Renjun menuruni tangga rumahnya dengan santai, menuju meja makannya yang terdapat roti dan selai di sana. Hari ini Renjun tidak terlambat bangun, maka dari itu dia terlihat lebih santai dan sempat menyiapkan sarapan.
Renjun duduk di salah satu kursi, mengambil roti dan selai coklat yang ada di atas meja. Renjun mulai mengoles selai itu ke atas roti kemudian memakannya, sama seperti yang biasa ia lakukan. Hari-harinya terus berjalan seperti itu, hanya ada sedikit perubahan dalam hidupnya yaitu kedatangan gadis unik yang membuat hari-harinya lebih terisi.
Renjun tiba-tiba teringat pada Sojae, dengan cepat ia mengambil ponselnya lalu mencari nama Sojae di sana. Awalnya ragu untuk menelepon Sojae, namun Renjun tidak ingin menunda agar ia tidak terlambat. Renjun mendekatkan ponselnya ke telinga, menunggu suara Sojae menyapanya.
“Mmh, halo?”
Renjun terkejut mendengar suara Sojae yang aneh, seperti baru bangun tidur (?).
“Halo Sojae, ini Renjun”
“Oh, ternyata Renjun. Maaf aku tidak melihat siapa nama peneleponnya hehe” Sojae terkekeh, suaranya terdengar berat dari seberang sana. Renjun yang mendengar itu tentu merasa heran, suara Sojae tidak seperti ini saat menelepon kemarin.
“Ada apa denganmu?”
“Hm? Apa?”
“Suaramu terdengar berbeda? Apa terjadi sesuatu?” Renjun menghentikan kegiatannya, fokus menunggu jawaban dari Sojae.
“Ah itu uhuk… aku sakit” Sojae terdengar samar-samar batuk.
Renjun membulatkan matanya, “Sakit? Apa parah?”
“Tidak, ini hanya demam biasa. Mungkin setelah beristirahat seharian aku akan kembali sehat”
Renjun tetap saja khawatir setelah mendengar itu.
“Kalau begitu istirahatlah, jangan melakukan apapun yang melelahkan” Renjun berdiri dari posisi duduknya, mengambil tasnya di sofa lalu berjalan keluar rumah. Sudah saatnya ia berangkat sekolah.
“Haha iya, aku akan segera sembuh” Sojae tertawa pelan dengan suara paraunya. “Kau akan sekolah, kan?”
Renjun mengangguk, “Iya, aku sedang bersiap-siap” Renjun menjepit ponselnya di antara telinga dan bahunya, tangannya bergerak aktif memakai sepatunya.
“Semangat”
Renjun tersenyum, “Baiklah. Sekarang istirahatlah, sampai jumpa” setelah itu panggilan terputus.
Sebenarnya Renjun merasa sedih mendengar kabar bahwa Sojae sakit, karena mereka tidak akan bertemu di sekolah maupun di tempat kerja Sojae. Namun Renjun memilih untuk bersabar agar Sojae segera sembuh dan mereka dapat bertemu lagi.
|Why?|
Renjun nampak mengaduk-aduk makanannya sedari tadi, tangannya menopang pipinya dan wajah Renjun nampak lesu. Hanya Jaemin yang menyadari itu, Haechan sangat fokus pada makanannya karena terlalu lapar.
“Renjun”
Renjun menatap Jaemin yang baru saja memanggil namanya.
“Kau baik-baik saja? Kau terlihat lesu” Jaemin menatap khawatir sahabat di hadapannya itu, dia pikir Renjun sakit.
Haechan yang tadinya fokus dengan makanannya kini mulai bergabung dengan percakapan kedua sahabatnya.
“Aku tidak apa-apa, hanya tidak berselera makan” Renjun mengulum senyumnya, mendorong nampannya agar menjauh darinya.
“Kau harus tetap makan, jangan sampai sakit” Jaemin kembali mendorong nampan Renjun.
“Mengapa dia bisa sakit? Apa karena aku?” Renjun berlirih, nyaris tak terdengar jika saja Haechan tak berada di sampingnya.
“Siapa?” Haechan mendekati Renjun.
“Sojae” Renjun menjawabnya singkat sambil mempoutkan bibirnya, menatap kosong ke depan dengan ekspresi sedih.
Jaemin dan Haechan saling melempar tatapan, tiba-tiba tersenyum saat memikirkan hal yang sama.
“Jadi Sojae sakit?”
Renjun mengangguk pelan.
“Dan kau khawatir?” Jaemin tersenyum sambil mencondongkan tubuhnya ke depan agar bisa mendengar lebih jelas.
Renjun menatap kedua sahabatnya secara bergantian, “Tentu saja… karena kami teman…” entah mengapa Renjun terdengar ragu menjawabnya, padahal jawaban itu benar.
“Ouh benarkah? Kalian hanya teman?” Jaemin terkekeh seakan mengejek ucapan Renjun.
Renjun menatap datar ke arah Jaemin, “Jaemin, jangan lagi”
“Ayolah Renjun, kami tau kau jatuh cinta pada Sojae” Jaemin menjauhkan tubuhnya dari meja seraya melipat kedua tangannya di dada.
“Yang Jaemin katakan benar, hanya kau saja yang berusaha menghindar dari kenyataan itu” Haechan ikut menambahkan, padahal awalnya dia juga tidak percaya dengan ucapan Jaemin.
“Sudah kukatakan, aku hanya menganggap Sojae temanku, sama seperti aku menganggap kalian teman. Berhentilah membicarakan tentang jatuh cinta dan semacamnya, aku tidak suka” Renjun tiba-tiba berdiri, pergi meninggalkan kedua temannya yang masih terdiam di tempat.
“Astaga, dia marah?” Haechan menatap tak percaya ke arah Jaemin, kejadian di mana Renjun marah hingga meninggalkan mereka memang jarang terjadi. Biasanya Renjun hanya berteriak kesal kemudian kembali tertawa, pemuda itu tidak pernah benar-benar marah hingga pergi seperti itu.
“Biarkan saja, dia masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa dia jatuh cinta. Biarkan dia sendiri” Jaemin tersenyum, melajutkan acara makannya yang sempat tertunda karena urusan Renjun. Ini juga langka, kejadian di mana Jaemin cukup pintar tentang sesuatu.
|Why?|
Renjun menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong, membiarkan buku di tangannya terbuka begitu saja. Setelah pergi dari kantin, Renjun memilih untuk menghabiskan waktunya di perpustakaan. Bukan untuk belajar, hanya sekedar membaca komik atau novel yang tersedia di sana.
Sejak tadi Renjun tidak fokus membaca, dia asik melamun. Renjun tidak bisa berbohong jika ia memikirkan Sojae, mendengar Sojae sakit membuatnya merasa tidak bersemangat. Tapi tetap saja Renjun tidak ingin mengakui ucapan teman-temannya, merasa tidak mungkin jika jatuh cinta secepat itu.
“Renjun!”
“Sssttt!” Renjun otomatis menempelkan jari telunjuknya di bibirnya seraya melotot pada gadis yang baru datang itu. “Ini perpustakaan, bukan taman bermain” Renjun kembali menyandar di salah satu rak buku.
Gadis itu menutup mulutnya agar tidak ribut lagi, mendekati Renjun dengan buku di tangannya. Gadis itu ikut menyandar di samping Renjun, mengintip buku yang Renjun baca.
“Kau suka baca itu?”
Renjun menggeleng.
“Tapi kau membaca itu”
Renjun menoleh ke arah gadis itu dengan tatapan datarnya, “Shuhua, bisa diam tidak?”
Shuhua mengangguk sambil terkekeh, mulai membuka bukunya juga untuk dibaca. Mereka menikmati waktu masing-masing tanpa ada yang bersuara.
Shuhua dan Renjun memang cukup dekat karena duduk sebangku sejak kelas 10. Keduanya hanya dekat seperti teman biasa, tidak terlalu menempel seperti teman dekat. Shuhua yang ceria lebih mudah diajak bicara, dan Renjun pandai menanggapinya.
“Shuhua”
Shuhua menoleh.
“Menurutmu, jatuh cinta itu seperti apa?” Renjun bertanya dengan ragu. Pasti Shuhua merasa aneh karena orang seperti Renjun yang menanyakan hal ini, pikirnya.
Shuhua sempat terdiam beberapa detik, sebelum akhirnya menatap ke arah lain sambil memikirkan jawaban yang tepat.
“Emm menurutku saat kau selalu memikirkannya dan emosimu selalu berubah karenanya. Kau merasa bahwa dia berbeda dan merasa kehilangan saat tidak bersamanya”
Renjun terdiam, memikirkan ucapan Shuhua yang entah mengapa bisa tepat dengan apa yang ia rasakan saat ini. Emosinya berubah karena Sojae, selalu memikirkannya, bahkan merasa kehilangan hanya karena tidak bertemu sehari.
“Renjun” Shuhua menatap Renjun. “Apa kau sedang jatuh cinta?”
Renjun terdiam, pertanyaan itu terlalu sering ia dengar belakangan ini, membuat Renjun cukup kesal saat mendengarnya. Entah kesal karena merasa dituduh, atau karena masih malu untuk mengakuinya.
Renjun mengembalikan buku yang ia baca ke tempat semula, berjalan begitu saja meninggalkan Shuhua.
“Renjun! Mau ke mana?!”
|Why?|
Renjun memasuki kamarnya dengan lesu, mendudukkan dirinya di ujung kasur lalu kembali melamun. Hari ini Renjun lebih banyak diam dari biasanya, bahkan kedua temannya heran melihat perubahannya.
Renjun mengambil ponselnya, mencari nama Sojae lalu menelepon gadis itu. Tak diangkat, Renjun menatap layar ponselnya yang kini menampilkan lockscreen nya. Renjun mencoba lagi, namun hasilnya tetap sama. Tanpa pikir panjang, Renjun mengambil jaketnya lalu berlari keluar. Saat ini ia merasa sangat khawatir pada Sojae.
|Why?|
Renjun sampai di depan rumah Sojae dengan berlari. Meskipun malam itu cukup dingin, Renjun tetap berkerinagat hingga membasahi kerah bajunya. Renjun mencoba mencari kehadiran Sojae dari luar, dan akhirnya Renjun menemukannya. Renjun dapat melihat dari jendela, Sojae sedang memasak, mungkin itu alasannya ia tidak mengangkat panggilan Renjun. Renjun tersenyum, Sojae sudah nampak lebih sehat. Itu membuat Renjun merasa lebih lega.
Perlahan Renjun berjalan meninggalkan rumah Sojae, berniat untuk kembali ke rumahnya. Makin lama langkah Renjun semakin pelan, seakan ada sesuatu yang tertinggal. Renjun kembali menoleh ke arah rumah Sojae, dengan ragu berjalan mendekati pagarnya. Tiba-tiba Renjun kembali menjauh, ia baru tersadar dengan tingkah konyolnya.
“Ah ada apa denganku?” Renjun memegang kepalanya, merasa ada yang aneh dengan dirinya.
Jika sudah berada dalam situasi ini, tujuan terakhir Renjun hanya satu, yaitu Jaemin sahabatnya.
|Why?|
“Oh? Ronjon?” Jaemin terkejut saat melihat Renjun sudah berada di depan rumahnya dengan kerah baju yang basah karena keringat.
Renjun menoleh ke arah Jaemin, wajahnya nampak murung.
“Ada apa? Apa kau datang untuk mengajariku?” Jaemin mencoba menebak kedatangan Renjun, namun seingatnya ia tidak membuat janji untuk belajar bersama hari ini.
“Jaemin” Renjun menelan ludahnya dengan kasar, mengusap leher bagian belakangnya karena salah tingkah. Renjun tidak tau harus mengatakannya seperti apa, rasanya sangat sulit merangkai kata saat ini dibanding saat mengerjakan ujian Bahasa Korea. Akhirnya Renjun meyakinkan dirinya sendiri, menatap Jaemin dengan serius.
“Aku jatuh cinta”
“Hah?”
|Why?|
“Hahahaha hahahaha” gelak tawa Jaemin mengisi seisi rumahnya yang hanya dihuni oleh dirinya sendiri, tangannya bergerak menyodorkan segelas teh pada Renjun.
Renjun tak menghentikan tawa Jaemin, memang dia pantas untuk ditertawakan saat ini. Renjun mulai meneguk tehnya, mengabaikan Jaemin yang masih tertawa dan kembali melamun.
“Hahh huhh lelah” Jaemin bersandar sambil menengadahkan kepalanya, mengatur nafasnya karena lelah tertawa. Jaemin kembali menegakkan duduknya, menatap Renjun yang sedang menikmati tehnya. “Aku pikir kau jatuh cinta padaku saat kau mengatakan itu”
Renjun hampir saja menyemprot teh yang ia minum, terkejut dengan ucapan Jaemin. Renjun menatap Jaemin dengan datar, pemuda itu hanya menunjukkan cengiran tak berdosanya.
“Haha baiklah Ronjon, jadi dengan siapa kau jatuh cinta?” Jaemin meletakkan cangkir kopinya di meja, mulai serius dengan kehadiran sahabatnya. “Biar kutebak. Sojae, benar kan?” Jaemin tersenyum sombong, merasa percaya diri dengan tebakannya.
Renjun menghela nafasnya, perlahan menganggukkan kepalanya.
“Hohoo! Sudah kutebak, Renjun! Aku ini hebat dalam hal percintaan, yah meskipun aku juga belum pernah punya pacar” Jaemin memelankan suaranya di bagian akhir kalimatnya. “Tapi! Aku tidak pernah salah dalam menebak hal-hal seperti ini, dan kau masih meragukanku” Jaemin menggeleng-gelengkan kepalanya, berlagak seakan merasa kecewa pada Renjun.
“Maafkan aku” Renjun menatap Jaemin dengan tatapan sedih, ia juga merasa bersalah karena sempat marah pada Jaemin. “Saat itu aku masih belum paham”
“Sudahlah, sekarang pikirkan apa yang harus kau lakukan” Jaemin menepuk pundak Renjun, kemudian kembali bersandar sambil melipat kedua tangannya di dada. Jaemin mengedarkan pandangannya ke berbagai arah, sedang memikirkan apa yang seharusnya Renjun lakukan.
Suasana menjadi hening, mereka sama-sama terlarut dalam pikiran masing-masing. Renjun yang masih memikirkan betapa bodohnya dia yang baru menyadari perasaannya, sedangkan Jaemin yang memikirkan cara agar sahabatnya ini segera memiliki kekasih.
Suasana hening itu berakhir saat Jaemin dengan tiba-tiba menepuk tangannya, membuat Renjun yang tadinya melamun kini terlonjak karena terkejut.
“Aku punya ide” Jaemin menunjukkan senyum cerahnya.
Renjun yang tadinya ingin memarahi Jaemin kini tidak jadi, memilih untuk fokus mendengarkan ucapan Jaemin.
“Apa?”
|Why?|
“Semangat, Renjun!” Jaemin menepuk punggung Renjun saat melewati tempat duduk sahabatnya itu.
“Ada apa?” Haechan hanya bisa menatap bingung kepada kedua sahabatnya, dia masih belum tau tentang apa yang terjadi.
“Astaga aku belum menceritakannya padamu. Ayo, nanti kuceritakan” Jaemin menarik Haechan yang masih kebingungan, meninggalkan Renjun sendirian di kelas.
Renjun tersenyum melihat tingkah teman-temannya. Renjun mengambil tasnya kemudian menggantungnya di pundak, ikut melangkah keluar kelas.
Sepanjang koridor Renjun terus tersenyum. Ada dua hal yang membuatnya seperti itu, pertama merasa lega karena mengakui perasaannya, dan kedua memiliki rencana untuk perasaannya itu. Renjun kini punya kegiatan lain yang tidak membosankan, yaitu bersama Sojae.
|Why?|
Renjun memasuki café tempat Sojae bekerja, ternyata café itu cukup sepi jika masih sore. Renjun melangkah mendekati kasir, tujuan utamanya adalah berbicara dengan pemilik café.
“Pesan apa?” orang yang berada di kasir tersenyum kepada Renjun.
“Ah tidak, aku ingin bertanya sesuatu” Renjun balas tersenyum, meskipun dia cukup canggung karena tidak pernah melakukan itu.
“Um? Bertanya apa?”
“Apakah Sojae akan bekerja malam ini?” Renjun bertanya pelan, berusaha agar orang lain tidak mendengarnya.
“Tentu saja, malam ini gilirannya” wanita paruh baya itu tiba-tiba datang kemudian tersenyum menjawab Renjun, apakah suara Renjun saat bertanya senyaring itu?
“Oh? Nyonya mendengarnya? Aku bahkan hampir tidak mendengarnya” gadis di balik kasir sama terkejutnya dengan Renjun karena kedatangan wanita itu.
Wanita itu mengangguk, mendekati gadis itu lalu berhadapan dengan Renjun.
“Siapa pemuda tampan ini?”
Gadis itu menggeleng, “Aku tidak tau, mungkin pelanggan”
“Aku… temannya Sojae, namaku Renjun” Renjun membungkuk hormat, ia rasa wanita itu pemilik cafe.
“Ah, Renjun” gadis itu mengangguk-angguk. “Dia Nyonya Jung, Aku Ahn Nari, salam kenal” Nari tersenyum manis pada Renjun seraya memperkenalkan wanita paruh baya yang ia panggil Nyonya Jung itu dan memperkenalkan dirinya sendiri.
Renjun mengangguk paham, ikut tersenyum menanggapi.
“Jadi ada apa, Renjun? Mengapa kau menanyakan Sojae?”
Renjun tersadar dengan tujuan utamanya, “Ah jadi seperti ini, emm aku… ingin mengajaknya berkencan”
Nari dan Nyonya Jung membulatkan matanya, terkejut dengan ucapan Renjun, padahal baru saja Renjun mengatakan ia adalah teman Sojae, sekarang Renjun ingin mengajak Sojae berkencan, rasanya berita itu terlalucepat untuk Nari dan Nyonya Jung.
“Apa kau menyukainya?” Nyonya Jung tersenyum seakan sedang menggoda Renjun, membuat pemuda itu tiba-tiba salah tingkah. “Jadi kau datang ingin meminta izin untuk membawa Sojae berkencan?”
Renjun langsung mengangguk, syukurlah Nyonya Jung langsung paham dengan ucapannya. Renjun sebenarnya bingung ingin menjelaskannya seperti apa, rasanya sangat malu untuk langsung mengatakan tujuan utamanya pergi ke café itu.
“Silahkan”
Renjun membulatkan matanya, ingin mendegar izin yang lebih jelas dari Nyonya Jung.
“Bawalah Sojae, tapi tolong jaga dia. Aku sudah menganggap Sojae seperti anakku sendiri, dia gadis baik dan pekerja keras. Jika kau bisa menjadi laki-laki terbaik untuknya, tentu aku akan sangat senang” Nyonya Jung tersenyum seperti seorang ibu yang memberikan izin pada calon menantunya.
Renjun tersenyum mendengarnya, mengangguk dengan antusias.
“Aku akan menjaganya, itu janjiku”
|Why?|
Pintu café terbuka, menampilkan gadis cantik dengan setelan sederhananya. Sojae baru saja datang untuk bekerja, hari ini gilirannya dan berniat untuk lembur karena kemarin dia terpaksa diliburkan karena sakit. Sojae melangkah ke meja kasir, menyapa orang-orang yang hari ini bekerja bersamanya. Sojae menatap bingung ke arah Nari, cukup terkejut melihat Nari masih ada di kasir.
“Nari”
Nari menoleh, menunjukkan senyum manisnya pada Sojae yang baru saja datang.
“Bukankah waktu kerjamu sudah selesai?”
Nari menggeleng, “Hari ini aku lembur” Nari meletakkan cangkir kopi pesanan pelanggan ke nampan, kemudian menggesernya ke arah Sojae. “Bawakan ke pelanggan itu” Nari menunjuk seorang pemuda yang duduk membelakanginya. Pemuda itu namak sedang mengerjakan sesuatu.
Sojae penasaran siapa pemuda itu, dan mengapa ia langsung disuruh bekerja padahal belum mengenakan celemek khas café. Tapi Sojae tidak ingin banyak bertanya, segera ia mengambil nampan itu dan berjalan ke arah pemuda yang menunggu pesanannya. Dengan senyumannya yang manis, Sojae menghampiri pemuda itu.
“Ini pesanan An— Renjun?” senyum Sojae memudar saat mengetahui siapa pemuda itu, bukan karena merasa tidak senang, hanya saja Sojae terkejut melihat kehadirannya di café.
Renjun berdiri, “Ternyata kau sudah datang” tersenyum pada Sojae yang sepertinya masih terkejut.
Sojae ikut tersenyum, “Iya, aku baru saja datang. Kau sedang apa di sini? Hanya sebagai pelanggan?”
Renjun menggeleng perlahan.
“Dia ingin mengajakmu jalan-jalan” Nyonya Jung tiba-tiba datang, menunjukkan senyumnya pada dua remaja itu.
Sojae membungkuk hormat, begitupun dengan Renjun.
“Jalan-jalan? Ah maaf Renjun, bukannya aku tidak mau, tapi—“
“Pergilah” Nyonya Jung memotong ucapan Sojae, membuat keduanya seketika menoleh ke arahnya. “Malam ini kau boleh jalan-jalan, lupakan dulu pekerjaanmu” Nyonya Jung tersenyum hangat, membuat siapapun yang melihatnya akan merasa tenang.
“Benarkah? Tapi… bagaimana dengan pelanggan?” Sojae menatap setiap sudut café itu, melihat orang-orang yang hampir memenuhi tempat duduk di sana. “Malam ini cukup ramai”
“Malam ini biar aku yang urus, pergilah bersenang-senang” Nari tiba-tiba menyahut saat melewati tempat duduk yang digunakan Renjun tadi, kemudian melanjutkan langkahnya menuju pelanggan lain.
Sojae langsung tersenyum, “Terimakasih semuanya” Sojae berucap kecil, merasa senang sekaligus malu karena mendapat perhatian dari orang-orang sekitarnya.
Tiba-tiba Renjun menggenggam tangan Sojae, membuat Sojae mendongak menatapnya. Renjun tersenyum, diikuti dengan senyum Sojae.
“Kami pergi dulu” Renjun tersenyum pada Nyonya Jung sebelum akhirnya menarik Sojae keluar dari café.
“Ah indahnya berkencan” Nari menatap kepergian Renjun dan Sojae sambil memeluk nampan yang ia pegang.
“Kau juga mau, Nari?” Nyonya Jung menatap Nari.
Nari menggeleng lesu, “Jaemin tidak mungkin mau”
|Why?|
“Filmnya menyenangkan” Sojae tersenyum bahagia setelah berjalan keluar dari bioskop.
“Kau senang?” Renjun menoleh pada Sojae.
Sojae mengangguk antusias, menunjukkan senyum lebarnya yang membuat siapa saja akan gemas melihatnya. Renjun ikut tersenyum melihatnya, melihat senyum Sojae lebih menyenangkan dibanding menonton film berjam-jam di bioskop.
“Renjun, terimakasih sudah membawaku menonton malam ini”
Renjun mengangguk, “Terimakasih juga karena menemaniku malam ini” kemudian tersenyum pada Sojae. “Tapi Sojae…” Renjun menghentikan langkahnya, membuat Sojae mengikutinya. “Ada hal lain yang ingin kutunjukkan padamu”
Sojae memiringkan sedikit kepalanya, menatap Renjun dengan tatapan bingung.
“Apa?”
Masih butuh banyak dukungan dan saran dari kalian semua. Maaf kalau ceritanya agak membosankan. Selamat menikmati dan sampai jumpa di Why? | 04.