Hari demi hari sudah dilalui Vega tanpa ada Archer di sampingnya. Vega tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Archer yang kadang masih peduli padanya. Ingin melupakan Archer tapi malah dirinya yang bimbang, Archer seakan-akan kembali membawa harapan. Tapi Vega masih bingung dengan sikap Archer yang sangat sulit ditebak, ingin melupakannya tapi takut menyesal.
Berada di posisi Vega memang bukanlah hal yang mudah, hidup di lingkungan keluarga yang toxic kerap kali membuatnya merasa tertekan bahkan gadis itu tak segan-segan untuk melukai dirinya sendiri.
Vega menatap hamparan ombak yang kecil, ia tersenyum kecut karena lagi-lagi harus mengikuti Archer dan juga Maura. Bahkan selama itu pula ia menahan sesak di hatinya, bagaimanapun Archer bersikap padanya tapi lelaki itu masih memiliki ruang tersendiri di hati Vega.
"Lo udah makan?" tanya Archer lalu duduk di sebelah Vega. Hal ini dimanfaatkan Archer karena Maura yang entah tadi pergi ke mana.
Vega tersenyum tipis. Kemudian menggeleng, memang dari kemarin ia belum makan karena mungkin juga akibat dari suasana hatinya yang buruk.
"Kenapa?" tanya Archer melembut.
Vega benci hal ini, mengapa saat ia mulai melupakan Archer tapi lelaki itu masih seolah-olah menyayanginya. Padahal dulu Archer sendiri yang mengatakan jika lelaki itu sangat membenci Vega.
"Kamu kenapa sih, Kak?" tanya Vega heran, ia menatap kedua mata Archer dengan bingung.
Di hadapkan dengan Archer membuat pertahanan Vega seketika runtuh, bahkan mata gadis itu mulai berkaca-kaca. Vega merasa dipermainkan atas sikap Archer yang berubah-ubah. Mungkin sekarang ini Vega tak bisa melupakan sosok Archer, tapi mungkin dengan segera ia akan melupakan lelaki itu.
"Gue masih peduli sama lo, Ve," ujar Archer dengan nada melembut, lelaki itu nampak menyelipkan anak rambut Vega ke belakang telinga gadis itu.
Vega tertawa hambar, ia bingung dengan jalan pikiran Archer. "Apa harus dengan cara gini, Kak?" tanya Vega sambil terkekeh miris.
"Gini gimana?"
"Gak seharusnya kamu kasih aku harapan lagi Kak, aku gak tahu sekarang harus gimana. Di satu sisi aku ingin lupain kamu, tapi aku gak bisa Kak, aku capek harus berjuang sendirian sementara kamu masih deket sama kak Maura," ujar Vega, kali ini ia benar-benar terlihat lemah di hadapan Archer. Air matanya menetes, mengeluarkan seluruh unek-unek yang dulu tertanam untuk Archer.
Melihat orang yang disayangi menangis adalah hal yang paling menyesakkan. Dengan ucapan Vega, lelaki itu sempat terpaku. Archer ingin memberi tahu alasan mengapa ia memutuskan Vega, tapi ia tidak mau. Archer tidak mau membuat Vega sakit hati nantinya, dan ia tidak mau membuat Vega berada dalam bahaya. Itu semua Archer lakukan hanya demi Vega.
"Lo gak pernah tau, Ve," ujar Archer datar.
Dulu jika Vega menangis maka Archer lah orang pertama yang akan memeluk Vega, tapi sekarang berubah. Bahkan ia tak berniat menoleh sedikitpun pada Vega.
"Iya, Kak. Aku emang gak tahu, dan akan terus seperti itu. Sebenernya aku capek Kak, mau nyerah sama semua tapi aku inget kamu," ujar Vega pelan, ia memberanikan diri menatap Archer dengan jarak yang lumayan dekat, bahkan Vega tidak peduli jika Maura akan melihatnya. Toh, Maura siapanya Archer?
"Maaf," ucap Archer. Beribu kata namun hanya kata itu yang keluar dari mulut Archer, bahkan Archer benci jika harus berpura-pura untuk membenci Vega. Keadaan yang menuntutnya seperti ini, sungguh Archer pun sama lelahnya dengan Vega.
Senja sore ini menggambarkan suasana hati Vega. Walaupun mendung, senja masih mencoba menampakkan dirinya walau ia tahu sedikit kemungkinan untuk terlihat. Seperti halnya dengan Vega, ia terus berjuang agar kembali bersama Archer walau lelaki itu tak lagi pernah mempedulikan perasaannya, miris.
"Makasih, Kak. Selama ini kamu selalu ada buat aku," ucap Vega, pandangan gadis itu masih menatap ssnja yang nyaris tak terlihat karena keadaan langit yang mendung.
Vega berdiri membuat pasir yang menempel di celananya berjatuhan. Ia pergi meninggalkan Archer yang masih saja diam di tempatnya.
Kali ini Vega benar-benar lelah dengan semuanya, ingin mengadu tapi kepada siapa? Bukan kehidupan seperti ini yang Vega harapkan. Semua terasa percuma bagi Vega, ia hidup untuk siapa? Bahkan keluarganya saja tidak mengharapkan kehadirannya.
Menyusuri pantai dengan alas kaki yang ditenteng, Vega berjalan tanpa arah, membiarkan kaki jenjangnya melangkah entah ke mana. Tujuannya kini hanya satu, mencari tempat agar ia bisa berkeluh kesah walau bukan pada tempatnya.
Ia duduk di tepi pantai yang wilayahnya sedikit sepi pengunjung. Vega memejamkan matanya saat semilir angin dengan lembut menerpa wajahnya.
"Gue ibarat angin, terasa tapi gak terlihat," ujar Vega bermonolog.
"Jangan sedih, Ve."
Vega menoleh dan mendapati Archer dengan tampang tak berdosanya ia malah duduk bersebelahan dengan Vega. Sebenarnya apa sih mau Archer? Mereka sudah putus, tapi lelaki itu kadang masih bersikap peduli pada Vega.
"Kamu ngikutin aku?" tanya Vega membuat Archer mengangguk singkat.
"Kenapa?" tanya Vega, terdengar frustasi dalam nada bicaranya.
"Gue peduli, Ve." jawaban Archer membuat Vega kembali memejamkan matanya, dengan mudahnya Archer berbicara seperti itu tapi ia tidak mempedulikan perasaan Vega.
"Aku gak ngerti lagi samu kamu, kenapa kamu masih kasih aku harapan lebih, Kak?" tanya Vega lirih, ia sudah benar-benar lelah dengan sikap Archer yang berubah-ubah. Di depan Maura ia bertingkah seolah-olah membencinya, tapi di belakang Maura, Archer bersikap peduli padanya sama seperti saat mereka masih berpacaran.
"Ada suatu hal yang gak mungkin gue bicarain sekarang Ve, lo cukup ikutin alur yang gue buat."
Vega berhasil dibuat seribu kali untuk berpikir saat mendengar jawaban Archer. Mengapa harus seperti itu? Atau jangan-jangan Archer berada dalam suatu masalah yang harus sampai mengorbankan perasaannya?
Tapi Vega heran, jika berada saat bersama Maura, Archer menjadi orang yang sangat kasar.
Terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing hingga mereka tak sadar hari sudah kian menggelap. Sudah menyala beberapa lampu yang berfungsi untuk menyinari jalanan sebelah pantai.
Dinginnya angin malam tak membuat Vega kembali ke dalam hotel. Ia malah menselonjorkan kedua kakinya hingga menyentuh telapak kakinya.
Archer melepas jaketnya dan menyampirkannya pada pundak Vega. Ia sedikit mendekat untuk memakaikan gadis itu jaket, setelah selesai Archer menyuruh Vega untuk bersandar di pundaknya dan menikmati bintang-bintang yang bertaburan. Tadi sore mendung, tapi sekarang langit sudah nampak cerah kembali.
Sejujurnya, Vega sangat nyamab berada di posisi ini dengan Archer. Ia menyenderkan kepalanya pada bahu lelaki itu. Dalam hati ia meminta agar Tuhan segera memberi jalan keluar atas masalah yang mungkin sedang Archer alami.
"Bintang yang berpijar paling terang itu lo, Ve. Lo selalu berusaha buat bahagiain orang lain sementara lo sendiri masih terpuruk," kata Archer.
"Bukannya dari dulu kamu yang ajarin aku buat selalu senyum walau kita lagi sedih? Selama hidup aku jadi ngerasa orang yang gak berguna Kak, aku cuma bisa buat orang ketawa. Mungkin itu yang bikin aku sedikit merasa kalau aku sebenarnya berguna buat orang lain," ujar Vega. Ia menatap langit yang sangat banyak bintang dengan tatapan sendu.
Archer memegang kedua pundak Vega, ia tersenyum kecil kepada Vega. Archer lantas mendekat, jarak mereka hanya terpaut beberapa senti. Bahkan Vega bisa merasakan deru nafas Archer yang menerpa wajahnya.
Archer memejamkan matanya, ia semakin mendekatkan bibirnya pada bibir Vega. Hanya ciuman singkat yang mampu membuat hati keduanya berdesir.
"KALIAN APA-APAAN HAH?! VEGA, GUE JAMIN LO BAKAL TAHU AKIBATNYA PAS DI RUMAH!"
TBC.
Vote and komen:)
Jangan sider yaa:)