Sepulangnya Lisa kerumah memang menambah hangat suasana keluarga, namun tetap saja, ia kesal dengan adiknya yang berbohong sedemikian rupa hanya karena ingin di tonton oleh Lisa.
Lisa duduk dan memegang handphone-nya setelah mandi seraya menunggu panggilan ibunya untuk makan.
Jungkook
Hei, kau tidur?
9.22 P.M.
Habis mandi, kau sendiri belum tidur?
9.31 P.M.
Belum, aku menunggumu membalasku, kau baik baik saja kan? Tidak ada masalah serius sampai harus pulang?
Baik - baik saja, adikku ingin aku menonton turnamennya.
Keren! Turnamen apa?
Bola voli, kau harusnya tahu kan.
Dia masih menekuni voli? Yuna itu sangat berdedikasi pada sesuatu ya?
Iya, begitulah.
Bagaimana jika aku pergi menontonnya juga?
Yah, aku yakin dia akan girang sendiri mengingat bahwa pacarku itu kau.
Haha, mengapa?
Dulu dia juga suka memanggilmu anak gendut setiap kita bermain.
Yah, tapi itu kan dulu. Aku penasaran, apa sekarang dia akan memanggilku ganteng?
Harusnya sih.
Liiiiisaaaaaa-
Kenapa?
Mau aku kirim makanan? Atau makanan khas sekitar sini untuk ibumu.
Tidak, jangan sampai datang kemari ya!
Hei, ibumu bakal senang tahu kalau aku menjadi seperti ini.
Kau itu.. selesaikan sana tugasmu. Sejak kapan kau menjadi orang yang menanti tugas sampai deadline?
Semenjak aku ganteng.
Dari dulu juga ganteng.
Kau lebih suka aku yang dulu atau sekarang?
Yang sekarang.
Mengapa?
Karena kita ada di masa sekarang, selama itu kau, bagaimanapun rupamu aku tetap suka kok.
Kau ini kadang lebih berani di chat ya? Andai aku bisa mendengarnya.
Mimpi.
"Lisa.. makan dulu."
Lisa mengangguk kecil, beranjak dari ranjang lalu menuruni tangga untuk mengisi perutnya yang sempat kosong selama perjalanan.
Ia melihat adik kecilnya Yuhan yang sedang berlari kecil membawa gelas untuk diberikan kepada Lisa.
"Yuhan, kau sekarang sudah bisa apa?" Lisa merangkul Yuhan dan membawanya ke meja makan,
Yuhan kecil tertawa kegirangan seraya memeluk Lisa untuk bayaran rindu yang telah ia timbun. "pipis sendili!" Jawab Yuhan penuh antusias.
Lisa terkekeh mendengar jawaban adiknya karena begitu menggemaskan, "pintar. Ibu, kapan Yuhan sekolah?"
Ibunya yang tengah membereskan makanan terlihat berpikir, lalu menjawab, "mm... Tahun depan."
Ibu Lisa menggendong Yuhan, "kau makan yang kenyang. Ibu tidur bersama adikmu ya."
"Selamat malam bu, Yuhannnn."
"Malam sayang." Ujar ibunya seraya mengelus rambut Lisa.
.
"Yuna sudah berangkat bersama sekolahnya, kita akan pergi sebentar lagi." Ibunya tengah mendandani Yuhan Dengan memakaikan baju voli untuk ukuran Yuhan sehingga ia tampak menggemaskan.
"Yuhan, kau kenapa imut sekali sih?!" Ujar Lisa sesekali mencubit pipi adiknya yang bulat.
Yuhan memukul tangan Lisa dengan cepat karena anak itu sangat tidak suka di cubit, "kakak, nanti Yuhan melah!"
"Haaa?"
"Yuhan tidak suka pipinya di cubit, nanti wajahnya memerah." Ayah Lisa turun dari ruangan dengan santai, tampaknya ia pun sudah siap.
Tentu saja, Yuna adalah andalan Ayahnya, dan kini ia membuat mereka bangga dengan prestasi sebagai kapten dan pemain terbaik sekolahnya.
"Ayo."
Semuanya bergegas untuk berangkat ke pertandingan Yuna dengan membawa beberapa hal yang mungkin akan dibutuhkan untuk Yuna.
Jujur saja, melihat Yuna yang selalu membawa bola voli sampai usang saja membuat lelah. Namun kini ia berdiri di lapangan resmi, babak final, dengan punggung bertuliskan namanya dan nomor '1' yang ia dapatka sebagai kakak kelas, kapten, dan juga anggapan sebagai setter terbaik di tingkat nasional.
Tentu saja Lisa juga merasakan debaran yang sama dengan keluarganya, tentang bagaimana Yuna menghadapi tim elit dan kesanggupannya untuk menanggung beban sebagai kapten.
Gadis cantik yang gagah, ia tumbuh menjadi sosok yang sangat mandiri, melebihi apa yang Lisa harapkan, karena itu ia sangat berterimakasih.
Drrttt. Drrttt.
"Halo?" Lisa mengangkat telfon dengan santai ketika mereka di perjalanan, "apa?! Kalian datang?! T-tapi kenapa? Kuliahnya bagaimana? Oh... Yaampun, orang - orang bodoh ini.. baiklah, kita akan bertemu di depan gerbang, ya.. oke, dah!"
"Kenapa?" Ibu Lisa membuka percakapan baru dengan puterinya,
"Teman - temanku akan datang.."
"Apa itu artinya Jeongguk juga..?"
"Ibu?"
"Dia menelfon ibu semalam, kukira anak itu hanya bercanda jadi ibu memberi tahu dimana tempatnya."
Lisa terkejut, darimana pula kekasihnya memiliki nomor hp ibunya?
Yah bagaimanapun juga, ide Jungkook itu sangat penuh dengan kejutan, seolah otaknya tidak pernah berhenti untuk berfikir.
.
"Hei!"
Seperti yang Lisa duga, yang Jungkook bawa itu adalah kawannya dan sahabat Lisa.
Lisa mengaduh pelan, senang tapi takut merepotkan.
"7 menit lagi tim mereka bermain, kau tidak ingin kehabisan tempat duduk kan?" Ujar Taehyung yang bahkan datang dengan memakai kaos bola voli milik universitas mereka.
"Kau.. ah kalian, dapat itu darimana?"
"Jangan lupa kalau Hoseok adalah anggota voli juga di universitas!"
Lisa menepak jidatnya sendiri, "ini terlihat seperti kalian yang akan bermain. Tapi keren, aku salut. Dengan wajah kalian yang bangga tanpa sedikitpun rasa malu."
"Tadinya kami ingin menjadi tim pendukung tapi kami tidak diizinkan meminjam baju itu." Ujar Rose penuh dengan keluhan,
"Kalian tidak sebaiknya sebodoh mereka."
"Apa Jeongguk tidak disini?" Tiba - tiba ibunya menyela ditengah percakapan seraya mereka berjalan ke ruangan.
"Aku!" Jungkook mensejajarkan dirinya dengan ibu Lisa dan ayahnya,
"Yatuhan! Artis mana yang datang kesini bersama kita?!"
"Aku Jeongguk ibu... Ah! Kau pasti Yuhan, yakan?"
Yuhan mengangguk riang, lalu mengangkat kedua tangannya meminta Jungkook menggendong dirinya.
"Yuhan pintal." Ujar Yuhan seraya memegangi leher Jungkook, pria itu tertawa kecil.
"Yuhan semakin mirip denganku, tampan kan bu?"
"Yah.. dia yang paling tampan dirumah."
Ayah lisa menatap iri pada istrinya yang menganggap dirnya tidak ada.
"Abaikan saja dia, memang tukang cemburu."
Semua yang mendengar itu terkekeh perlahan.
Jin yang sudah sampai duluan memanggil semuanya untuk duduk dibarisan depan, lantas saja semua arah mata malah menatap ketujuh pria itu dengan tatapan berbinar seolah ada grup idol tengah datang meramaikan acara.
"Yunaaaaa!" Jungkook berteriak memanggil Yuna,
Gadis itu berlari menghampiri, "siapa kau?"
"Aku? Padahal dulu kau selalu menendang dan berkata aku gendut, kau lupa setelah aku tidak gendut?"
Pipi Yuna memerah mendengarnya, mengingat dari dulu ia sangat suka membuli Jungkook karena ia terus makan dan diam sedangkan Yuna berlarian bersama Lisa.
"Aku hampir tidak mengenalimu sama sekali kalau bukan karena sifat tengilmu!"
"Yunaaa! Semangat!"
"Yunaa kami ada disini!"
"Lihat orang tampan ini mendukungmu, kau harus menyuguhkan kemenangannya kepada kami sebagai bayaran oke?"
Sontak tim Yuna dan penonton sekitar heboh karena kedatangan mereka, bahkan teman Yuna banyak bertanya bagaimana bisa Yuna yang tomboy dan cuek ini memiliki banyak orang istimewa di sekitarnya.
"Yuna, lakukan apa yang kau bisa." Ucapan terakhir dar Lisa bagai penyemangat bagi Yuna, ia tersenyum riang lalu berkata "iya!"