Gadis Buruk Rupa

By Jennifernovack_

5.5K 271 17

"Apa? Mas mau menikah lagi?" tanyaku pada suamiku yang baru saja pulang. "Emangnya kenapa? Apa urusanmu? "Ma... More

1. Buruk Rupa
2. Buruk Rupa
3. Buruk Rupa
4. Buruk Rupa
6. Buruk Rupa
7. Buruk Rupa
8. Buruk Rupa
9. Buruk Rupa
10. Buruk Rupa
11. Buruk Rupa
12. Buruk Rupa

5. Buruk Rupa

389 24 0
By Jennifernovack_

Bik Inah membukakan pintu berkaca tebal tersebut. Dan tampak pria berusia sekitar lima puluhan, duduk di balik meja.

"Masuklah, nak!" perintahnya. Kepalanya menunduk. Tatapannya fokus pada kertas-kertas di mejanya.

Aku masuk ke dalam beriringan dengan mas Arya di sampingku.

"Siapa yang menyuruhmu untuk ikut masuk?" tanya papi begitu mengangkat kepala dan melihat anak sulungnya mengikutiku.

"Tapi, Arya kan anak papi. Arya berhak tahu juga dong, apa yang dibicarakan papi dan istrinya.

"Keluar! Papi cuma mau berbicara empat mata saja dengan menantu papi," ujarnya tegas.

"Tapi, pi ...."

"Keluar!"

Mas Arya keluar dari ruangan papi. Terlihat dari wajahnya, sepertinya dia begitu dongkol karena pengusiran sang ayah.

"Jangan kau coba-coba menguping di depan pintu,Arya. Papi bisa melihat kau dari CCTV yang mengarah ke pintu itu."

Dari sebuah televisi, kami bisa melihat mas Arya berdiri dengan telinga dirapatkan di pintu. Aku tersenyum geli melihatnya pergi dengan langkah gontai dengan menggaruk-garuk kepalanya.

"Bagaimana kabarmu, Rena?" tanya sahabat kecil bapakku dengan nada lembut.

"Alhamdulillah baik, pi," jawabku dengan pandangan menunduk. Dibawah, tanganku memilin-milin ujung dress polkadot milikku.

"Lalu bagaimana dengan pernikahanmu? Apa kau bahagia dengan Arya?"

Pertanyaan yang sulit sama seperti mami. Dan lagi-lagi, aku harus kembali berbohong.

"Alhamdulillah, pi. Rena bahagia kok dengan mas Arya." Kali ini entah kenapa butiran bening itu menggantung di sudut kedua netraku.

Aku tahu saat ini beliau sedang menatapku lekat. Karena itu makanya aku hanya menunduk. Tak berani menatap bola mata papi tegas.

"Rena ... angkat kepalamu! Lihat papi!"

Tanganku semakin kuat memilin ujung dressku. Suara bariton papi memang lembut namun tegas. Membuatku menjadi salah tingkah.

"Rena, papi tahu kau tidak bahagia dengan Arya. Dia selalu menyakiti hatimu kan?"

Aku menggeleng pelan. Tatapanku masih tetap ke pangkuanku. Kali ini yang aku takutkan, bening yang mengembun di kelopakku terlihat olehnya.

"Tidak, pi. Mas Arya memperlakukan Rena dengan baik kok." Suaraku serak seperti tercekat di tenggorokan.

Papi menarik napasnya berat. "Arya itu anak papi. Jadi papi pasti tahu karakter Arya itu seperti apa, Rena. Dia nampaknya saja keras tapi bodoh. Kau pasti sudah tahu siapa Tamara kan?"

Aku mengangguk pelan. Waktu acara resepsi ngunduh mantu, mas Arya pernah memberitahuku.

"Itu namanya Tamara. Pacar aku. Lihat penampilannya. Selalu cantik dan modis. Jadi suaminya nanti pun bahagia kalau melihat istri selalu cantik begitu. Bukan kayak gembel. Tapi, iyalah ... mana mungkin itik buruk rupa bisa berubah jadi cinderella," sindirnya kala itu.

"Tamara adalah pacarnya Arya. Memang anaknya sangat cantik. Sayangnya, Tamara itu matre. Dulu, papi harus membayar tagihan kartu kredit Arya sampai puluhan juta. Dan itu menyebabkan papi menghukumnya dengan mencampakkannya ke kampung saudaranya mami. Semua fasilitasnya papi cabut. Mulai dari mobil dan kartu kredit. Sampai-sampai dia memohon-mohon supaya hukumannya dicabut. Walaupun begitu dia tetap saja kembali lagi pada si cewek matre itu. Dasar bodoh!" umpat papi kesal.

Ya, sebodoh aku yang menunggu cinta anakmu, batinku perih.

Aku masih menundukkan pandanganku. Apa sebenarnya maksud ayah mertuaku ini memanggilku.

"Rena ...," panggil papi lembut.

Aku menoleh dan menatapnya sebentar. "Ya, pi?" Lalu kembali menunduk. Astaga, sepemalu itukah aku? Aku memang tak pernah berani menatap lawan bicaraku. Apa lagi dengan sorot mata tegas seperti ayah mertuaku. Membuatku tak mampu berkutik.

"Kamu jangan berbohong. Papi tahu, kamu selalu disakiti suamimu kan?

Aku terdiam. Embun di sudut kelopak mataku semakin menebal. Tanganku semakin kuat memilin-milin ujung dressku. Kenapa aku selemah ini karena cinta?

"Papi minta maaf. Papi yang memaksa Arya untuk menikahimu. Karena bapakmu adalah sahabat papi dari kecil. Dan papi juga dengar kau anak yang baik dan tidak banyak tingkah. Karena itulah papi dan mami mau kau menjadi menantu kami."

"Tapi mas Arya tidak mencintai Rena, pi." Pecah juga kantung air yang menggembung di sudut kelopak mataku tadi hingga terasa menitik jatuh di tanganku. Suaraku terdengar lirih dan parau.

Papi menarik napas berat. Disandarkannya punggungnya di badan kursi kerja yang berdesain cukup mewah tersebut. Lalu tangannya melipat di dada.

"Papi paham. Tapi papi minta, tolong bertahanlah, Nak. Demi papi dan mami. Kalau sampai Tamara yang berhasil menjadi istri Arya, bisa-bisa bangkrut nanti keluarga Hadikusumo. Bukan mudah dulu kakek angkatnya Arya dan papi membangun serta merintis perusahaan. Sehingga bisa menjadi perusahaan besar. Tamara itu licik sekali orangnya."

"Lalu apa yang harus Rena lakukan? Rena juga punya hati, pi."

"Kamu tenang saja. Papi sudah punya rencana matang untuk dirimu. Papi hanya ingin kau menjadi bagian dari keluarga Hadikusumo. Walaupun nanti kau tidak lagi menjadi istrinya Arya ...."

_________

Keluar dari ruangan papi, mas Arya langsung menarik tanganku ke sudut ruangan yang aman dari pantauan CCTV.

"Apa saja yang kalian bicarakan? Kenapa lama sekali?" tanyanya ingin tahu.

"Bukan urusan, mas," jawabku cuek kemudian melenggang meninggalkannya. Tapi, dengan sigap dia menarik tanganku.

"Wuih, sombong bener nih. Kau sudah berani sekarang ya? Jangan mentang-mentang kau selalu dibela papi dan mami, kau bisa bersikap seperti itu padaku. Aku bisa saja sewaktu-waktu menendangmu dari kehidupanku selamanya. Tapi aku masih memiliki rasa kasihan pada upik abu kampung seperti kau," cercanya pongah.

Aku tersenyum sinis. "Terserah kau saja, mas. Aku tak peduli."

Mas Arya menatap heran padaku yang mendadak berani melawan dan menatapnya. Karena aku pun merasa jengah harus bersikap lemah dan penurut di depannya. Walaupun aku tak tahu, sampai kapan aku sanggup seperti ini. Karena pada dasarnya aku ini memang wanita lemah.

Sebenarnya, aku masih ingin berlama-lama di sini. Toh mami juga katanya masih rindu denganku. Melihat kelembutan ibu mertuaku, membuat rasa rindu pada mamak di kampung juga dapat sedikit terobati. Tapi, sayangnya mas Arya begitu terburu-buru mengajak pulang ke rumah kami di Tangerang.

"Menginaplah di sini sebentar Arya. Mami masih kangen sama Rena," ujar mami menahan, saat kami kami hendak pamit pulang.

"Pengennya sih begitu, mi. Cuma Arya banyak kerjaan di kantor. Besok juga ada meeting penting," alasannya.

Padahal aku tahu, dia sudah ada janji bertemu dengan Tamara. Tadi aku tidak sengaja mendengar pembicaraannya di telepon.

"Ya sudah. Tapi, sering-sering kemari ya, Rena. Mami kesepian. Sandra kan sedang liburan di rumah kalian. Apa lagi kalau nanti Sandra sudah berangkat ke Amerika. Mami pasti makin tambah kesepian."

Aku tersenyum melihat mami merajuk seperti anak kecil. Jadi teringat mamak. Mamak pun seperti itu. Kalau aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah baca.

"Iya, Insya Allah ya, mi. Rena sih tergantung sama mas Arya saja."

"Itu sih urusan gampang, mi. Ya sudah, kami pamit pulang dulu ya."

Perjalanan di jam-jam pulang kerja begini, cukup membuat lelah di perjalanan. Seharusnya perjalanan yang hanya memakan waktu satu jam, menjadi dua kali lipat lamanya.

Dua jam perjalanan bukan berarti ada obrolan antara suami dan istri seperti layaknya. Justru suamiku sibuk berteleponan mesra dengan kekasihnya. Seakan aku hanyalah patung mati yang duduk di sampingnya.

Bodoh? Ya, mungkin benar aku ini bodoh. Aku hanya mencoba bertahan sampai nanti di titik aku sudah merasa tidak mampu lagi.

"Mas tidak masuk?" tanyaku saat mas Arya hendak pergi lagi setelah menurunkanku.

"Bukan urusanmu. Sudah turun sana. Terus tidur. Siapa tahu mimpi indah bertemu dengan pangeran tampan. Hahaha," celanya seraya tertawa mengejek.

Aku turun diiringi derai tawa pria tampan namun tak berhati itu. Sudah tidak bisa digambarkan lagi keadaan hatiku saat ini.

_________

Pagi ini papi mengumpulkan seluruh jajaran staf dan komisaris serta para pemegang saham. Termasuk pula mas Arya yang selama ini bertindak selaku direktur di perusahaan papinya ini.

"Baiklah. Tujuan saya pagi ini mengumpulkan bapak-bapak dan ibu-ibu di sini, untuk mengumumkan suatu hal penting. Saya akan mengangkat seorang direktur baru di perusahaan kita," ujar pria berusia lima puluh tahunan itu. Dan sontak membuat para peserta rapat menjadi saling pandang. Termasuk mas Arya.

"Maaf pak Cokro. Bukannya direktur kita selama ini pak Arya ya?" tanya salah satu manager.

"Arya hanya menggantikan posisi saya sementara saja selama saya sakit kemarin. Toh selama ini tidak ada acara pengangkatan secara khusus kan?"

"Lalu siapa pak yang akan menggantikan posisi bapak?" celetuk yang lain.

Papi tersenyum penuh arti.

"Dinda!"

"Ya, pak," sahut seorang gadis.

"Panggil masuk direktur baru kita ya."

"Baik, pak." Gadis bernama Dinda itu keluar. Dan beberapa detik kemudian ia masuk diikuti seseorang. Dan dialah yang akan ditunjuk sebagai direktur di perusahaan yang bergerak di bidang produksi ikan sarden kalengan tersebut.

"Ini dia orang yang akan menggantikan saya sebagai direktur di PT. Hadikusumo Corporation."

Riuh tepuk tangan mengiringi masuknya calon direktur baru perusahaan milik bapak Cokro Hadikusumo.

Continue Reading

You'll Also Like

422K 640 16
Cerita dewasa ⚠️🔞⁉️ #1 hs - 31 Oktober 2024 #1 having sex - 29 Oktober 2024
3M 249K 49
Madava Fanegar itu pria sakit jiwa. Hidupnya berjalan tanpa akal sehat dan perasaan manusiawi. Madava Fanegar itu seorang psikopat keji. Namanya dike...
4.7M 271K 48
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
428K 27.9K 31
Amora cinta mati dengan Allister. Tidak, lebih tepatnya, ia tergila-gila dengan lelaki populer di SMA-nya tersebut. Segala cara Amora lakukan untuk m...