Warning bahasa cukup kasar 🙂
Jangan lupa vote sebelum baca ya!
Prang...
Dia memecahkan kaca kamar mandinya dengan tangannya sendiri, luka itu bahkan tidak berasa apapun untuknya saat ini yang ada difikiranya hanyalah...
Rain harus mati.
Gadis itu telah menjadi penghalang kebahagiaannya dan dia harus disingkirkan, penantianya selama bertahun-tahun tidak akan sia-sia jika gadis itu tidak ada namun kalau Rain tetap memaksa maka dia harus terpaksa melenyapkannya dari dunia ini, bukankah sebelumnya dia sudah memberi peringatan? Jika tidak dihiraukan maka itu bukan salahnya dan jangan salahkan dia jika apa yang dia tuliskan diseluruh teror yang dia beri akan benar-benar terjadi.
Dia harus melihat permainan utamanya dan dia akan ikut bermain, ayo kita bermain Rain.
"Lakukan rencana kita" gumamnya dibali ponsel yang hampir semuanya tertutup dengan noda darah dari tangannya sendiri.
Semalam entah apa yang terjadi saat gadis itu tertidur Renjun sudah tidak ada disana dan untungnya pemuda itu tidak lupa untuk menutup pintu balkon kamarnya kembali, dia sedikit parno tentang itu.
Hari ini mereka memiliki kelas Lab dan Rain sudah sangat yakin jika dia sudah memasukan jas Labnya kedalam tas sebelum berangkat tadi, sedangkan Jisung dengan santainya melempar jas miliknya ke wajah Rain.
"Pake itu aja" ucapan pemuda itu cukup membuatnya bingung, oh jadi ternyata ini ya cara halus seorang Park Jisung si jenius olimpiade untuk bolos kelas hari ini.
Belum lagi menanggapi namun Jisung sudah terlebih dahulu meninggalkan kelas, entah kemana tujuannya gadis ini tidak tahu dan sepertinya tak ingin tahu, dia fikir mungkin Jisung sudah malas belajar dan itu juga bukan masalah untuknya mengingat otaknya yang sudah cerdas dari lahir, jadi itu bukan masalah besar, bolos kelas satu kali tidak akan membuat Jisung jadi bodohkan?
"Lagian lo tumben banget sih gak bawa jas?" Lami menyeletuk disampingnya.
Mereka sedang dalam perjalanan kearah Lab kimia yang berada diatas ruang guru, itu alasan kenapa para anak IPA selalu anteng saat sudah memasuki Lab.
Hey tunggu dulu, sepertinya Rain melupakan sesuatu, jika ada Jisung disini kemana kelima temannya itu? Jaemin, Jeno, Chenle, Haechan bahkan Renjun tidak ada disini, apakah mereka memang berniat untuk bolos pelajaran hari ini? Yang benar saja! Jika iya jangan bilang kalau Jisung hanyalah mencari-cari alasan untuk ikut bolos bersama ke lima temannya.
"Kalian nyadar gak sih, kok mereka gak ada ya?" pertanyaan Rain membuat Hina dan Lami memandangnya dengan pandangan bingung, siapa yang tidak ada?
"Maksud lo?"
"Anak-anak cowo Na, Jeno, Jaemin, Chenle, Haechan bahkan Renjun juga gak keliatan dari tadi" benar kata Rain, mereka tidak ada dan tidak ada satupun dari anak-anak kelas menyadari jika mereka tidak ikut kelas ini yang benar saja, bahkan Hina dan Lami sendiri hampir melupakan mereka.
"Kok gue baru nyadar ya kalo mereka semua gak ada, udah gitu Jisung pergi gitu aja lagi" ucapan Lami juga baru disadari oleh Rain bahwa pemuda Park itu sepertinya sudah merenakan ini dari awal atau mungkin Jisung yang telah menyembunyikan jas lab milik Rain agar dia dapat mencari alasan untuk tidak mengikuti kelas hari ini.
Mereka terlalu mencurigakan untuk dikatakan bahwa itu hanya kebetulan semata, sedangkan Hina sepertinya hanya diam dan tidak seheboh biasanya entah apa yang terjadi dengan gadis itu.
Saat didalam Lab, mereka melaksanakan praktek tentang materi yang sudah diberikan minggu lalu namun sepertinya Hina sedang tidak fokus atau gadis itu sedang melamun, Rain dapat melihatnya dengan jelas jika fikiran gadis itu tidak sedang ada disini, entah apalagi yang terjadi dengan sahabatnya itu.
Ditengah kesibukan para murid lain yang sedang melaksanakan praktek, Hina terus memikirkan ini, sejujurnya dia sempat bertemu dengan Jeno saat ingin memasuki kelas hanya saja entah kemana pemuda itu pergi, yang Hina ingat hanyalah Jeno berpesan untuk tidak meninggalkan Rain sendirian dalam keadaan apapun, setelah itu pemuda itu pergi begitu saja meninggalkannya yang masih berdiri diambang pintu kelas.
"Lo yakin ini bukan jebakan?" si paling muda ini bertanya kepada salah satu diantara mereka bertujuh, sekarang ini mereka sedang melaksakan atau menggelar sebuah misi penyelamatan ala kadarnya.
Misi yang dilaksanakan dadakan dengan pemberitahuan pagi tadi sebelum berangkat sekolah untungnya mereka masih memiliki otak yang mumpuni walau kadang suka nyontek kalo ngerjain tugas atau suka bolos hanya karena tidak suka pada yang mengajar, namun kalau dari lahir sudah memiliki otak yang bagus mau dibagaimanakanpun mereka tetap cerdas.
"Gue harap sih bukan" pemuda ini menjawabnya dengan menatap sinis kearah salah satu pemuda China yang ada disana.
"Jen lo udah pastiin Rain amankan?" pertanyaan pemuda yang paling tua diantara mereka itu hanya dijawab oleh Jeno dengan anggukan.
"Gue udah bilang Hina buat gak ninggalin Rain sendirian apapun keadaannya, ya meskipun gue gak bilang apa alasanya gue yakin dia pasti ngerti apalagi ini menyangkut sahabatnya" jelas pemuda ini serius.
Sudah hampir setengah jam mereka mengelilingi rumah ini namun entah kenapa tak ada tanda-tanda yang mencurigakan atau sejenisnya, ini memang rumah ditengah hutan yang sulit untuk dijangkau namun rumah ini nampak biasa, bahkan tidak ada tanda-tanda kehidupan disini.
Brak...
Mendengar suara pintu tertutup dengan keras membuat mereka saling pandang dan buru-buru untuk mengecek kearah suara.
Sial, pikir mereka.
Pintunya terkunci dan tidak jalan lain selain pintu itu, rumah ini bahkan hanya memiliki 2 atau 3 jendela yang masing-masing diberi pembatas besi jadi sulit untuk mereka pergi dari ini.
Brak...
"Bangs*t pintunya dikunci dari luar" Jeno menendang pintunya sembari berkata kasar sedangkan Jaemin yang berada disampingnya mulai menilik satu persatu dari wajah keenam temannya dan dia menemukannya.
Diantara ketujuh pemuda yang sibuk mengumpatkan kata-kata kasar, Jaemin berjalan pelan dengan tangan mengepal bahkan wajahnya terlihat memerah, dia berjalan pelan menuju bagian pojok kanan.
Bugh...
Satu pukulan mendarat dipipi pemuda China ini membuat kelima pemuda lainnya menatap mereka kaget.
Jaemin dengan emosi yang memuncak terus melayangkan pukulan kepada Chenle yang sudah tidak berdaya disana. Mark yang melihat itu langsung mencoba memisahkan mereka namun tenaga Jaemin terlalu kuat saat dia marah, mereka semua bingung apa yang sebenarnya terjadi dengan kedua manusia itu.
Bugh...
"Lo pikir karena gue diem aja, gue gak tahu semuanya?!!!" Jaemin terus menuding pemuda itu sembari melayangkan pukulannya sedangkan Chenle hanya diam tanpa melawan.
"GUE FIKIR LO UDAH BISA DEWASA BUAT MILIH MANA YANG BENER DAN SALAH!!! Tapi kalo ini pilihan lo, harusnya gue tahu dari awal kalo lo terlalu buta sama cewe bangs*t kaya dia!"
Bugh...
Mark berusaha untuk memisahkan mereka, satu pukulan dia layangkan untuk menjauhkan Jaemin dari Chenle dan untungnya itu berhasil, setidaknya hari ini tidak akan ada yang mati diantara mereka bertujuh.
"Kalian apa-apa sih! Jelasin sama gue kenapa bisa kaya gini!" Mark menarik keduanya untuk duduk di dirinya sedangkan keempat pemuda lainnya hanya diam, tapi sebenarnya Jisung mengerti apa yang dimaksud Jaemin bahkan Renjun sendiri mengerti dengan keadaan ini hanya saja dia benar-benar tidak berfikir jika Chenle akan melakukan ini.
"Dia! Dia yang udah bikin kita kejebak disini! Dia juga yang udah bikin rencana ini sama cewe bangs*t itu! Dia tahu semuanya tapi dia gak pernah bilang sama kita!!" tudingan Jaemin tak dibantah oleh Chenle, malah sekarang pemuda itu hanya terkekeh pelan sambil memegangi luka pada sudut bibirnya.
"Maksud lo apa sih? Gue masih bingung" Mark mengerutkan keningnya tidak mengerti dengan apa yang Jaemin ucapkan.
"Gue ngerti" gumaman Renjun terdengar oleh mereka membuat keenam pemuda menoleh.
"Dia lakuin ini buat Ningning, gue tahu awalnya emang lo suka sama Yiren. Pas pertama kali lo denger kalo gue bakal dijodohin sama Yiren, gue tahu kalo lo ngelakuin segala macam cara buat bikin perjodohan itu batal apalagi mengingat kalo gue emang sama sekali gak pernah suka sama Yiren tapi itu justru bikin semua rencana lo berjalan dengan lancarkan...." ucapan Renjun terpotong oleh Chenle yang berteriak tidak terima.
"Gue udah gak perduli sama Yiren!!!"
"Gue tahu! Gue tahu Le, gue tahu lo udah gak nganggep Yiren sebagai orang yang lo cintai tapi lo udah nganggep dia sebagai adik lo! Gue tahu kalo selama ini lo berusaha bikin dia sadar untuk gak lagi ngejar gue tapi gue juga tahu lo lakuin ini bukan buat Yiren atau bahkan gue! Tapi lo lakuin ini buat Ningning! Gue tahu lo suka sama dia dari pertama kita masuk sekolah! Gue juga tahu kalo lo akhirnya patah hati lagi karena ternyata cewe gila itu malah suka sama gue..."
"JANGAN PANGGIL DIA CEWE GILA!" Chenle hampir saja menerjang Renjun jika tidak ditahan oleh Jaemin dan Mark.
"Lo ngelakuin semua ini biar Ningning gak punya nasib sama kaya Yiren! Lo gak mau kalo nanti Ningning bakal berakhir di rumah sakit jiwa sama kaya Yiren! Tapi harusnya lo sadar kalo lo juga ikut gila Le, lo yang udah ngirim paket teror itu kerumah Rain! Bahkan lo juga yang udah ngirim paket teror kerumah gue! Lo pikir selama ini gue gak tahu apa yang selama ini lo lakuin?! Gue tahu semuanya Le! Gue tahu!"
Semuanya benar, apa yang dikatakan Renjun barusan benar. Chenle menyukai Yiren sejak mereka berteman dekat saat masih di China hingga pada hari itu keluarga Huang memutuskan untuk menjodohkan Renjun dengan Yiren namun semuanya gagal karena rencana Chenle dan lagipula Renjun sama sekali tidak menyukai gadis itu. Saat itu Yiren depresi, dia sangat terobsesi kepada Renjun sampai ingin melakukan hal gila, itu menjadi salah satu alasan yang membuat keluarga Huang akhirnya pindah kesini dan sepeninggalan Renjun, dia mendapat kabar jika gadis itu akhirnya dimasukan ke rumah sakit jiwa oleh orang tuanya untungnya kejiwaan Yiren masih dapat dipulihkan.
Setelah Yiren sembuh, dia kabur dari rumah dan menyusul Renjun kesini begitupun dengan Chenle namun sepertinya Chenle sudah mulai menyadari jika rasa sayangnya kepada Yiren hanyalah seperti kakak dan adik setelah ia bertemu dengan Ningning dan sialnya ternyata gadis itu juga jatuh dalam pesona Renjun, awalnya pemuda itu merasa marah dan beranggapan jika Renjun selalu merebut apapun yang dia inginkan namun mengingat masalalunya dengan Yiren membuat dia berfikir untuk menjaga Ningning agar tidak memiliki nasib yang sama seperti Yiren.
Ningning, gadis itu memang tidak menyuruhnya untuk meneror Rain ataupun Renjun dengan kotak aneh yang pernah Chenle lakukan, itu semua adalah ulah Yiren hanya saja Chenle tidak akan membantah jika Ningning yang sudah menyeret Rain masuk ke hutan saat kejadian Villa itu. Kedua gadis itu bekerjasama untuk memisahkan Renjun dan Rain, Chenle tahu itu, awalnya dia ingin mengatakannya pada Mark waktu itu namun dia tidak bisa mengatakan semuanya jika ada Jisung disana jadi dia fikir bahwa dia bisa memilih jalannya sendiri dan inilah yang dia pilih.
"Gue gak nyangka kalo lo sejahat itu sama sahabat lo sendiri" ucap Haechan tak percaya, dia berusaha untuk berfikir bahwa Chenle tidak mungkin seperti itu namun nyatanya semuanya memang benar.
"Gue gak pernah nganggep kalian sahabat" dengan gampangnya pemuda ini berkata demikian dengan kekehan remehnya.
"Gue gak yakin kalo lo gak nganggep kita sahabat" gumam Jisung yang sedaritadi hanya memperhatikan, dia yakin jika dalam hati kecil pemuda itu tentu sangat ingin berucap bahwa dia juga menganggap mereka adalah sahabatnya.
"Gue gak pernah nganggap kalian sahabat setelah dia gak pernah nganggep Ningning ada dalam hidupnya! Dia cuma manfaatin Ningning buat keperluanya sendiri tanpa memikirin perasaan gue! Dia tahu kalo gue suka sama Ningning tapi dia tetep ngelakuin itu, dia pacaran sama Ningning cuma buat bikin Rain cemburu tapi dia lupa kalo dia juga nyakitin perasaan gue sama Ningning bahkan Yiren yang hampir depresi lagi karena dia!!"
Diantara semua kekalutan itu mereka melupakan sesuatu, bagian yang sangat penting yang harusnya mereka sadari, keadaan Rain.
Gadis itu tanpa sepengetahuan Hina maupun Lami pergi begitu saja setelah jam pelajaran pertama selesai, dia bahkan melupakan tasnya yang masih ada disekolah, fikirannya terlalu penuh oleh kemana perginya keenam pemuda itu? Apa yang sedang mereka lakukan hingga bolos sekolah seperti ini.
"Lam lo liat Rain?" tanya Hina saat melihat jika didalam kelas mereka tidak ada gadis itu sedangkan jam pelajaran kedua sebentar lagi akan dimulai.
"Nggak tuh, emang kenapa sih? Biarin ajalah dia udah gede ini gak mungkin nyasar disekolah sendiri" gurauan Lami tak diidahkan oleh Hina yang sedang mengotak atik ponselnya dengan raut wajah khawatir.
"Lam, ini gak main-main kita harus cari Rain sekarang!" seruan panik Hina membuat Lami semakin bingung, ada apa sebenarnya dengan gadis itu?
"Tunggu deh, ini sebenernya ada apa sih? Lo bisakan jelasin sama gue dulu" Lami mengentikan tarikan tangan Hina yang sudah membawanya sampai ke koridor kelas IPS.
"Gue juga gak tahu sebenernya kenapa, tapi tadi pagi gue ketemu Jeno dan dia nitip pesen supaya gak ninggalin Rain apapun keadaanya dan gue yakin pasti ada sesuatu yang gak beres disini, lo inget gak pembicaraan kita tempo hari, gue fikir ini beneran terjadi" setelah mengerti tentang apa yang dibicarakan Hina, kini malah Lami yang menarik tangan Hina untuk segera pergi mencari Rain.
Sedangkan dari balik jendela kelas IPS itu seseorang terus menyeringai puas dengan apa yang baru saja ia lihat, permainanya baru saja dimulai namun ini nampak menyenangkan.
Ayo buat ini lebih dari sekedar permainan, salah satu dari mereka harus mati atau mungkin dia lebih suka mengambil dua nyawa sekaligus, tangannya tak akan terasa kotor dengan bantuan para lalat menjijikan itu.
Ningning dan Chenle memang menjadi sasaran empuk untuk dia jadikan kambing hitam, setidaknya jika persoalan ini sampai kemeja hijau, maka dia tidak akan berada di jeruji besi sendirian.
Hi, ketemu lagi sama aku di sini Renjun tentang Renjun dan Hujan.
Kira-kira kalian suka gak?
Akhirnya semuanya kebongkaran, siapa yang neror Rain, dan hubungan masalalu Renjun kenapa bisa ada disini.
Maaf ya kalo updatenya agak lama dari biasanya soalnya lagi macet ide buat story ini.
Ayo coba tebak endingnya apa yang bakal terjadi sama Rain setelah keenam (-chenle) pemuda yang harusnya nyelametin dia malah dikurung begitu?
Karakter siapa yang nantinya bakal hilang disini?
Maafin kalo ada typo ya nanti di revisi lagi 🙏
Jangan lupa vote ⭐
And komen 💬