang.

Memang, kalau kita sangat menantikan sesuatu biasanya waktu akan terasa berjalan sangat lambat. Seperti sekarang ini, Lia heran kenapa bel masuk lama sekali berbunyi. Tidak ada yang bisa dia lakukan karena anak-anak yang sudah kembali ke kelas bercengkrama dengan teman-teman mereka. Lia memang tidak mengharapkan mereka untuk menyapa atau apa. Hanya saja Lia yakin salah satu dari mereka pasti merasa kasihan padanya karena sendirian. Lia sih tidak apa-apa dan tidak terlalu peduli juga dengan tanggapan mereka.

Setelah sekian lama berkutat dengan ponselnya, bel masuk akhirnya berbunyi. Satu persatu dari mereka mulai kembali termasuk Yesha dan Haikal. Mereka tidak menyapa Lia dan langsung menuju kursi masing-masing. Mungkin mereka merasa kecewa dengan sikapnya. Tapi sungguh, Lia tidak terbiasa dengan semua ini.

Lia sedang fokus mengeluarkan buku pelajaran Matematika ketika mereka semua tiba-tiba riuh. Sontak Lia langsung mengangkat kepala, mencari sumber yang menyebabkan keributan ini. Tapi rasanya tidak ada karena Lia hanya melihat Pak Surya dan seorang siswa laki-laki membawa tumpukan buku masuk ke kelas. Apa mereka menyoraki Pak Surya karena memang Pak Surya tergolong tampan, Lia akui. Atau karena siswa yang bersamanya? Entahlah.

“Lo ngapain di sini?”

Ketua kelas bertanya pada siswa laki-laki yang membawa tumpukan buku itu.

“Lo nggak liat gue lagi ngapain?”

Siswa laki-laki itu balik bertanya. Lia memperhatikan penampilannya dari atas sampai bawah dan kesimpulannya hanya satu, berantakan. Maksudnya, pakaiannya tidak dimasukkan dengan benar dan dia tidak pakai dasi serta name tag yang seharusnya ada.

“Mimpi apa lo semalem sampai mau ngelakuin hal kayak gini?” Rendy kembali bertanya karena anak itu sekarang berdiri di depan mejanya.

Belum sempat menjawab, Pak Surya menyuruhnya untuk keluar karena pelajaran mau dimulai. Pak Surya juga menyuruhnya untuk merapikan baju. Dia sempat menatap ke arah Lia atau hanya perasaan Lia saja. Tapi entahlah, dia kemudian berlalu pergi.

Pelajaran Pak Surya menyenangkan, walaupun Lia sempat berpikir Pak Surya itu orangnya kaku tapi ternyata dia bisa bercanda juga. Baguslah, pelajaran matematika jadi tidak membosankan. Yang Lia herankan adalah Yesha dan Haikal benar-benar tidak pernah mengajaknya bicara lagi. Sebesar itukah kekecewaan mereka padanya. Tapi tidak apa-apa karena Lia rasa sudah memberikan jawaban sopannya pada mereka.

*

“Nathan, bisa tolong bawain saya buku tugas itu?” Pak Surya menunjuk tumpukan buku tugas kelas IPA 1 yang ada di atas kursi depan ruang guru. Pak Surya memang menunggu seseorang yang akan lewat untuk meminta bantuan dan kebetulan yang lewat itu Nathan.

“Ke kelas mana, Pak?”

“IPA 1.”

“Siap, Pak.”

Setelah mendengar kata IPA 1, langsung saja dengan sigap Nathan meraih tumpukan buku itu dan mengekori Pak Surya. Jika saja Pak Surya bilang kelas lain maka dia sudah menyiapkan jawaban untuk menolak dengan halus. Jawabannya simple, maaf Pak, saya tidak bisa karena harus cepat ke kelas untuk belajar.

Alasan terbesar dia mau melakukan hal yang tidak pernah dia lakukan adalah karena Grizellia. Gadis itu menarik perhatiannya ketika pagi tadi bertemu di ruang guru. Lia dengan tujuan untuk menemui Kepala Sekolah sebagai seorang siswi baru dan Nathan dengan tujuan mengumpulkan tugas Sosiologi di atas meja Pak Salim secara diam-diam. Tugas yang seharusnya dikumpulkan kemarin tapi malah dikumpulkan hari ini oleh Nathan. Alasannya sederhana, Nathan kurang menyukai pelajaran Sosiologi. Mereka sempat bertukar pandang ketika sama-sama mau masuk ke ruang guru. Tapi ekspresi Lia biasa saja dan itu membuat Nathan merasa tertohok. Siapa sih yang bisa menolak pesona seorang Nathan Adinata.

Bagaimana akhirnya Nathan tahu di kelas mana Lia berada ya karena dia sempat mendengar percakapan antara Pak Yusuf selaku Kepala Sekolah yang memberitahu Lia untuk masuk ke kelas IPA 1. Lalu pendengarannya dipertegas ketika di kantin sekolah Rendy bilang bahwa ada anak baru di kelasnya.

Saat masuk, Nathan sempat mencuri pandang pada Lia yang duduk paling belakang tapi Lia sedang berkutat dengan tasnya. Tak pelak tindakan Nathan ini membuat semua anak-anak riuh. Rendy pun sampai kaget melihat temannya yang tidak suka melakukan hal macam ini tiba-tiba muncul di kelasnya dengan senyum mengembang.

**

FIKSI GUYS. FIKSI.
Thanks.

©dear2jae
2020.08.17 — Senin.
2024.02.10 — Sabtu. (Revisi)

Continue Reading

You'll Also Like

33K 2.4K 6
Judul awal Transmigrasi Lea. " Kenapa gua ada disini? Bukannya gua udah mati?" *** Start : 6 Desember 2021 End : 23 Februari 2022 # 2 - Lea ( 9/4/22...
404K 36.3K 17
Adhelia Maisandra. Gadis Polos,baik,manja yang mendambakan kasih sayang seorang kakak kini harus meregang nyawa di tangan kakaknya sendiri. Ia kira a...
2.5M 254K 61
Zaman sudah berubah, saat ini Vampire menjadi peliharaan manusia. Dengan nama baru, yaitu; Bypire Yang berarti 'Vampire yang dipelihara'. Jungkook me...